Upacara “Ngabekten”

KERATON Ngayogyakarta mempunyai tradisi “ngabekten,” yaitu bersujud atau sungkem kepada raja. Ngabekten dilakukan setiap hari raya Idul Fitri.

Hari pertama biasanya diikuti kaum lelaki, mulai dari urutan paling dekat atau tinggi kedudukannya; para pangeran, kerabat, sentana Dalem dan paling belakang adalah abdi Dalem.

Hari kedua diikuti kaum perempuan; mulai dari permaisuri, putri-putri, kerabat, sentana dan abdi Dalem putri.

Ada aturan atau pranatan ketat yang harus diikuti; cara berpakaian, cara duduk, berjalan dan lainnya.

Mereka berurutan maju dengan “laku dhodhok” atau jalan jongkok dengan takzim, menyembah dan mencium lutut Raja yang duduk di tahta.

Mengapa cium lutut? Salah satu gelar Sultan atau raja adalah “Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem.”

Sampeyan artinya kaki. Lutut adalah motor penggerak kaki. Mencium lutut maknanya langkah seorang raja itu diikuti oleh rakyatnya.

Raja menjadi teladan, dituakan, panutan yang diikuti seluruh rakyat. Rakyat berbakti dengan sungkem atau menyembah, mencium lutut raja.

Menyembah raja menjadi tradisi yang terus dilakukan sampai sekarang. Kendati sultan tidak ada di keraton, namun para abdi Dalem selalu menyembah, menghormat tahta raja yang berada di Bangsal Kencana sebagai tanda bakti, sujud dan hormat.

Hari ini Gereja Katolik merayakan Pesta Takhta Santo Petrus. Pesta ini mau mengungkapkan sikap hormat dan bakti kita kepada Petrus dan para penggantinya yang ditunjuk oleh Yesus menjadi pemimpin jemaat-Nya.

“Engkau adalah Petrus, dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku, dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga, dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di surga.” Sabda Tuhan.

Sebagaimana para abdi Dalem, kita ini adalah hamba, abdi atau umat Kristus yang disatukan dalam penggembalaan Petrus dan para penggantinya.

Seperti para abdi Dalem itu menyembah tahta raja sebagai pengejawantahan raja yang memerintah, kita juga menghormati dan taat pada Petrus yang ditunjuk memimpin gereja.

Kita bersyukur tradisi pewarisan iman diturunkan terus menerus melalui Petrus dan para pemimpin gereja. Mereka selalu menjaga iman yang autentik sampai sekarang.

Duaribu tahun telah berjalan, Iman akan Yesus itu dijaga, dirawat dan dikembangkan sampai sekarang dan untuk selamanya.

“Alam maut tidak akan menguasainya,” demikian Yesus terus menyertai perjalanan gereja.

Apakah anda bangga dan bersyukur menjadi orang Katolik yang dipimpin oleh Petrus dan para penggantinya?

Apakah anda merasa bersatu dengan gereja universal yang dipimpin oleh Paus sebagai pengganti Petrus?

Malam malam ribut mengejar tikus,
Yang bersembunyi nyaman di bawah meja.
Gereja dibangun di atas wadas yaitu Petrus.
Mari wujudkan perutusan Tuhan bagi kita semua.

Cawas, Santo Petrus doakanlah kami…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr