Putus Asa yang Melumpuhkan.

SUATU waktu orang pasti menghadapi suatu masalah dalam hidup. Ada masalah yang berat, ada masalah yang ringan.

Masalah berat dan berkepanjangan sering membuat keputusasaan. Putus asa yang berlarut-larut akan menjadi gangguan mental yang berat.

Bahkan ada orang yang ingin bunuh diri karena putus asa yang tak kunjung henti.

Putus asa adalah sebuah penyakit emosional yang ditandai dengan tidak adanya harapan, optimisme, dan gairah.

Dalam kondisi seperti ini orang tidak punya harapan hidup. Mereka mudah menyerah dan tidak yakin bisa merubah keadaan menjadi lebih baik. Masa depan terasa suram dan gelap. Madesu….

Misalnya, ketika orang merasa putus asa dan berpikir tidak punya masa depan, ia enggan untuk melakukan apapun agar bisa keluar dari kondisinya tersebut dan percaya bahwa tidak ada orang lain yang bisa membantunya.

Ia mudah menyalahkan orang atau situasi di sekitarnya.

Ada beberapa gejala yang menunjukkan orang sedang mengalami putus asa misalnya; merasa tidak berharga, kurangnya motivasi, merasa kurang dicintai dan diperhatikan, kepercayaan diri yang rendah, kurangnya minat dan kepedulian, malas beraktivitas atau merasa kelelahan.

Dalam Injil hari ini, kita melihat gejala-gejala itu ada dalam diri orang yang sakit lumpuh di Kolam Betesda.

Ia sudah sakit selama tigapuluh delapan tahun. Ia sudah putus asa.

Hal itu nampak dalam kata-katanya, “Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu, apabila airnya mulai goncang; dan sementara aku sendiri menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku.”

Yesus menawarkan sebuah harapan dengan berkata, “Maukah engkau sembuh?”

Yesus tidak ingin orang itu hanya mengeluh dan menyalahkan keadaan. Ia ingin orang lumpuh itu berusaha dan bangkit.

Ia berkata, “Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah.”

Orang tidak boleh diperbudak oleh rasa putus asa. Orang harus mau berusaha dan bangkit dari keterpurukan.

Jika ia mau pasti ada jalan. Tuhan selalu memberi tawaran yang baik. Ketika tawaran itu disambut, maka sembuhlah orang itu.

Masalah tidak selesai. Karena peristiwa itu terjadi pada hari Sabat.

Orang-orang Yahudi menyalahkan si lumpuh karena mengangkat tilam pada hari Sabat.

Sekali lagi si lumpuh itu berusaha menyalahkan orang lain, “Orang yang telah menyembuhkan aku, dialah yang menyuruh aku mengangkat tilam.”

Gejala ketidak-pedulian nampak ketika dia ditanya siapa yang menyuruh mengangkat tilam. Orang lumpuh yang sudah sembuh itu berkata tidak tahu.

Kalau di Sukorejo, orang bilang, “Mberuh.” Orang Tayap bilang, “Pusam.” Orang Jawa bilang, “Embuh.”

Jawaban seperti itu langsung menutup dialog. Tak mau tahu.

Ketika si lumpuh tahu bahwa Yesuslah yang menyembuhkan, ia malah menceritakan kepada orang-orang Yahudi. Tambah marahlah mereka kepada Yesus karena melakukan penyembuhan pada hari Sabat.

Yesus membawa harapan baru, masa depan yang cerah. Ia berpesan, “Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk.”

Pesan itu juga relevan bagi kita yang sering putus asa. Maukah kita bangkit dari keputusasaan?

Pergi piknik ke Surabaya,
Melewati jalur Pacitan.
Jangan mudah putus asa,
Pada Tuhan selalu ada jalan.

Cawas, jangan mudah putus asa….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr