“Misteri Panggilan Tuhan”
BEBERAPA tahun lalu kami berkunjung ke rumah Romo Supriyatno MSF di wilayah Gemolong, Sragen. Kunjungan keluarga para imam Rayon Sleman waktu itu. Rombongan kami diterima dengan sukacita. Sedang ngobrol asyik sambil makan sajian yang dihidangkan keluarga, ayah Romo Supri pamit, “Ngapunten para romo, kula badhe nimbali tiyang sembahyang Zuhur.” (Maaf para romo, saya akan memanggil orang sembahyang Zuhur).
Saya sungguh kagum dengan ayah Rm. Supri. Ia seorang muazin yang saleh dan taat. Ia selalu berdoa di mushola persis depan rumahnya. Ia bertugas memanggil orang-orang untuk rajin berdoa, memuji Yang Mahakuasa.
Tidak heran kalau anaknya, Romo Supriyatno juga dipanggil untuk melayani Tuhan. Ayahnya menjadi imam di mushola, anaknya menjadi imam di gereja. Sama-sama mengabdi Tuhan yang esa.
Panggilan Tuhan itu memang sebuah misteri. Ini juga dialami oleh Robertus Belarminus Asiyanto SVD, imam katolik yang ditahbiskan 2015 yang lalu di Ledalero, Maumere. Ibunya, Siti Asiyah, membesarkan Asiyanto seorang diri. Ketika anaknya minta ijin masuk Seminari, Mama Asiyah berkata, “Kamu ikuti panggilan hati kamu.”
Yesus datang mewartakan Injil Kerajaan Allah. “Waktunya telah genap, Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil.” Ia kemudian memanggil murid-murid-Nya.
Simon dan Andreas yang sedang menebarkan jala dipanggil mengikuti-Nya. “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.” Begitu pula Yakobus dan Yohanes dipanggil mengikuti-Nya.
Kita semua dipanggil untuk mengikuti-Nya. Ada yang dipanggil khusus menjadi imam, bruder suster. Tetapi menjadi awam pun juga dipanggil kepada kekudusan.
Menjadi apa itu tidak penting, tetapi menjadi kudus itulah yang paling penting. Mari kita setia pada panggilan kita masing-masing.
Gunung Merapi nampak di kejauhan.
Indah tetapi juga mengkawatirkan.
Semua orang dipanggil oleh Tuhan.
Untuk kebahagiaan dan kekudusan.
Cawas, bahagia itu…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr