Matius adalah pemungut cukai. Ia hidup di dunia yang “basah”. Masih ingat kisah pegawai dirjen Pajak yang ditahan tetapi bisa nonton pertandingan tenis di Bali?
Nah, mirip-mirip itulah situasi Matius. Hidup nyaman dengan madece (masa depan cerah) karena posisi dan kedudukannya, Matius sebagai pemungut cukai.
Bergelimangnya harta dan fasilitas ternyata tidak membuat hati Matius tentram. Ada sesuatu yang menggelisahkannya. Ada sesuatu yang belum bisa dijawab dalam hidupnya.
Dalam arti tertentu Matius berada di zona nyaman. Yang tidak nyaman adalah statusnya yang dicap sebagai pendosa.
Pemungut cukai digolongkan dalam kelompok pengkhianat bangsa. Ia menindas rakyat dan pengabdi penjajah Romawi. Ia memungut pajak tinggi-tinggi dari rakyat.
Bisa diduga pajak itu tidak hanya masuk pemerintah Romawi tetapi juga untuk dirinya sendiri. Situasi seperti inilah yang membuat Matius merasa tidak tentram hidupnya.
Maka ketika Yesus berkata, “Ikutlah Aku.” Matius langsung meninggalkan meja cukai dan mengikuti Dia.
Banyak orang tahu dan mengikuti Yesus. Pasti Matius juga paham siapa itu Yesus. Maka ketika Dia memanggilnya, Matius tanpa pikir panjang langsung menyambutNya.
Dan kata-kata Yesus semakin menguatkannya,”Aku datang bukan memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.”
Matius mengakui bahwa dia dalam posisi sebagai pemungut cukai adalah orang berdosa. Ia juga merasa sebagai orang yang sedang “sakit”, maka ia butuh seorang tabib.
Maka ketika Yesus memanggilnya, Matius menemukan pribadi yang selama ini dia butuhkan. Melimpahnya harta apalah artinya jika hidup tidak menemukan kebahagiaannya.
Perjumpaan dengan Yesus itulah kebahagiaan hidupnya. Maka Matius mensyukuri itu dan mengundang Yesus untuk makan bersama di rumahnya.
Makan bersama adalah tanda sukacita dan kebahagiaan bersama. Berjumpa dengan Yesus mendatangkan sukacita dan keselamatan. Akhirnya Matius meninggalkan semua dan mengikuti Yesus sampai akhir.
Sambal cabai sambal merica
Dua-duanya tidak enak di mata
Melimpahnya harta apalah artinya
Jika dalam hatimu tidak ada cinta
Cawas, suatu pagi yang cerah
Rm. A. Joko Purwanto Pr