ORANG JAWA punya banyak falsafah hidup dari jari jemari kita. Orangtua menasehati anak dengan simbol atau pralambang.
Ada tembang “enthik-enthik si penunggul patenana.” Tembang itu sebenarnya berisi nasehat agar kita hidup rukun dan gotong royong.
Ceritanya begini, Jari manis iri melihat jari tengah berdiri paling tinggi. Ia menyuruh si “enthik” jari kelingking untuk membunuh “Panunggul” yakni jari tengah.
Jari telunjuk mengingatkan, “Aja dhi, aja dhi mundhak kuwalat” (Jangan ya dik nanti kena tulah). Si Jempol meneguhkan, “Iya bener kandamu, lali sumber ketiwasan.” (Ya benar omongmu, orang lupa sumbernya bencana).
Lain lagi falsafah tentang jari telunjuk. Jari ini simbol perintah, kuasa, menuding, menunjuk. Namun dibalik kuasa jari telunjuk, kita harus sadar bahwa empat jari yang lain menunjuk dan mengarah pada diri kita sendiri.
Itu artinya sebelum kita menuding atau menunjuk atau menyalahkan orang lain, tunjuklah atau tudinglah atau lihatlah dirimu sendiri lebih dahulu. Satu jari telunjuk mengarah ke orang lain, tetapi empat jari yang lain menuju pada diri sendiri.
Dalam Injil hari ini, orang-orang banyak menuduh seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah. Bacaan pertama juga bercerita tentang hal yang sama.
Lebih jelas lagi disebut namanya Susana. Semua orang menuding perempuan itu. Semua ingin menghukum perempuan itu dengan melempari batu sampai mati.
Mereka minta pendapat Yesus. “Apakah pendapatmu tentang hal ini?” Yesus hanya diam menulis di tanah. Orang banyak mendesak Dia.
Lalu Yesus berkata, “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.”
Kalau tangan kita suka menuding orang lain, hendaklah kita sadar bahwa jari yang lain itu menuding diri kita sendiri. Yesus mengajak kita jangan suka menyalahkan orang lain.
Apakah kamu juga tidak berdosa? Lihat dulu dirimu sendiri. Perkataan Yesus itu membuat semua orang pergi satu per satu mulai dari yang tertua.
Lalu Yesus pun berkata kepada perempuan itu, “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”
Sikap Yesus itu menunjukkan sikap Allah yang berbelaskasih. Allah itu maha pengampun. Pengampunan Allah tak terbatas. Tidak hanya tujuh kali, tetapi tujuh puluh kali tujuh kali.
Namun demikian Yesus mengingatkan agar jangan berbuat dosa lagi. Marilah kita hidup dari pengampunan Tuhan dan gembira karena belaskasihanNya.
Taman bunga warnanya merah kuning.
Ada kupu hinggap di atasnya.
Janganlah kita suka menuding.
Kalau kita sendiri belum sempurna.
Cawas, menanti berita baik….
Rm. A. Joko Purwanto Pr