“Sejarah Kelam”

SETIAP Bulan September selalu muncul polemik tentang pemutaran film G30S PKI. Ada yang pro dan ada yang kontra. Adalah mantan panglima TNI yang menginginkan rencana nobar film itu. Pemerintah melalui Menkopolhukam, Mahfud MD menanggapi dengan mengatakan, “Pemerintah tidak melarang atau pun mewajibkan untuk nonton film G 30 S/PKI tersebut. Kalau pakai istilah hukum Islam mubah. Silakan saja,” Cuma di masa pandemi ini warga disarankan untuk menjaga protokol kesehatan, jaga jarak, pakai masker, cuci tangan, agar tidak jadi cluster penularan virus corona.

Isue tentang bangkitnya kembali PKI adalah menu empuk tapi basi menjelang pilkada atau perebutan kekuasaan. Bisa dipakai untuk tunggangan menyerang lawan-lawan yang tidak disukai. Pemerintah sekarang tidak melarang, juga tidak mewajibkan masyarakat menonton film itu. Bagi mereka yang anti pemerintah, melarang atau mewajibkan bisa menjadi bumerang.

Di Lubang Buaya dibangun monumen Pancasila sakti atas prakarsa Pak Harto, presiden kedua. Monumen itu untuk mengenang pengkhianatan PKI yang akan mengganti ideologi Pancasila. Kita bisa mengenang tujuh pahlawan revolusi yang dibunuh PKI di sebuah sumur.

Dengan membangun monumen itu kita mengakui telah terjadi gerakan pengkhianatan ideologi dan itu telah memakan korban nyawa yang tidak sedikit jumlahnya. Harus menjadi pelajaran sejarah bagi kita semua.

Yesus mengkritik orang-orang Farisi, “Celakalah kalian, sebab kalian membangun makam bagi para nabi, padahal nenek moyangmulah yang telah membunuh mereka. Dengan demikian kalian mengakui, bahwa kalian membenarkan perbuatan nenek moyangmu, sebab mereka telah membunuh nabi-nabi itu dan kalian membangun makamnya.”

Yesus juga mengecam kita sebagai bangsa yang diam melihat pembantaian-pembantaian orang tak bersalah di tahun 1965. Kekerasan dan ketidakadilan yang memakan banyak korban tidak boleh terjadi.

Kita mesti bersyukur punya Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika sebagai landasan hidup bersama. Kita harus memperjuangkan nilai-nilai Pancasila itu hidup dan mengakar di segala sendi kehidupan. Lebih penting mewujudkan nilai Pancasila, bukan malah membangkitkan mummi yang sudah tidak ada nyawanya.

Ada titik berwarna merah.
Ternyata luka yang berdarah.
Belajarlah dari sejarah.
Biar bisa memetik hikmah.

Cawas, amplopnya siap…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr