PERIBAHASA Jawa itu mengandung arti orang yang menginginkan sesuatu secara berlebihan sampai lupa segala-galanya.

Ia akan mudah melanggar tata aturan dan norma. Melik berbeda dengan keinginan. Keinginan sama dengan angan-angan, cita-cita.

Melik bersifat lebih keras, haus akan hasrat, dan jika sudah terpaksa, orang yang punya melik akan melakukan cara apapun.

Tidak heran, jika sudah sampai taraf melik, jika hasrat tersebut sulit tercapai, orang yang ber-melik akan menganggap tidak ada salahnya untuk mencuri.

Bila terpaksa harus merebut, ia juga akan melakukannya. Menghalalkan segala cara.

Siapapun yang punya melik (hasrat berlebihan), pasti hatinya penuh hawa nafsu. Nalar macet, akal buntu, rasa kemanusiaan juga lenyap.

Yang dikejar cuma satu, yaitu bagaimana agar yang diinginkan itu secepatnya dapat diraih. Jika sudah pada posisi demikian, tidak mengherankan bila ia seolah-olah kerasukan setan.

Meminta juga tidak merasa malu, mencuri juga boleh. Segala cara dihalalkan. Toh, yang namanya aturan, batasan, kemanusiaan, hanyalah buatan manusia.

Semua bisa diubah, dibuang, diinjak di bawah telapak kaki. Saat itu, semua menjadi tidak perlu karena yang perlu hanyalah bagaimana hasrat-nya bisa tercapai.

Sepuluh orang itu sakit kusta. Penyakit ini membuat orang disingkiri masyarakat. Mereka dibuang jauh dari perkampungan.

Mereka digolongkan sebagai pendosa, najis untuk bergaul dengan mereka. Satu-satunya keinginan hanyalah sembuh, tahir, bersih dan diterima kembali dalam masyarakat. Itulah hasrat terkuat mereka.

Maka mereka berdiri agak jauh, tidak berani mendekat. Mereka berteriak-teriak minta disembuhkan, “Yesus, Guru, kasihanilah kami.”

Setelah sembuh, hanya satu yang kembali. Itu pun orang asing yakni orang Samaria. Orang kusta itu hanya satu hasratnya yakni sembuh.

Dan setelah sembuh mereka lupa berterimakasih. Inilah sifat manusia; kalau lagi butuh, mengemis pun dilakoni. Tetapi kalau sudah berhasil, lupa berterimakasih.

Kalau musim ujian, bangku gereja penuh dengan orang berdoa, baik anak sekolah maupun orangtuanya. Tetapi setelah selesai ujian, bangku gereja kosong lagi.

Orang asing saja bisa berterimakasih, masak kita yang disebut anak Allah malah lupa berterimakasih.

Dari Lourdes menuju ke Italy
Menyinggahi pantai-pantai yang bersih
Sekecil apapun Tuhan memberi
Sepantasnya kita berterimakasih.

Lourdes, prosesi lilin di malam hari
Rm. A. Joko Purwanto Pr