Tulah Keris Mpu Gandring

KEKUASAAN atau tahta bisa menggoda setiap orang. Demi kuasa, orang bisa melakukan apa saja; menjegal, menyuap, menciptakan intrik, hoax dan fitnah, bahkan saling bunuh membunuh.

Karena kekuasaan, kawan bisa menjadi lawan, sahabat bisa jadi musuh berat.

Kisah keris Mpu Gandring bisa menjadi cermin bagaimana kekuasaan menelan banyak korban.

Ken Arok mendengar dari Resi Lohgawe, bahwa barang siapa memperistri Ken Dedes yang cantik, dia akan menjadi raja dunia.

Waktu itu Ken Dedes adalah permaisuri di Tumapel, istri dari Tunggul Ametung. Ken Arok adalah orang kepercayaan Tunggul Ametung.

Ken Arok berniat membunuh Tunggul Ametung dan mengambil Ken Dedes sebagai istrinya.

Ia memesan sebuah keris sakti kepada Mpu Gandring dalam waktu singkat. Mpu Gandring menyanggupi, namun warangka (sarung) belum selesai.

Ken Arok marah, karena terburu waktu, ia menyarungkan keris ke tubuh Mpu Gandring. Mpu Gandring mati oleh keris buatannya sendiri.

Mpu Gandring mengutuk bahwa keris itu akan memakan kurban tujuh turunan.

Kebo Ijo tertarik melihat keris Ken Arok. Ia meminjamnya dan dipamerkan kepada kalayak ramai. Ken Arok sengaja meminjamkan dengan tujuan supaya niat jahatnya tidak diketahui.

Orang mengira itu kerisnya Kebo Ijo. Pada saat yang tepat Ken Arok membunuh Raja Tumapel dan mengambil Ken Dedes.

Semua orang menuduh bahwa Kebo Ijolah yang membunuh Tunggul Ametung. Kebo Ijo lalu dibunuh dengan keris oleh Ken Arok. Dia menjadi raja baru di Singasari.

Ken Dedes punya anak dari Tunggul Ametung, Anusapati. Ia membalas dendam atas kematian ayahnya. Maka dengan keris Mpu Gandring, dia membunuh Ken Arok dengan bantuan Ki Pengalasan.

Untuk menghilangkan jejak, Anusapati membunuh Ki Pengalasan. Anusapati mengambil alih kekuasaan di Singasari.

Namun tidak lama Tohjaya, anak Ken Arok dengan Ken Umang ingin membalas dendam. Ia membuat pertunjukan sabung ayam di alun-alun.

Ketika Anusapati sedang asyik menikmati sabung ayam, Tohjaya menusuknya dengan keris.

Tetapi Tohjaya tidak lama memerintah. Intrik kekuasaan terjadi di antara keluarga kerajaan. Tohjaya terbunuh dalam perang saudara memperebutkan tahta.

Dalam Injil, ibu dari Yakobus dan Yohanes minta kedudukan atau kuasa kepada Yesus. “Berilah perintah supaya kedua anakku ini kelak boleh duduk di dalam Kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah kanan-Mu, dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu.”

Kesepuluh murid yang lain marah kepada kedua saudara itu. Bisa jadi mereka marah karena iri. Mengapa kami juga tidak diberi kedudukan atau kuasa di dalam Kerajaan-Nya? Semua tergiur untuk memperoleh kuasa.

Namun Yesus justru mengajarkan kepada mereka. “Barang siapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah dia menjadi pelayanmu, dan barang siapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah dia menjadi hambamu.”

Ia memberi teladan kepada mereka. “Anak Manusia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani, dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”

Bukan kuasa atau kedudukan yang dipentingkan, tetapi semangat melayani sebagai hamba itulah yang harus diperjuangkan.

Sesungguhnya Semangat melayanilah inti dari kekuasaan.

Ada mendung tidak ada hujan.
Hari gelap ditutup awan-awan.
Gila tahta bisa menjerumuskan,
Mengubah kawan menjadi lawan.

Cawas, Tahta untuk rakyat….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr