Teman Perjalanan

WAKTU tugas di Simpangdua, saya jarang turun ke Ketapang lewat Sukadana karena tidak hapal rute jalannya.

Baru dua kali saya melewati di situ. Itupun karena ditemani Romo Made dengan sepeda motor. Jalur ini memang lebih singkat dan dekat.

Saya masih hapal kalau melewati Stasi-stasi Bukang, Banjur, Otong, Merangin. Tetapi sudah tak tahu jalan selepas Lembawang, harus menyeberang pakai kelotok ke Mentaba, lanjut ke Melano, Sukadana, Siduk sampai Ketapang.

Saya lebih suka lewat jalur panjang; Simpangdua- Laur -Sandai –Tayap-Tembelina- Indotani-Pelang- Ketapang.

Jalur ini banyak tempat singgah untuk melepas lelah sambil minum kopi atau juice di Tayap. Kalau mau makan sate kambing ada warung di Sungai Rayak.

Perjalanan panjang itu sangat melelahkan. Kalau hujan banyak genangan berlumpur. Kalau kemarau dihadang oleh debu tebal.

Kalau ada teman dalam perjalanan, rasanya aman dan tenang. Kalau motor rusak, ban kempes atau kehabisan bensin, ada teman yang menolong. Capek dan penat hilang karena ada teman.

Kita bisa saling ngobrol dan menguatkan. Menempuh perjalanan jauh, berat dan melelahkan perlu ada teman. Kita bisa saling berbagi, menolong dan menghibur.

Itulah yang dialami dua murid yang mengadakan perjalanan pulang ke Emaus. Mereka membawa beban kekecewaan yang berat.

Harapan yang selama ini sangat tinggi, jatuh terpuruk sangat dalam. Kesedihan ditinggalkan sang idola atau yang dikasihi menjadi duka yang membekas. Mereka putus asa dan lunglai tak bersemangat. Di dalam Kitab Suci disebut muram, sedih dan lamban hati.

Namun tiba-tiba ada “teman” yang nimbrung dalam perjalanan. Yesus datang. Namun karena sedih dan kecewa yang tak terkira, mata hati mereka tak mampu mengenal-Nya.

Ia menguatkan mereka dengan menerangkan isi Kitab Suci. Bahwa semua itu harus terjadi untuk memenuhi nubuat para nabi. Perbincangan menjadi asyik.

Beban menjadi ringan, tak terasa. Tahu-tahu sudah mendekati kampung.

Mereka mengajak “teman” singgah karena hari sudah petang.

Terjadilah!! Ketika memecah roti untuk makan, mereka baru terbuka hatinya. Mereka melihat Yesus membagi roti. Mereka baru sadar bahwa “teman” perjalanan tadi adalah Tuhan sendiri.

Yesus hadir tanpa mereka sadari. Hati mereka berkobar-kobar. Perjumpaan yang mengubah; dari sedih jadi sukacita; dari lamban jadi semangat, muram jadi berkobar-kobar.

Pertanyaan reflektif: Apakah anda pernah mengalami ditemani Tuhan dalam peziarahan hidup yang sulit dan berat?

Melalui siapakah Tuhan hadir menemani anda? Bagaimana pengalaman itu mengubah hidup anda?

Berjemur diri di panas matahari,
Hanya dinaungi oleh daun-daun jati.
Sungguh bahagia punya teman sejati,
Selalu hadir meringankan beban di hati.

Cawas, Kaulah teman sejati…..
Rm. A. Joko Purwanto, Pr