“The Golden Rule: Mengasihi”

DALAM Kitab Perjanjian Lama (Keluaran, Imamat dan Ulangan) sudah tertulis hukum pembalasan “mata ganti mata, gigi ganti gigi”.

Dalam codex Hamurabi (1780 SM) di Kerajaan Babilonia hukum pembalasan ini sudah menjadi undang-undang.

Hukum pembalasan (Latin: lex talionis) adalah asas bahwa orang yang telah melukai orang lain harus diganjar dengan luka yang sama oleh pihak yang dirugikan, atau menurut interpretasi yang lebih halus korban harus menerima ganti rugi yang setimpal.

Maksud di balik asas tersebut adalah untuk membatasi kompensasi pada nilai kerugian. Orang tidak boleh membalas sesuka hati, sewenang-wenang

Dalam PL ada 9 contoh (nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki, lecur ganti lecur, luka ganti luka, bengkak ganti bengkak, patah ganti patah) yang bisa dibalaskan.

Dalam perikope ini Yesus hanya menyebut dua sebagai contohnya, “mata ganti mata, gigi ganti gigi.”

Hukum pembalasan diganti menjadi hukum cintakasih. Yesus berkata, “Kalian mendengar, bahwa dahulu disabdakan, ‘Mata ganti mata, gigi ganti gigi.’ TETAPI Aku berkata kepadamu, ‘Janganlah kalian melawan orang yang berbuat jahat kepadamu. Sebaliknya, bila orang menampar pipi kananmu, berikanlah pipi kirimu.”

Kata TETAPI sengaja saya beri huruf besar dan tebal karena kata itu menunjukkan arti sebaliknya dari epigram sebelumnya.

Dengan ajaran kasih, Yesus mengubah aturan dunia. Ada tiga tahap perubahan. Pada awalnya prinsip “asu gedhe menang kerahe”. Yang besar, kuat, dia yang menang. Ini prinsip sewenang-wenang, chaos, kacau.

Keadaban manusia mulai memikirkan asas “keadilan.” Mata ganti mata, gigi ganti gigi. Kompensasi dibatasi sejauh apa yang dihilangkan. Namun asas kedua ini masih mengandung unsur balas dendam.

Yesus mengubah balas dendam dengan cintakasih. Asas ketiga; mengasihi adalah asas yang paling luhur. Kasih terwujud dalam pengampunan, tidak membalas tetapi memberi lebih yang diminta atau dituntut. “Berikanlah kepada orang apa yang dimintanya.”

Dunia yang diwarnai oleh egoisme, hitungan ekonomis “untung rugi” seringkali sulit menerapkan asas cintakasih.

Yang penting aku untung, aku senang, aku kaya, aku enak. “bodo amat orang lain mau susah, sengsara, menderita.” Emang Gue pikirin…?

Sikap apatis ini membuat orang tidak mau peduli dengan keadaan sosial, membiarkan masalah. Ia tak mau mengampuni sebagai wujud kasih.

Mengampuni bukan tindakan hina atau rendah. Justru pengampunan itu sesuatu yang luhur dan bermartabat. Bersediakah kita untuk mengampuni sebagai wujud kasih?

Nonton sinetron bareng teman.
Pengin nangis tapi gengsi.
Jangan suka balas dendam.
Hati-hati tensinya tinggi.

Cawas, salam sehat dan waras….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr