“Gus Dur Dilengserkan”

MASIH ingatkah drama terpilihnya Gus Dur menjadi presiden? Dalam Buku “Menjerat Gus Dur”, dikisahkan bagaimana manuver politik itu berlangsung sangat cepat. PDIP memenangi pemilu 1999, disusul Golkar, PPP, PKB dan PAN. Secara logika pemenang pemilu punya kans sangat besar jadi presiden. AR Pendiri PAN aktif menggalang dukungan melalui kelompok Poros Tengah dan mengajukan Gus Dur sebagai capres melawan Megawati.

Loby-loby dilakukan, juga mohon restu kepada ulama-ulama sepuh. Bahkan mereka membuat surat pernyataan mau menjaga Gus Dur sampai selesai masa jabatan presiden. Gus Dur menang dan dilantik jadi presiden 20 Oktober 1999.

Mereka berharap Gus Dur sebagai presiden bisa diatur. Ternyata Gus Dur tidak bisa diatur oleh parlemen. “Gus Dur tidak mau diajak berkompromi, dengan orang yang setuju Indonesia dikuasai orang yang koruptif, tidak berpihak pada rakyat,” ungkap Yenny Wahid. “Gus Dur enggak bisa diajak kongkalikong. Gus Dur enggak bisa disetir. Enggak Bisa kasih proyek. Banyak yang enggak suka, ya sudah dilengserkan saja,” kata dia.

Mereka menghubungkan Gus Dur dengan kasus Bulogate dan Bruneigate. Sampai pada puncaknya parleman tidak mau menerima pencalonan kapolri usulan Gus Dur. Tetapi secara hukum tidak ada bukti bahwa Gus Dur terlibat. Sudah ada putusan MA. Hubungan presiden dan parlemen menjadi buruk.

Waktu itu Fordem (Forum Demokrasi) menyarankan Gus Dur mengundurkan diri. Tetapi Gus Dur dengan santai menjawab, “Mereka minta saya mundur? Jalan maju saja dipapah.” Gus Dur itu luar biasa. dalam situasi genting, dia masih bisa bercanda santai.

Terjadilah sidang istimewa MPR yang melengserkan Gus Dur dari kursi kepresidenan. Hari itu 23 Juli 2001. Siapa yang memimpin sidang MPR waktu itu?

Hari Raya Minggu Palma ini bisa kita pakai untuk merefleksikan akhir hidup Yesus. menjelang kematian-Nya, orang-orang mengelu-elukan Dia masuk Yerusalem sebagai raja. “Hosana Putra Daud”.

Mereka mengarak Yesus masuk kota sebagai raja. Namun tiga hari kemudian teriakan itu berubah menjadi “Salibkan Dia. Salibkan Dia”

Pontius Pilatus, Hanas dan Kayafas sebagai imam agung serta orang-orang Yahudi bersekongkol menghukum Yesus dengan hukuman mati.

Baru saja Yesus diangkat, dielu-elukan sebagai raja, masuk Yerusalem. Namun mereka juga yang mengarak Yesus membawa salib ke Golgota.

Dimanakah kita saat Yesus dielu-elukan? Dimanakah kita saat Yesus memanggul salib? Betapa mudahnya kita bersorak, “Hosana Putra Daud” dan kemudian berubah menjadi “Salibkan Dia, Salibkan Dia.”

Dimanakah kita yang mengaku murid-Nya? Beranikah kita berada di pihak Yesus?

Bersorak dengan daun palma.
Hasil memetik di kebun tetangga.
Kita mengaku jadi murid-Nya.
Tapi sekaligus mengkhianati juga.

Cawas, menjelang subuhan….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr