“Sulit Jadi Tokoh Panutan”

SELASAR dapur Nanga Tayap itu selalu menjadi tempat bincang-bincang yang hangat. Beberapa orang duduk melantai sambil minum kopi.

Kadang ditemani ubi goreng fresh from the wajan, atau lemang bawaan dari kampung. Lemang itu ketan yang ditaruh di dalam bambu muda dan dibakar sampai masak.

Obrolan dimulai dari pengalaman kongkret sehari-hari sampai peristiwa aktual di ibukota atau luar negeri.

“Zaman sekarang susah mencari tokoh panutan. Dulu ada tokoh-tokoh adat, kepala desa atau perangkat yang teguh memegang aturan adat.” Seorang bapak mulai ngomong.

“Iya, mereka dulu sering nasehati kalau orang pedalaman harus mempertahankan hutan, tanah dan air. Itulah karakter hidup kita sebagai orang Kalimantan. Eh… ada boss perusahaan sawit datang ke rumah bahwa segepok uang merah gambar Soekarno Hatta, atau diberi kunci sepeda motor langsung berubah.”

“Kita harus dukung pembangunan, kita serahkan lahan untuk perusahaan.” Kata yang lain menimpali.

Dulu Romo paroki pernah berdemo menentang perusahaan sawit. Ada banyak orang ikut ke kantor bupati. Mereka teriak-teriak, “kami siap mati mempertahankan hutan, tanah dan air di bumi Kalimantan.”

Sekarang mereka makan gaji perusahaan dan menjual lahannya. Romo ditinggalkan sendirian sebagai “Lonely Ranger.” Bahkan “ditikam dari belakang oleh para pendukungnya.”

Saya pernah ketemu seorang kepala desa, kemana-mana bawa proposal. Ketemu orang sawit di kafe langsung nyodorin proposal sambil memaksa. Kalau tidak dibantu, perusahaannya tidak akan diberi ijin beroperasi di wilayah desanya. Kepala desa itu seperti raja kecil yang paling berkuasa.

Sekarang orang hanya tinggal bernostalgia. Dulu cari lauk tinggal berburu di hutan. Mau cari sayur ada di ladang. Di sungai ikan masih banyak. Sekarang dompeng-dompeng tambang emas ilegal sudah masuk ke hulu sungai.

Hutan dan sungai sumber penghidupan kini berganti jadi lahan sawit. Air mulai tercemar dan kehidupan terancam. Bukit-bukit sudah gundul dan banjir bandang tinggal tunggu waktu yang senggang.”

“Sulit sekarang cari orang yang teguh pendirian, konsisten berjuang, berani menanggung resiko.” Kata bapak yang sudah pensiun jadi guru. Pak Prodiakon yang tugasnya noreh getah karet menimpali,

“Kita diingatkan oleh sabda Yesus bahwa, turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan mereka, karena mereka mengajarkan, tetapi tidak melakukannya.”

Mereka bisa berbuih-buih berkata, hutan, tanah dan air adalah kita, tetapi di belakang mereka main mata dengan orang perusahaan.
Si penggembala sapi berkata, “Bom waktu sudah dipasang oleh kita sendiri, tinggal menunggu kehancurannya.”

Ketemu orang berilah salam tabik.
Kalau perlu dibantu janganlah pelit-pelit.
Di sekitar kita banyak orang munafik.
Sukanya menjilat maunya makan duit.

Cawas, jamasan pusaka….
Rm. Alexandre Joko Purwanto,Pr