BIARAWAN William dari Baskerville dipanggil ke sebuah biara Benediktin di Italia Utara. Dia bersama muridnya Adso dari Melk diminta membongkar kematian misterius para penghuni biara. Adelmo dari Otranto, biarawan muda ditemukan mati di lereng bukit dari menara biara. Menyusul kemudian Venantius, penerjemah manuskrip berbahasa Yunani mati mengambang di tong berisi darah babi. Penerjemah itu mati dengan noda hitam di jari dan lidahnya. Ketakutan akan sihir dan kematian misterius makin mencekam seluruh isi biara.

Wlliam menemukan sebuah tanda yakni noda hitam di jari dan lidah. Ada sebuah buku misterius yang dibaca oleh para biarawan. Berengar pria kidal itu juga mati di bak mandi dengan noda hitam di jari dan lidahnya. William ingin menyelidiki perpustakaan biara tetapi dihalangi oleh Jorge, kepala biara. Dia bahkan memanggil Bernardo Gui, inkusisi kepausan agar menghukum orang-orang yang dituduh bersekutu dengan sihir dan setan.

Sebelum inkuisisi itu datang, William harus bisa mengungkap misteri kematian mereka. William dan Adso menemukan sebuah labirin menuju ke perpustakaan yang luas di atas skriptorium. William meneliti meja penterjemah yang biasa dipakai untuk membaca buku-buku filsafat. Di perpustakaan itu ada banyak karya-karya para filsuf progresif yang karya-karyanya membahayakan ajaran iman. Salah satunya adalah buku kedua karya Aristoteles tentang Komedi.

William meneliti buku itu. Dengan sarung tangan dia membuka halaman demi halaman. Dia tahu buku itu telah diberi racun di sisi luar halamannya. Agar buku itu tidak dibaca orang. Siapa pun yang membaca buku itu, akan memakai jarinya yang diusapkan di lidah. Dengan air ludah mereka membuka halaman demi halaman. Racun dari halaman buku itulah yang membunuh pembacanya.

Terakhir kematian Malachia yang sekarat dengan noda hitam di jari dan lidahnya semakin menguatkan analisis William. Jorge sang kepala biara akhirnya juga bunuh diri karena ketahuan dia menyembunyikan karya-karya para filsuf kafir. Apa yang disembunyikan akhirnya terkuak juga.

Yesus memperingatkan kepada murid-murid-Nya, “Waspadalah terhadap ragi, yakni kemunafikan kaum Farisi.” Suatu saat apa yang ditutup-tutupi oleh kaum Farisi akan terkuak juga. Kemunafikan itu hanyalah topeng untuk menutupi kejahatan mereka. Serapi-rapinya kemunafikan, akhirnya akan terbongkar juga.

Para biarawan ingin agar iman tidak dirusak oleh ilmu pengetahuan. Buku Aristoteles itu akan menimbulkan tawa bagi orang bijak dan merusak iman bagi yang sedang belajar. Ia menyembunyikan itu dengan memberi racun di buku-buku para filsuf “kafir.”

Kaum Farisi adalah penebar kemunafikan. Kemunafikan itu bisa meracuni otak, pikiran dan perilaku kita. Maka Yesus mengingatkan agar mereka tidak terjebak oleh perilaku “pura-pura baik” yang dipertontonkan kaum Farisi.

Tiada sesuatu pun yang tertutup yang takkan dibuka, dan tiada sesuatu pun yang tersembunyi yang takkan diketahui. Maka berhati-hatilah terhadap kepura-puraan.

Ada bayangan bulan kembar dua.
Memancar indah aneka warna.
Dunia ini panggung sandiwara.
Ada yang jujur ada juga yang berpura-pura.

Cawas, menatap langit…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr