“Berilah Aku belaian Terakhir”
PENGALAMAN indah nan mengharukan dikisahkan oleh Pastor Pius Titirloloby dan Pastor Skia Mangsombe, dua imam projo Keuskupan Amboina. Mereka berdua melayani pemberkatan jenasah pasien covid19 yang baru saja meninggal.
Malam sebelum meninggal, pasien ini minta kepada perawat untuk membacakan Kitab Suci. Dia juga minta agar boleh tidur di lengan sang perawat. Pasien itu memohon, “bolehkah aku minta belaian lembut untuk yang terakhir kali?” Sang perawat dengan penuh kasih membelai pasien yang tidur di sampingnya sampai akhirnya dia dipanggil Tuhan.
Sungguh luar biasa pelayanan para perawat. Mereka tidak hanya merawat fisik yang sakit, tetapi juga menghantar jiwa menuju kedamaian abadi. Pasien itu menghadapi kematian dengan senyum bahagia. Ia dihantar kepada Tuhan dengan penuh cinta.
Covid19 mungkin mirip dengan penyakit kusta zaman dulu. Mereka disendirikan, dikarantina. Hidup terpisah dari orang lain. Banyak orang takut untuk mendekat. Takut tertular. Seperti dalam bacaan pertama, orang kusta itu harus tinggal di luar perkemahan, harus memakai pakaian cabik-cabik, rambut terurai dan menutupi mukanya sambil berseru; najis! najis!
Muncul pergeseran pemahaman bahwa orang kusta dianggap sebagai orang berdosa, orang najis, dikutuk Allah. Mereka dikarantina bukan karena berdosa tetapi demi keselamatan banyak orang. Supaya tidak semakin banyak orang tertular. Melulu demi kesehatan bersama.
Yesus tidak menjauhi mereka. Yesus mengulurkan tangan dan menjamah orang itu. “Aku mau, jadilah engkau tahir.”
Yesus tidak menjauhi, tetapi Dia menolong orang itu. Perawat yang menemani pasien covid itu membacakan Kitab Suci, membelai keningnya, membiarkan dia tidur dalam damai di lengannya. Walaupun pasien itu tidak sembuh, tetapi dia menyongsong hidup baru yang bahagia karena dicinta.
Sebagai gembala, sikap seperti Yesus itulah yang akan menyelamatkan, bukan menjauhi atau menakut-nakuti. Mereka butuh disapa dan didekati.
Mari kita tidak menunda waktu untuk menyapa dengan senyuman, membelai dengan kasih sayang, karena dengan demikian orang merasa bahagia karena dicinta.
Kapan dewi corona ini pergi,
Biar kita bisa bercengkerama.
Jangan menunda untuk mengasihi,
Dengan cinta hidup jadi bahagia.
Cawas, menunggu senja…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr