BAIT suci selain menjadi pusat ibadat, juga pusat perekonomian. Ada banyak pedagang dan penukar uang di pelataran tempat ibadat itu. O
Yahudi sering membawa persembahan berupa burung dara, tekukur, kambing domba bahkan lembu. Jual beli binatang korban ada di sana.
Uang yang beredar pun berasal dari mana-mana; Romawi, Yahudi, Mesir dan negeri-negeri sekitar. Maka para penukar uang juga beroperasi di situ.
Kaum imam menjadi penentu baik buruknya binatang kurban. Mereka yang berhak mengeluarkan sertifikasi layak dan tidaknya kurban-kurban itu.
Tidak jarang permainan manipulasi terjadi di sana. Bait Suci sudah berubah fungsinya.
Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus mengusir semua pedagang di Bait Allah. Meja kursi para penukar uang ditunggang-balikkan.
Ia berkata, “Ada tertulis: RumahKu adalah rumah doa. Tetapi, kalian menjadikannya sarang penyamun.” Jadi ingat bagaimana Ahok membereskan Tanah Abang.
Tindakan Yesus ini pasti dibenci oleh para bisnisman dan pemangku kepentingan di situ. Mereka dirugikan dari “penggusuran” yang dilakukan Yesus.
Lukas menyebut para imam kepala dan ahli Taurat serta orang-orang terkemuka bangsa Israel berusaha membinasakan Yesus.
Dominasi dan hegemoni kekuasaan mereka diganggu. Tetapi rakyat senang dan terpikat dengan tindakan Yesus yang berpihak kepada mereka.
Selama ini rakyatlah yang menjadi korban dari para pengusaha dan penguasa Bait Allah. Rakyat terpikat dan ingin mendengarkan Yesus.
Yesus ingin memurnikan dan mengembalikan fungsi Bait suci sebagai rumah doa, bukan pasar malam.
Relasi manusia dengan Allah tidak boleh dibisniskan demi keuntungan segelintir orang. Kewenangan para ahli kitab dan para imam kepala tidak boleh untuk menindas orang kecil dan miskin.
Ibadat yang benar adalah ibadat yang menghormati Allah sekaligus manusia. Jangan sampai kita memuji Allah tetapi menindas manusia. Itulah makna tindakan simbolik
Yesus yang membersihkan Bait Allah. Apakah kita sudah menggunakan gereja sebagai rumah doa atau menjadi tempat bisnis mencari makan?
Bukan wangi mawar yang di atas meja
Namun hanya selembar surat tanda cinta
Marilah kita menyembah Tuhan di gereja
Bukan bikin konspirasi menindas sesama
Muntilan, duduk sambil tepas-tepas
Rm. A. Joko Purwanto Pr