Ira Dei atau Murka Tuhan.

ADA sebagian orang yang berpendapat bahwa bencana itu adalah kutukan Tuhan. Peristiwa tsunami, gempa dan tanah longsor, gunung meletus, banjir bandang atau peristiwa sial lainnya dianggap sebagian orang sebagai kutukan.

Tuhan sedang murka sehingga mendatangkan bencana.

Pada Tahun 1755 terjadi gempa dan tsunami dasyat di Lisbon, Portugal yang mengakibatkan kehancuran seluruh kota.

Gereja katedral Lisboa, Basilika Sao Paulo, Gereja Misericordia, Rumah Sakit Kerajaan dan istana Ribeira luluh lantak. Kurban meningal diperkirakan 90.000 jiwa.

Para tokoh agama mempertanyakan kejadian ini. Apakah Tuhan murka pada kita? Mengapa Tuhan membiarkan kehancuran terjadi? Mengapa Tuhan diam saja? Bagaimana iman kita menyikapi persoalan ini?

Jauh sebelumnya, Kitab Ayub dalam tradisi Deuterokanonika sudah menjawabnya.

Ayub seorang yang saleh hidupnya mengalami kemalangan yang luar biasa. Teman-temannya berkata bahwa Ayub dikutuk oleh Tuhan. Namun Ayub menolak pandangan itu.

Menurutnya, Tuhan itu maha baik. Ia tidak bersalah atas terjadinya bencana, penderitaan dan kemalangan yang menimpanya.

Yesus dihadapkan pada persoalan yang sama ketika sebagian orang mengabarkan tentang kematian orang-orang Galilea yang dibunuh Pilatus dan darahnya dicampur dengan darah korban persembahan.

Darah mereka dianggap kotor, najis, berdosa. Darah kutukan yang membawa bencana.

Juga kejadian yang menimpa delapanbelas orang yang tertimpa menara dekat kolam Siloam. Kematian mereka dianggap nista, maka terkutuklah cara mati demikian.

Penderitaan dan kemalangan tidak boleh dipakai untuk mengadili atau mengutuk seseorang. Bahkan menyalahkan Tuhan.

Yesus justru menekankan, “Kalau kamu tidak bertobat, kamu semua pun akan binasa dengan cara demikian.”

Mereka yang menjadi korban itu tidak lebih berdosa daripada kita. Kita tidak boleh menganggap diri lebih suci, bersih dan saleh.

Peristiwa-peristiwa itu harus membuat kita merenung, berefleksi diri, berani bertobat.

Penderitaan, kemalangan, bencana adalah misteri kehidupan. Dunia dan kita ini rapuh dan terbatas, mudah gagal. Oleh karena itu kita harus terus berusaha sebaik mungkin.

Seperti pengurus kebun yang tidak putus asa, tetapi berusaha memelihara pohon ara supaya menghasilkan buah. Ia mencangkul, memberi pupuk dan menyirami serta merawatnya.

“Mungkin tahun depan akan berbuah, jika tidak, tebanglah.”

Jika ada orang gagal, jatuh, menderita, mengalami kemalangan, janganlah kita merasa senang, merasa paling benar, merasa paling beruntung, merasa paling dikasihi Tuhan.

Kalau sedang dirundung derita dan kemalangan kita tidak boleh menyalahkan Tuhan, menghujat dan membawa-bawa nama Tuhan.

Kita diajak bertobat dan berusaha hidup lebih baik lagi.

Kalau cari batik ada di Pekalongan.
Kalau mau kain lurik ya ada di Pedan.
Sukanya menyebut-nyebut nama Tuhan,
Tapi kalau menderita suka menyalahkan.

Cawas, Tuhan maha baik….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr