MENURUT Global Peace Index, Islandia adalah negara yang paling damai di dunia. Asia menempatkan Singapura di urutan 10 besar dan Indonesia ada di peringkat 41.
Penilaian ini didasarkan pada tingkat keamanan dan keselamatan, konflik sosial dan tren kebahagiaan hidup.
Negara-negara Nordic seperti Finlandia, Islandia, Swedia, Norwegia dan Denmark selalu masuk daftar sebagai negara yang damai, aman dan makmur.
Kalau menyebut negara-negara paling tidak korup, maka keluar lagi Denmark, Swedia, Finlandia, Norwegia.
Tetapi anehnya justru negara-negara Nordic itu kebanyakan warganya malah atheis alias tidak beragama. Mereka dipandang tidak relijius atau sering disebut kafir.
Sedangkan kita yang menyebut diri keturunan Abraham, bangsa religius, manusia agamis justru sering berbuat intoleran, kriminal, gesekan SARA, korupsi, mabuk agama dan ribut-ribut melulu.
Yesus berdebat dengan orang-orang Yahudi sampai pada asal-usul mereka. Orang-orang itu mengaku sebagai keturunan Abraham. “Kami adalah keturunan Abraham, dan tidak pernah menjadi hamba siapa pun.”
Orang yang melakukan dosa adalah hamba dosa. Orang yang melakukan kehendak Allah adalah anak Allah.
Jika mereka menyebut keturunan Abraham seharusnya mereka taat melakukan kehendak Allah, karena Abraham percaya pada janji Allah dan melakukan perintah-Nya.
“Sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham. Tetapi yang kamu kerjakan ialah berusaha membunuh Aku.”
Jika mereka ini mengaku keturunan Abraham semestinya sevisi, sepikir dan seperasaan dengan perjuangan Yesus untuk membawa damai dan keselamatan bagi dunia.
Kita mengaku religius, tetapi kelakuan kita jauh dari nilai-nilai religius. Kita mengaku beragama namun tindakan kita justru menjauh dari inti agama. Agama yang semestinya menjadi rahmat indah bagi dunia, justru diperalat oleh oknum-oknum demi kepentingan pribadinya.
Kita harus bertanya mengapa masyarakat yang dianggap atheis, tidak beragama seperti Swedia, Denmark atau Finlandia justru bisa menciptakan damai, sejahtera, toleran dan bebas konflik.
Sementara itu kita bisa belajar dari negara-negara yang berideologi agama harus berjuang keras menciptakan perdamaian dan ketentraman. Dimanakah peran agama?
Habis jalan-jalan sambil berolahraga.
Dilanjut semprot-semprot tanaman.
Kalau kita mengaku orang beragama,
Hidupnya ditandai dengan cinta dan toleran.
Cawas, membawa damai…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr