ADA dua orang yang menerima kabar gembira dari Malaikat Gabriel. Zakaria dan Maria. Yang dialami Zakaria berbeda dengan Maria walaupun mereka sama-sama terkejut dan mempertanyakan apa makna kabar itu.

Zakaria mempertanyakan karena Elisabet istrinya mandul dan sudah tua. Zakaria tidak percaya bahwa hal itu bisa terjadi. Maria juga mempertanyakan apa arti kabar dari Malaikat Gabriel.

Maria terkejut dan heran juga. Ada unsur ketidak percayaan juga menghadapi kenyataan itu. Realitas itu adalah sesuatu yang mustahil. Apalagi dia belum bersuami.

Namun menghadapi kemustahilan itu, Maria percaya kepada Allah. “Aku ini hamba Tuhan. Terjadilah padaku menurut perkataanMu itu.” Jawaban Maria ini membedakan dengan tanggapan Zakaria.

Zakaria menjadi bisu karena dia tidak percaya atas kabar Malaikat Gabriel. Zakaria berhenti pada ketidakpercayaan. Ia tidak melihat karya Allah itu dalam dirinya.

Sedang Maria melihat jauh ke depan. Karya Allah lebih diutamakan daripada kepentingan dirinya sendiri. “Terjadilah padaku menurut perkataanMu.” Kehendak Allah harus terjadi daripada kehendak sendiri.

Maria melihat kehendak Allah lebih utama demi keselamatan umat manusia. Mata hati Maria menerawang ke hati Allah yang ingin menyelamatkan manusia.

Inilah mata rohani Maria yang peka terhadap kehendak Allah. Kepekaan hati inilah yang pantas kita teladani dari Bunda Maria.

Selain itu, Maria juga mengakui kerendahan hatinya. “Aku ini hamba Tuhan.” Maria mengaku diri sebagai hamba. Seorang hamba yang taat dan patuh kepada kehendak tuannya.

Itulah ketaatan seorang hamba atau abdi. Mampukah kita juga memposisikan diri sebagai hamba meneladan seperti Maria.

Marilah kita mengasah kepekaan dan kerendahan hati seperti teladan Maria sehingga nama Tuhan semakin dimuliakan.

Naik kereta menuju Pacitan
Makan tahu di Tawangmangu
Maria teladan kesucian
Doakanlah kami anak-anakmu

Cawas, menunggu hujan reda
Rm. A. Joko Purwanto Pr