– “Gethok Tular” Alias Word of Mouth –

JANGAN meremehkan model penawaran “gethok tular” atau iklan dari mulut ke mulut (Word of Mouth). Di sebuah pintu keluar warung soto tertulis pesan, “Jika anda puas wartakan kepada teman, jika kurang puas laporkan kepada kami.” Tulisan itu mengandung pesan untuk mempromosikan kepuasan kepada orang banyak. Ketidak-puasan cukup dijadikan evaluasi internal.

Konsumen yang puas akan menceritakan kepada tiga orang lain. Konsumen yang tidak puas akan mengabarkan kepada sebelas orang lain. Maka pertimbangkan mulut konsumen.

Sebuah contoh; Blue Bird taksi dibangun bukan melalui iklan yang canggih, tetapi lewat attitude atau sikap sopir yang sopan, baik, tepat waktu, pelayanan yang tulus, argometer wajar tidak mencekik. Proses itu dilakukan bertahun-tahun, sehingga muncul brand positif. Taksi warna biru itu aman dan baik.

Dahulu ada bus namanya Sumber Kencono, melayani trayek Surabaya-Yogyakarta. Sopirnya suka ngebut dan ugal-ugalan di jalanan. Sering terjadi kecelakaan dan pelanggaran indisipliner.

Berdasarkan data selama tahun 2009, bus Sumber Kencono terlibat dalam 31 kali kecelakaan dengan korban 19 nyawa. Tahun 2010, jumlah kecelakaan naik menjadi 35 kali dengan korban 17 orang. Sedangkan selama tahun 2011 jumlah kecelakaan 13 kali dengan 36 orang meninggal.

Stigma buruk terlanjur melekat di hati konsumen. Banyak orang membuat plesetan nama Sumber Kencono menjadi Sumber Bencono (Sumber Bencana).

Kendati nama armadanya diubah menjadi Sumber Selamat, Sugeng Rahayu, tetapi stigma itu susah dihilangkan. Kalau perilaku tidak berubah walau bajunya baru ya sama saja. Konsumen yang tidak puas bisa sangat kejam, mematikan.

Yohanes Pembaptis memberitakan sebuah iklan, “Lihatlah Anak Domba Allah.” Dua orang muridnya kemudian mengikuti Yesus dan tinggal bersama Dia. Setelah mengalami tinggal bersama Yesus, Andreas lalu menceritakan kepuasannya kepada Simon Petrus. “Kami telah menemukan Mesias.” Terjadilah peristiwa “gethok tular.” Lalu Andreas membawa Simon kepada Yesus. Mereka pun mengikuti Dia.

Seandainya kita ini konsumen, apakah kita mengalami kepuasan mengikuti Yesus? Apakah kita juga secara “gethok tular” menceritakan perjumpaan dengan Yesus itu kepada orang lain, sehingga banyak orang percaya kepada Yesus? Jangan-jangan kita hanya menikmati untuk diri sendiri.

Dua parabola sudah kuat terikat.
Drakor di TV sudah bisa main.
Karena percaya Yesus anda selamat.
Wartakan itu kepada orang lain.

Cawas, terjeda sebentar…..
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr