“Jape Methe Dab”

KITA masih ingat di kalangan anak muda Jogja ada bahasa prokem yang diturunkan dari aksara Jawa. Mereka menyebut bahasa walikan Jogja.

Salah satu contohnya adalah kata “Jape methe Dab.” Ungkapan itu artinya “Cah-e dhewe Mas,” Searti dengan istilah orang Dayak Simpank “Onya Odop” yang artinya orang kita, teman sendiri, kelompok kita, pengikut kita.

Sebagai teman sendiri, kita sering membela, melindungi, menolong jika teman itu berada dalam kesulitan.

Misalnya, kita pernah dengar ada orang yang mengatakan bahwa di kayu salib itu ada jin kafir? Ungkapan itu sontak menimbulkan kegaduhan.

Ada yang protes, tidak terima, merasa dihina, bahkan ada yang melaporkannya ke polisi. Agama harus dibela.

Patung yang ada di salib itu disebut sebagai jin kafir. Ini jelas salib Katolik karena hanya salib Katolik yang ada patung (Corpus Christi).

Tetapi tidak sedikit reaksi yang bijak dengan memberi pengampunan dan tetap mengasihi orang yang menghina Tuhan Yesus. Mengapa demikian?

Perikop Injil hari ini mungkin bisa mencerahkan kita.

Yohanes memprotes orang yang menggunakan nama Yesus untuk mengusir setan karena dia bukan pengikut kita.

“Guru, kami melihat seorang yang bukan pengikut kita, mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah dia, karena ia bukan pengikut kita.”

Yohanes berpikir secara sektarian, primordial, mengkotak-kotakkan, orang kita berbeda dengan bukan pengikut kita.

Istilahnya ya “jape methe atau onya odop” itu tadi.

Mereka yang bukan kelompok kita tidak boleh melakukan kebaikan atas nama Yesus.

Cara berpikir sektarian ini dilarang oleh Yesus. “Jangan cegah dia, sebab tak seorangpun yang telah mengadakan mukjijat demi nama-Ku, seketika itu juga mengumpat aku. Barang siapa tidak melawan kita, ia memihak kita.”

Kita tidak boleh mengkotak-kotakkan orang berdasar suku, ras, etnis, agama, adat dan budayanya. Yesus mengajarkan untuk selalu mengasihi dan mengampuni, bahkan mereka yang melawan dan memusuhi kita.

Dia sendiri telah mengampuni orang-orang yang menghina, mengejek dan mencemoohkan-Nya.

Mengampuni bisa terjadi jika di dalam hati kita ada kasih. Yesus mengampuni orang yang menghina dan menyalibkan-Nya karena Yesus mengasihi semua orang.

Kasih Yesus tidak hanya untuk kita, tetapi untuk semua orang. Orang yang menyebut-Nya sebagai jin kafir itu pasti juga dikasihi-Nya.

Jika Yesus sudah mengampuni tanpa batas, tanpa membeda-bedakan orang berdasarkan SARA, lalu siapakah kita ini yang merasa berhak menghukum orang yang menghina Dia?

Kalau kita masih marah, tersinggung, jengkel dan sakit hati, itu tanda bahwa iman kita belum matang dan dewasa.

Mungkin kita masih seperti Yohanes yang punya pikiran sektarian dan primordial. Mari kita membuka diri, hati dan pikiran kita.

Pergi ke sungai untuk memancing ikan,
Duduk di bawah pohon sambil hujan-hujan.
Mengasihi itu tidak membeda-bedakan,
Itulah kasih yang diajarkan Yesus Tuhan.

Cawas, tetap mengasihi….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr