“Pejabat Itu Pelayan Bukan Penguasa”

KALAU kekuasaan itu menjadi tujuan hidup dan memberi kebahagiaan, mengapa Adolf Hitler, yang menjadi diktator Jerman dan punya kekuasaan absolut mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri pada 30 April 1945?

Setelah minum racun sianida bersama istrinya, Eva Braun, yang dinikahi sehari sebelumnya, Hitler kemudian menembak dirinya sendiri dengan pistol. Hitler menjadi kanselir sejak Januari 1933. Ia menggunakan kekuasaannya secara otoriter. Siapa melawan dihantam.

Ia pandai berorasi dan mengobarkan anti Semit, anti Yahudi dan anti komunis. Dengan Nazi sebagai mesin partainya, Hitler menjadi orang paling berpengaruh. Mereka yang berani beroposisi langsung ditangkap, dipenjara di kamp konsentrasi atau dibunuh.

Kekuasaannya berakhir mengenaskan seiring dengan kematiannya yang tragis. Kekuasaan itu bukan untuk menindas, tetapi untuk melayani orang banyak.

Hari ini kita rayakan Pesta Santo Yakobus rasul. Ibunya datang kepada Yesus dan meminta ijin supaya kedua anaknya, Yakobus dan Yohanes diberi “jabatan” ketika Yesus menjadi raja kelak.

Ibu itu meminta, “Berilah perintah, supaya kedua anakku ini kelak boleh duduk di dalam kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah kanan-Mu, dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu.”

Tidak ada yang salah. Seorang ibu pasti menginginkan anak-anaknya berhasil. Dengan segala macam cara ibu ingin anaknya bahagia. Semua ibu pasti begitu.

Namun Yesus memberi syarat yakni mereka harus bersedia meminum cawan seperti yang Dia minum. Cawan berarti kematian di salib, sebagaimana yang dikatakan Yesus di Taman Getsemani. Minum cawan berarti berani memanggul salib sampai akhir.

Salib berarti konsekuensi dari perutusan. Perutusan Yesus adalah menjadi hamba, pelayan. Maka Dia mengajarkan kepada murid-murid-Nya bagaimana menjadi penguasa atau pembesar di tengah masyarakat.

“Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu.”

Ia datang untuk menjadi teladan, “Sama seperti Anak Manusia; Ia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani, dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”

Semangat menjadi hamba, mau melayani dan berkorban bagi banyak orang hendaknya menjadi spirit kita semua teristimewa bagi para pembesar atau pejabat publik.

Ke Purwokerto lewat Gombong.
Singgah di Blabag beli tahu kupat.
Jadi penguasa bukan untuk sombong.
Tetapi mengabdi dan melayani masyarakat.

Cawas, kangen di SD…
Rm. A. Joko Purwanto,Pr