SEORANG anak TK berlari-lari dengan sukacita kepada ibunya. “Mami..mami… aku ikut main drama di sekolah.”

Ibunya dengan sukacita memeluk anaknya. “Ya .. sayang, kamu memang luar biasa. Adek jadi pemeran utamanya?” tanyanya penuh harapan.

“Bukan mami, adik terpilih menjadi tukang tepuk tangan (Cheerleader).” Anak itu menjawabnya dengan bangga.

Ibunya menutupi kekecewaannya sambil mengelus kepala anaknya. “Oh.. ya bagus itu.” Ibunya berharap anaknya menjadi pemeran utama dalam drama di sekolah. Pikiran orang dewasa sangat berbeda dengan pikiran anak kecil.

Hari ini dalam Injil timbul pertengkaran di antara para murid Yesus memperebutkan posisi siapa yang terbesar di antara mereka.

Para murid itu ingin menjadi yang terdepan, paling utama, yang terbesar di antara mereka. Mereka bertengkar untuk itu. Namun Yesus menasehati mereka.

“Barangsiapa menerima anak ini demi namaKu, dia menerima Aku. Dan barangsiapa menerima Aku, menerima Dia yang mengutus Aku. Sebab yang terkecil di antara kalian, dialah yang terbesar.”

Seorang anak kecil berpikir polos, jujur, bahagia. Dia tidak berpikir menjadi pemeran utama atau pemeran pengganti. Ia merasa bahagia dengan posisinya.

Orang dewasa berpikir kedudukan, gengsi, kekuasaan, yang paling hebat. Mereka bahkan berani menggunakan segala cara untuk meraihnya.

Orang dewasa merasa cemburu kalau ada orang lain berhasil, sukses. Seperti para murid tidak suka, ada orang lain di luar kelompok mereka mengusir setan. Mereka sangat tertutup dan tidak ingin orang lain menjadi sukses.

Yesus mengingatkan kita supaya bersikap seperti anak kecil yang jujur, polos dan terbuka. Siapa yang menerima seorang anak kecil, dia menerima Yesus.

Jadi Yesus ada di pihak anak kecil itu. Marilah kita belajar rendah hati dan jujur pada diri kita sediri.

Pemain ronggeng namanya Srintil
Sehari-hari pergi ke pasar jualan bubur
Belajarlah kepada anak-anak kecil
Mereka polos, sukacita, enjoy dan jujur

Cawas, pagi yang sederhana
Rm. A. Joko Purwanto Pr