Hargai Budaya Sendiri.

ADA banyak ilmuwan pandai di Indonesia tetapi hasil karyanya tidak dihargai di negeri sendiri. Hasil karya mereka malah diterima dan dihargai di negara asing.

Ambil contoh misalnya, Dr. Khoirul Anwar yang berhasil menciptakan teknologi broadband. Hasil karyanya justru mendapat penghargaan di California dan Jepang.

Contoh lain, Muhamad Nurhuda yang menciptakan kompor ramah lingkungan. Karya dosen Universitas Brawijaya ini tidak laku di negeri sendiri, tetapi justru laku di India, Peru, Timor Leste dan sebagian negara Afrika.

Kompor buatan Nurhuda sudah diproduksi massal di Norwegia.

Yesus kembali ke Nasaret, kota asal-Nya. Namun orang-orang Nasaret justru tidak mempercayai-Nya. Orang-orang Nasaret, tetangga Yesus tahu siapa keluarga-Nya. Mereka tidak percaya akan kuasa Yesus.

Mereka mengenal latar belakang keluarga-Nya. Mereka kenal siapa-siapa kerabat-Nya. Mereka heran darimana kata-kata indah itu didapat-Nya sehingga Dia bisa mengajar di rumah ibadat mereka.

Orang-orang Nasaret itu tidak bisa mempercayai-Nya. Mereka menutup diri terhadap pengajaran-Nya.

Ia menegaskan, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya.”

Yesus mengkritik kedegilan hati mereka. Ia menunjukkan contoh-contoh bagaimana seorang nabi justru tidak dihargai di tempat asalnya sendiri.

Nabi Elia dan Elisa tidak dipercaya oleh bangsanya sendiri. Justru janda di Sarfat dan Naaman orang Siria percaya pada nabi dari Israel.

Mereka justru menyembuhkan orang-orang asing yang percaya seperti Janda di Sarfat dan Naaman dari Siria itu.

Bangsa Indonesia juga dibuat untuk tidak mencintai budaya sendiri. Kita dicecar dengan budaya asing. Wayang diharamkan. Baju kebaya yang warna-warni diganti dengan baju seragam berkabung. Kendi dianggap musrik.

Ada kelompok yang berusaha mendegradasikan nilai-nilai budaya kita dan membuat asing di negerinya sendiri.

Barusan kita melihat Marc Marques asyik bergoyang dengan penyanyi dangdut sebelum ajang motoGP.

Orang-orang asing saja sangat menikmati dan menghargai budaya kita, mosok kita malah tidak menghargai budaya sendiri.

Kita ini hidup di negeri yang sangat kaya dengan aneka kebudayaan. Kita tidak hidup di tengah padang pasir. Semestinya kita menghargai nilai-nilai budaya sendiri.

Jangan sampai terjadi seperti reog Ponorogo yang mau diklaim orang Malaysia menjadi budayanya.

Yesus mengkritik orang-orang di kampung asal-Nya sendiri yang tidak mau menerima dan menghargai karya anak bangsa. Hal yang sama juga terjadi di negeri kita sendiri.

Kita kurang menghargai budaya sendiri. Malah tergila-gila dengan budaya asing. Kita harus mencintai dan menghargai hasil budaya kita sendiri.

Nonton balap motor dari atas gunung,
Walau hujan deras tidak kering-kering.
Kita punya budaya yang adi luhung,
Jangan terkecoh dengan budaya orang asing.

Cawas, aku bangga budaya sendiri…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr