“Pancasila Dan Hukum Utama”

PADA waktu diasingkan di Ende 1934-1939, Soekarno tidak punya hubungan dengan dunia luar dan para loyalisnya. Di sana ia bergaul dan sering berdialog dengan Pastor Paroki Ende, Gerardus Huijtink.

Pastor juga memperbolehkan Soekarno membaca buku-buku di ruang pustaka. Di situ Soekarno membaca semua buku, termasuk juga Kitab Suci, karena hanya itulah satu-satunya hiburan mengisi waktu luang.

Di Ende Soekarno merenungkan tentang dasar sebuah negara. Di suatu taman di bawah pohon sukun, Soekarno menemukan gagasan tentang lima sila, yang nantinya pada tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang BPUPKI Soekarno melontarkan idenya menjadi Pancasila.

Bukan sebuah kebetulan bahwa sila pertama adalah Ketuhanan yang mahaesa, dan yang kedua adalah Kemanusiaan yang adil dan beradab.

Dua sila ini saling berurutan. Menyembah kepada Tuhan yang maha esa dan mengasihi manusia dengan adil dan beradab.

Dalam Injil Yesus ditanya oleh seorang ahli Taurat, “Guru, hukum manakah yang terbesar dalam hukum Taurat?”

Yesus menjawab, “Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang utama dan yang pertama. Dan hukum kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”

Pancasila itu sangat Injili karena menyebutkan yang pertama adalah Ketuhanan yang mahaesa dan yang kedua adalah Kemanusiaan yang adil dan beradab.

Yang pertama adalah percaya dan menyembah Tuhan dengan segenap jiwa raga, dan yang kedua adalah mengasihi manusia dengan adil dan beradab.

Yesus mengatakan bahwa hukum yang kedua, mengasihi sesama itu sama dengan hukum pertama yakni mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi.

Maka bisa dikatakan bahwa mengasihi Tuhan terwujud dengan mengasihi sesama. Bagaimana kita bisa mengklaim mengasihi Tuhan, tetapi di sisi lain membenci sesamanya?

Bahkan ada yang berani mengklaim punya kapling surga, tetapi caranya harus membunuh sesamanya??

The Founding Fathers kita sungguh bijaksana. Dari Pancasila itu kita diingatkan untuk mengasihi Allah dalam diri sesama manusia, saudara sebangsa dan setanah air.

Kasih kepada manusia adalah wujud dari kasih kepada Allah. Bagaimana kita bisa mengasihi Allah yang tidak kelihatan, kalau kita tidak bisa mengasihi manusia yang kelihatan?

Amal perbuatan kita di dunia akan menentukan surga kita di akherat sana. Cinta kita kepada manusia akan menentukan kualitas cinta kita kepada Allah.

Tidak usah teriak-teriak pakai pengeras suara kalau mencintai Allah. Tetapi wujudkan saja dengan menghargai dan menghormati sesama warga yang berbeda-beda agama, suku, etnis dan adatnya.

Sudahkah kita mengasihi sesama, khususnya yang miskin, menderita, tersingkir dan tak berdaya?

Agustusan biasanya banyak lomba.
Kini sepi karena masih ada corona.
Kita amalkan dan hayati Pancasila.
Dengan menghargai sesama warga yang berbeda.

Cawas, masih agustusan….
Rm. Alex, J. Purwanto, Pr