“Seratus Persen Katolik, Seratus Persen Indonesia”

SEMBOYAN heroik itu muncul dari Mgr. Albertus Soegijopranoto, Uskup Semarang. Waktu itu agama Katolik dianggap agama asing, agama penjajah. Soegijo ingin umat Katolik sungguh-sungguh menghayati keindonesiaannya. Hal itu ditunjukkannya secara nyata. Ketika pemerintahan RI berpindah dari Jakarta ke Jogjakarta, Soegijo ikut bergabung dengan Soekarno. Beliau memindahkan pusat keuskupan dari Semarang ke Jogjakarta pada Februari 1947.

Sukarno pernah mengatakan, “Kalau jadi Hindu, jangan jadi orang India.Kalau jadi Katolik jangan jadi orang Eropa. Tetaplah jadi orang Indonesia dengan adat budaya Nusantara yang kaya raya ini.”

Sukarno dan Soegijo ingin agar nilai agama merasuk dan menerangi nilai kehidupan dan adat budaya Indonesia. Menjadi Katolik tidak kehilangan jiwa keindonesiaannya. Menjadi Indonesia tidak bertentangan dengan nilai agamanya. Semboyan Soegijo itu menginspirasi pemuda-pemuda katolik seperti Agustinus Adisudipto dan Ignatius Slamet Riyadi yang gugur ikut membela Republik Indonesia.

Belum lama ini ada undangan rapat dari Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). OMK dan Pemuda Katolik diundang juga. Sayang sekali, yang hadir dari pihak Katolik hanya ada dua orang, dari Paroki Cawas dan Pedan. Itu pun yang satu berstatus koster stasi, karena tidak ada satu pun OMK yang mau. Sementara teman-teman dari NU, Muhamadiyah dan organisasi kepemudaan lain antusias hadir.

Contoh kecil ini menggambarkan kurangnya semangat nasionalisme dan militansi orang muda Katolik. Ada semacam ketidakpedulian orang muda terhadap kehidupan sosial kemasyarakatan. Orang muda terlalu asyik hidup dalam ghetonya sendiri. Tidak mau keluar berjuang dengan teman-teman lain yang berbeda agama untuk memikirkan bersama tentang keindonesiaan. Orang muda kita minder dan kerdil untuk bergumul bersama membangun Indonesia. Apakah mereka sudah seratus persen Katolik? Mudah-mudahan. Apakah mereka sudah seratus persen Indonesia? Jawablah sendiri.

Yesus hari ini menantang kita semua untuk menunjukkan semboyan Soegijo itu. Dia berkata, “Berikanlah kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.”

Cinta kepada sesama termasuk cinta pada Tanah Air tidak bertentangan dengan cinta kepada Tuhan. Justru mencintai Tuhan itu diwujudkan dalam mencintai sesama, termasuk cinta Tanah Air, cinta lingkungan hidup, mencintai hutan dan margasatwanya. Jangan hanya mencintai apa yang kita maui saja. Mari kita refleksikan apa yang sudah saya sumbangkan untuk Tanah Air kita tercinta ini?

Tinggal anggrek satu-satunya,
Yang tergantung di jendela.
Kalau kita mencintai Indonesia,
Kita sedang mewujudkan iman kita.

Cawas, cari alternatif baru….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr