“Teori Kambing Hitam”

DASAWARSA 70-an di desa saya ada wabah. Hampir selama 40 hari ada 7 orang yang meninggal berturut-turut. Ada beberapa orangtua melihat tanda-tanda bencana. Mereka cerita bahwa ada “teluh braja” jatuh di kampung.

Teluh braja itu seperti bola api merah menyala yang jatuh di kampung pada malam hari. Sebuah peristiwa misterius yang mengisyaratkan akan datang bencana, kekacauan, atau sesuatu yang sangat menakutkan.

Selama sebulan lebih orang-orang kampung mengalami ketakutan. Mereka dicekam kekawatiran akan siapa lagi korban yang akan jatuh berikutnya.

Kematian demi kematian silih berganti. Seluruh kampung dilanda kesedihan dan kebingungan. Rasanya seperti kampung mati.

Bapak saya mengajak orang-orang muda untuk berkumpul di kuburan. Mereka diminta menangkap seekor binatang. Kebetulan ada anak anjing warga yang direlakan.

Setelah lubang digali, bapak saya mimpin doa mohon ijin, “Rik, kirik, aku njaluk lilamu, tulungana warga Banyuaeng sing lagi ketaman pagebluk, gelema dadi korban supaya pagebluk ilang saka desa kene.” Anehnya kirik itu tenang tidak memberontak saat dia dikubur hidup-hidup di pemakaman.

Sejak saat itu, bencana kematian yang berturut-turut tidak ada lagi. Desa kembali aman seperti sediakala.

Imam Agung Kayafas berkata, “Kamu tidak tahu apa-apa. Kamu tidak insyaf, bahwa lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita daripada seluruh bangsa kita binasa.”

Ia bernubuat tentang kematian Yesus, bahwa lebih baik satu orang dikorbankan demi keselamatan bangsa daripada seluruh bangsa binasa.

Mereka sepakat untuk membunuh Yesus. Dia dikorbankan bagi keselamatan seluruh bangsa dan umat manusia.

Kadang kita juga berpikir dan membuat keputusan seperti Kayafas. Mengorbankan orang lain demi kepentingan kelompok. Suka mencari kambing hitam, menyalahkan orang lain dan merasa paling benar sendiri.

Dengan alasan suci; demi keselarasan, keamanan dan ketentraman, maka dicarilah kambing hitam yang bisa dikorbankan.

Di gunung ada bunga melati.
Berada di puncak tertinggi.
Mari kita berani berkorban diri.
Agar hidup damai tentram di hati.

Cawas, naik gunung pakai JPS…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr