SRI KRISNA bertapa tidur di Jalatunda. Ia berubah menjadi raksasa sebesar Gunung Anakan. Duryudana berusaha membangunkannya. Ia merayu dan berjanji akan memuliakan Kresna di Hastina.

Tetapi tidak berhasil. Arjuna datang bersama Semar. Semar menasehati Arjuna untuk ikut bertapa mengikuti cara Krisna.

Roh Arjuna bertemu dengan Roh Krisna. Mereka kembali ke raganya. Arjuna berhasil membangunkan Krisna. Dia memenuhi janjinya, siapa pun yang bisa membangunkan tapanya, dia akan mendampingi jadi penasehat dalam baratayuda.

Duryudana marah, ia tidak terima. Ia menghadap Krisna. Krisna memberi pilihan kepada Duryudana. Mau memilih seribu raja dengan panglima dan senjata lengkap atau Krisna seorang diri tanpa senjata apa-apa.

Duryudana memilih seribu raja dengan panglimanya. Pikirnya jumlah yang banyak akan mudah mengalahkan Pandawa yang sedikit. Tetapi ia lupa di pihak Pandawa ada Krisna, penjelmaan Dewa Wisnu.

Yesus memberi perumpamaan. Orang yang mendengar dan melaksanakan sabda-Nya seperti orang yang membangun rumah kuat di atas wadas. Walau ada badai topan melanda, rumah itu tetap kokoh.

Tetapi orang yang mendengar tetapi tidak melaksanakan, seperti mereka yang mendirikan rumah di atas pasir. Ketika hujan badai, rumah itu akan roboh dan hancur.

Arjuna mendengarkan nasehat Semar dan berhasil memboyong Krisna. Ia mendengarkan sekaligus melaksanakan amanat. Jika Krisna berada di pihak Pandawa, mereka akan kuat dan menang.

Duryudana tertipu dengan pilihannya. Ia dinasehati Durna supaya memboyong Krisna. Tetapi karena dia lebih memilih kuantitas prajurit, maka ia mengabaikan seorang Krisna.

Itu adalah pilihan bodoh dan tidak bijaksana. Seorang Krisna bisa menghancurkan ribuan prajurit dengan senjata lengkap.

Orang yang mendengar dan melaksanakan sabda Allah adalah orang bijaksana yang mendirikan rumah di atas wadas. Rumah itu akan sangat kuat karena kualitas bahannya bagus.

Orang yang bodoh, ia tidak melaksanakan sabda Tuhan. Dasar hidupnya rapuh seperti rumah di atas pasir. Jika ada kesulitan hidup, orang itu akan limbung tak berdaya karena dasarnya tidak kuat.

Mari kita membangun hidup kita berpondasikan sabda Tuhan. Sabda itu kita wujudkan dalam hidup sehari-hari. Kita akan kuat menghadapi badai kehidupan.

Dua kali dibagi tiga kwadrat.
Hitungan rumit hasilnya tak ketemu.
Kalau kita bangun rumah yang kuat.
Kristuslah yang menjadi batu penjuru.

Cawas, mie lethek….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr