“HANYA suara burung yang kau dengar,
dan tak pernah kaulihat burung itu,
tapi tahu burung itu ada di sana.

hanya desir angin yang kaurasa,
dan tak pernah kaulihat angin itu,
tapi percaya angin itu di sekitarmu.

hanya doaku yang bergetar malam ini,
dan tak pernah kaulihat siapa aku,
tapi yakin aku ada dalam dirimu”

Beberapa hari yang lalu penyair Sapardi Djoko Damono dipanggil Tuhan. Puisi di atas adalah salah satu ciptaannya.

Karnyanya sangat bagus, indah, lembut dan mendalam maknanya. Puisinya melintasi waktu dan generasi. Kendati dia termasuk senior tetapi hasil karyanya bisa dinikmati anak-anak muda zaman sekarang.

Seperti puisi di atas, Yesus menjelaskan kepada para muridnya tentang perumpamaan-perumpamaan yang sering dipakai untuk mengajar. “Itulah sebabnya Aku mengajar mereka dengan perumpamaan, karena biarpun melihat, mereka tidak tahu, dan biarpun mendengar, mereka tidak menangkap dan tidak mengerti.”

Bisa jadi perumpamaan-perumpamaan itu seperti bahasa sindiran. Orang Jawa bilang, “Nggutuk lor kena kidul.” Melempar ke utara, yang kena di bagian selatan.

Contoh kecil, ada anak muda duduk di dalam kereta api yang penuh sesak. Naiklah orang yang lanjut usia di kereta itu. Dia ikut berdiri berdesak-desakan.

Anak muda itu tanpa mempedulikan tetap main game di HP dan mendengarkan musik dengan headsetnya. Anak muda ini melihat tetapi tidak mau tahu. Ia melihat tetapi hatinya “kethul” tumpul. Ia tidak mengerti.

Di sekolah atau di gereja saat kotbah, banyak murid atau umat mendengar bapak ibu guru berbicara, atau pastor berkotbah. Namun sering kita tidak mengerti apa yang diajarkan atau dikotbahkan.

Kita mendengar tetapi pikiran kita ada dimana-mana. Kita mendengar dengan telinga tetapi tidak berkonsentrasi dengan hati.

Yesus mengutip apa yang dikatakan Nabi Yesaya, “Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup, agar jangan mereka melihat dengan matanya, mendengar dengan telinganya, dan mengerti dengan hatinya.”

Maka yang dibutuhkan bukan hanya mata dan telinga, namun juga hati untuk mengerti. Maka seringlah gunakan hatimu untuk mengerti apa yang tidak kelihatan.

Sudah lama tidak naik ke Bukit Cinta.
Karena sedang karantina mandiri.
Jangan hanya melihat dengan mata.
Tetapi gunakanlah hatimu untuk mengerti.

Cawas, rindu masuk playgroup….
Rm. A. Joko Purwanto,Pr