“Pohon Akan Dinilai Dari Buahnya”

MELIHAT Menara Eiffel Paris, orang bisa mengenang romantisme. Bagiku tidak ada romantismenya, justru pengalaman kecut. Waktu belanja souvenir di etalase lantai dua menara itu, aku dibilang “impolite” artinya tidak sopan oleh si kasir toko.

Pasalnya waktu itu lagi jam istirahat. Aku tidak antri menunggu waktu, tetapi nyelonong bayar di kasir. Kasirnya marah-marah karena jam istirahatnya diganggu.

Waktu menunggu taxi di pool Orchard Road Singapore, ada orang Indonesia nyelonong maju ke depan tidak mau antri. Tentu saja sopir taxi tidak mau melayani. Orang Melayu di belakangku ngedumel, “Dasar Indon.”

Kata Indon mau menyebut sikap atau perilaku yang buruk, rendah dan tidak tahu sopan santun, tidak menghargai orang lain. Mereka dengan malu-malu akhirnya ikut antri di belakang. Jadi ikut malu juga aku dikatakan begitu.

Hal-hal seperti itu tidak diajarkan di sekolah-sekolah kita. Yang ditarget oleh sekolah adalah angka bagus, peringkat, ranking teratas, nilai rapor/ijasah. Walaupun dengan sogok menyogok atau membeli ijasah sekalipun, yang penting nilainya bagus.

Seorang guru di Australia lebih kawatir para muridnya tidak bisa antri daripada tidak pandai matematika. Budaya antri harus ditanamkan sejak dini dan terus menerus. Kebiasaan mengantri punya implikasi luas dan berjangka panjang.

Dalam dunia pendidikan, budaya mengantri menunjukkan tingkat kesadaran sosial yang tinggi pada anak-anak. Sebuah nilai tentang betapa pentingnya menghargai hak orang lain dalam kehidupan sosial. Antri dipandang sebagai nilai moral yang tinggi dan luhur.

Ada banyak nilai atau buah-buah yang dipetik dari budaya antri. Orang belajar memanage waktu. Kalau mau dapat urutan paling depan ya harus datang lebih awal. Orang belajar sabar menunggu giliran. Orang belajar menghormati hak orang lain yang datang lebih dulu. Orang belajar disiplin menghargai waktu. Orang belajar punya rasa malu kalau menyerobot hak orang. orang belajar mengikuti proses untuk mencapai tujuan. Hanya dari mengantri, orang bisa dinilai buah-buah pembelajarannya.

Yesus bersabda, “Setiap pohon yang baik akan menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik akan menghasilkan buah yang tidak baik. Jadi dari buahnyalah kalian akan mengenal mereka.”

Kemarin baru saja ada berita anak-anak usia sekolah di sebuah kampung di Solo merusak makam yang ada gambar salibnya. Nilai-nilai apa yang diajarkan di sekolah itu sampai anak-anak berani merusak, menghancurkan benda-benda yang dikeramatkan?

Kalau itu sekolah agama, mana ada agama yang mengajarkan membenci, merusak dan menghancurkan? Bukankah agama adalah rahmat bagi segala makhluk? Apa yang dikatakan Yesus itu menjadi jawaban yang tegas, “Dari buahnyalah kalian akan mengenal mereka.”

Layang-layang terbang tinggi di udara.
Talinya putus dibawa angin ke Surabaya.
Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.
Pribadi seseorang bisa dinilai dari tindakannya.

Cawas, tetap semangat dan gembira….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr