“Menangkal Berita Hoax; Belajar dari Para Gembala dan Maria”

BERITA palsu atau Hoax bertebaran di media sosial berupa tulisan,foto atau video. Semua orang selalu punya rasa ingin cepat-cepat tahu berita penting. Entah itu berita palsu atau benar. Orang merasa paling hebat kalau bisa menjadi sumber berita pertama.

Para psikolog sepakat bahwa berita hoax berdampak pada kesehatan mental seperti post traumatic stress syndrome (PSTD). Dampaknya seperti timbul kecemasan, ketakutan, rasa kawatir berlebihan sampai pada tindak kekerasan. Kadang orang harus menjalani terapi penyembuhan karena terpengaruh dampak buruk tadi.

Orang yang tidak berusaha mengkonfirmasi atau mencari tahu sumber berita menunjukkan gejala fisik dan mental yang kurang sehat. Orang yang tidak gemar cari tahu kebenaran berita biasanya punya respons yang tidak baik, menutup diri dan negatif thinking. Kemudian muncul stress dan detak jantung tidak normal.

Bagaimana cara menghindari berita hoax? Pertama, harus curiga dari mana sumber berita. Apakah sumber berita dapat dipercaya? Kedua, belajar menilai berita, apakah berita itu masuk akal? Ketiga, periksa kapan berita itu muncul? Kadang terjadi berita kadaluwarsa dirilis lagi untuk memprovokasi suasana. Keempat, tanya pada ahlinya. Datang langsung kepada sumber pertama atau tanya pada ahli yang tahu masalahnya.

Setelah mendengar berita tentang kelahiran penyelamat dunia, para gembala langsung pergi ke Betlehem untuk melihat apa yang terjadi di sana. Mereka mencari tahu sumber peristiwanya di Betlehem. Mereka datang langsung dimana peristiwa itu terjadi.

Ketika mereka berjumpa dengan Maria, Yusuf dan Yesus yang terbaring di dalam palungan, mereka bersukacita dan percaya, karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat; semuanya sesuai dengan apa yang dikatakan kepada mereka. Ini bukan hoax tetapi kenyataan. Pinter kan gembala-gembala itu?

Dari Maria, kita belajar untuk tidak cepat-cepat menyebarkan berita, seandainya pun berita itu menguntungkan atau mengembirakan. Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hati dan merenungkannya. Maria tidak tergoda untuk segera menyebarkan berita kepada orang lain.

Kadang jari kita ini gatal kalau ada berita baru pengin cepat-cepat memencet tombol HP. Lihatlah Maria yang bijaksana itu.

Tak ada lagi Nokia atau Blackberry.
Semua pegang smartphone dengan 4G.
Dari Maria kita belajar menguasai diri.
Tidak mudah “baper” dan terprovokasi.

Cawas, sederhana tapi gembira….
Rm.Alexandre Joko Purwanto, Pr