ZAMAN Pak Harto berkuasa, semua orang, apalagi pejabat, sangat takut. Kalau beliau akan berkunjung ke suatu tempat, semua orang sibuk melakukan persiapan. Dari Gubernur, bupati, tentara, polisi, camat semua terlibat tak terkecuali. Mulai dari seragam, latihan menyanyi, baris di pinggir jalan diatur sangat teliti. Kunjungan hanya satu jam, tetapi persiapan bisa berbulan-bulan lamanya. Semua harus kelihatan sempurna di mata Pak Harto. Semua dibuat yang bagus-bagus, tak boleh ada yang salah. Semua bertindak ABS (Asal Bapak Senang).

Anak-anak sekolah disuruh pak guru menghapal jawaban-jawaban yang sudah disiapkan. “Siapa bapak kamu?” Jawabnya harus serempak, “Bapak Suharto.”
“Siapa ibu kamu?” harus dijawab, “Ibu Tien Suharto?”
“Apa cita-cita kamu?” harus dijawab serentak, “Tentara Angkatan Darat.”

Saat berkunjung tiba. Pidato-pidato pejabat selalu memuji Pak Harto sebagai bapak pembangunan, bapak kaum tani, bapak nelayan, bapaknya rakyat Indonesia dan aneka sanjungan bak hujan yang tak pernah berhenti. Beliau memanggil seorang anak untuk maju ditanyai. Semua pejabat dan guru mulai keringat dingin menanti jawaban anak itu.

“Siapa bapak kamu?” kata Pak Harto. “Bapak Presiden” jawabnya lantang. Semua tersenyum. “Siapa ibu kamu?” Jawab anak itu, “Ibu Tien”. Semua orang lega. Hapalannya masuk. “Kalau besar besuk kamu mau jadi apa?” Anak itu mungkin grogi diberi tepuk tangan meriah. Ia terdiam, lupa. Dari jauh Pak gurunya memberi isyarat tangan menunjuk di dada dengan sikap tegak sempurna menatap langit. Maksudnya ABRI. Anak itu melihat ke pak guru bersikap begitu, dia menjawab, “Pengamen.”

Pikirnya dia disuruh mengatakan siapa dirinya, karena pak guru menunjuk dada. Dia memang tiap harinya mengamen. Kepala sekolahnya pingsan dan para pejabat pucat pasi. Besuknya Bupati langsung dipindah ke Kalimantan dan kepala sekolah digeser ke pedalaman.

Kadang kita hanya mementingkan hal-hal lahiriah, yang kelihatan. Seremonial dan upacara yang kasat mata demi menyenangkan pimpinan. Apa yang nampak di luar, biar kelihatan baik dan dipuji orang. kita sering mengabaikan inti yang terdalam, aspek batiniah yang jauh lebih mendasar.

Yesus mengkritik orang-orang Farisi yang hanya mementingkan sisi luarnya, atau chasingnya saja. “Hai orang-orang Farisi, kalian membersihkan cawan dan pinggan bagian luar, tetapi bagian dalam dirimu penuh rampasan dan kejahatan.”

Mari kita belajar memberi perhatian bagian inti dalam yang lebih utama supaya apa yang indah dari dalam akan memancar menjadi kebaikan bagi orang-orang di sekitar kita.

Malam-malam mengupas buah.
Dimakan sambil nonton sandiwara.
Jangan terjebak oleh yang lahiriah.
Karena hal itu bisa mengelabui kita.

Cawas, bunga warna merah…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr