PERMAINAN judi yang awalnya untuk bersukaria antara Kurawa dan Pandawa, akhirnya menjadi dendam membara permusuhan antar saudara.

Pandawa kalah. Drupadi istri Puntadewa menjadi taruhan. Karena merasa menang Kurawa bertindak sewenang-wenang. Diliputi nafsu kemenangan Sengkuni melepas kain Drupadi.

Ia ingin mempermalukan perempuan itu di tengah gelanggang. Dursasana dengan nafsu yang menggelegak, melepaskan gelung rambut Kunti, ibu para Pandawa, membuatnya “modhal-madhul” tak teratur.

Tidak terima diperlakukan demikian, Drupadi bersumpah tidak akan memakai penutup dada kalau tidak dengan kulitnya Sengkuni.

Kunti juga mendendam kepada Dursasana. Dia tidak akan keramas, jika tidak memakai darahnya Dursasana. Dalam perang baratayuda, dendam kesumat itu dibalaskan oleh Werkudara.

Dalam Injil hari ini Yesus mengajarkan agar orang tidak saling balas dendam. Rantai kekerasan dan balas dendam harus diakhiri dengan menghormati dan mengasihi orang lain.

Dia berkata, “Kalian telah mendengar bahwa dahulu dikatakan, ‘mata ganti mata; gigi ganti gigi.” Mungkin dahulu ada salah tafsir oleh para hakim atau ahli Taurat bahwa untuk menghukum orang yang salah harus diganjar setimpal atau sama dengan yang dilakukan orang.

Kalau orang memotong tangan orang lain, supaya setimpal, hakim menjatuhkan hukuman yang setimpal dengan ganti potong tangan. Hukum itu kemudian diterima wajar bagi setiap orang. Mata ganti mata, gigi ganti gigi.

Kesalahan penerapan hukum itu dikoreksi oleh Yesus dengan mengembalikan kepada hukum yang sesungguhnya. Bahwa orang harus mengasihi sesamanya sama seperti diri sendiri.

Yesus mengatakan, “Janganlah kalian melawan orang yang berbuat jahat kepadamu. Sebaliknya, bila orang menampar pipi kananmu, berikanlah pipi kirimu.”

Orang tidak boleh main hakim sendiri, karena hakim sesungguhnya adalah Tuhan. Yang kedua, hukum balas dendam tidak akan menyelesaikan masalah. Balas dendam hanya akan melahirkan dendam berikutnya.

Oleh karenanya hormat dan kasih kepada sesama menjadi hukum tertinggi yang harus diutamakan. Maka kalau kita tidak ingin disakiti, janganlah menyakiti. Kalau tidak ingin diperlakukan tidak adil, maka bersikaplah adil bagi orang lain.

Tanamlah kebaikan, maka kamu akan memetik buah kebaikan. “Berilah kepada orang apa yang dimintanya.” Dengan bersikap begitu, kita akan memetik buah kebaikan kita.

Burung tekukur burung gelatik.
Lebih besar lagi burung dara.
Marilah kita sering berbuat baik.
Kita akan punya banyak saudara.

Banyuaeng, bunga itu masih segar….
Rm. A, Joko Purwanto, Pr