SUATU kali saya mendengar percakapan di sebuah kelompok doa. Saya duduk di belakang seorang bapak yang selesai memimpin doa dengan berkobar-kobar. Dia berbisik kepada seorang umat di sebelahnya, “Bapak sudah bisa bahasa Roh?” Umat itu menjawab, “Belum pak.” Orang itu kemudian menawari, “Bapak mau bisa berbahasa Roh? Silahkan datang ke kelompok kami tiap Minggu sore nanti saya ajari.”

Orang itu mengeluarkan kartu nama dari sakunya, dan menyerahkan kepada orang di sebelahnya.

Sambil berterimakasih, umat ini berkata, “Saya lebih ingin belajar bahasa hati pak daripada bahasa Roh. Saya rasa kalau hati kita sudah nyambung dengan Tuhan, kita tidak perlu bahasa Roh. Apa artinya bisa bahasa roh sendiri tetapi orang lain tidak nyambung. Maaf pak menurut saya bahasa Roh itu karunia Tuhan, jadi tidak bisa diajarkan.”

Acara doa berakhir dengan lagu puji-pujian meriah.

Ada sebagian orang yang berusaha keras ingin bahasa roh. Pikirnya kalau sudah bisa bahasa roh, imannya sudah sempurna.

Tanda kalau imannya hebat adalah kemampuan bahasa roh. Maka ada orang yang berusaha sekuat tenaga berdoa dengan bahasa roh.

Dalam Injil hari ini orang-orang Farisi datang kepada Yesus dan bersoal jawab. Untuk mencobai Dia mereka meminta dari pada-Nya suatu tanda dari surga.

Yesus mengeluhkan sikap orang-orang Farisi. “Mengapa angkatan ini meminta tanda? Aku berkata kepadamu: Sungguh kepada angkatan ini sekali-kali tidak akan diberikan tanda.”

Kadang kalau kita berdoa juga sering minta tanda atau mukjijat. Bahkan kita memaksa Tuhan. Tuhan baru diakui kalau memberi mukjijat.

Orang Farisi baru percaya kalau Yesus memperlihatkan suatu tanda dari surga. Kita kadang seperti orang-orang Farisi itu.

Kita tidak sadar, badan sehat, bisa menghirup udara segar, bisa bangun pagi, melihat kupu cantik, bunga yang segar itu juga sebuah tanda atau mukjijat.

Coba dengarkan sharing orang-orang yang sembuh dari covid19, pasti anda akan bersyukur karena diberi kesehatan yang baik oleh Tuhan.

Apa yang dikatakan bapak di atas benar, tidak perlu pandai bahasa roh, tetapi bisa mengerti bahasa hati.

Kalau hati kita sudah “klik” dengan Tuhan, kita bisa melihat hal-hal kecil dan sederhana itu sebagai mukjijat besar dari Tuhan. Dari situ kita akan bisa selalu bersyukur.

Sakit pincang namanya “lempoh.”
Orang yang menipu itu “goroh.”
Apa gunanya pandai bahasa roh,
Kalau hidupnya tidak bisa jadi contoh.

Cawas, mengejar senja….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr