Puncta 06.01.21 / Markus 6:45-52 // Tukang Parkir di Kapal Feri

 

PENGALAMAN traumatik naik sampan atau perahu pernah saya alami. Beberapa kali saya jatuh ke sungai ketika naik sampan. Yang pertama di daerah Tanjungpura. Kami berkonvoi naik sepeda motor menuju Ketapang. Sungai di Tanjungpura meluap sehingga motor harus diseberangkan dengan sampan. Romo-romo yang lain sudah naik sampan pertama. Saya giliran yang terakhir di sampan belakang.

Untuk numpang ke sampan, motor harus dinaiki lewat sebuah titian kayu. Ketika saya mulai menaiki titian itu, sampan bergoyang karena ombak, roda depan motor saya tergelincir karena goncangan itu. Saya jatuh basah kuyub bersama motor kuning saya. Laptop, kamera, HP dan buku-buku terendam air.

Yang kedua, menyeberang Sungai Kapuas dengan kapal Feri. Waktu itu belum ada jembatan penyeberangan “Pak Kasih”. Karena musim kemarau, air surut sangat dangkal. Turunan menuju kapal jadi sangat tajam. Sebelumnya ada mobil box mengangkut buah-buahan gagal naik dan terperosok masuk ke sungai.

Saya bawa mobil harus masuk di kapal. Jalur turun ke geladak kapal yang terbuat dari besi tidak bisa saya lihat karena tertutup dashboard. Jalur turunan itu hanya “ngepres” roda mobil. Melenceng sedikit pasti masuk sungai.

Satu-satunya penunjuk hanya aba-aba tukang parkir kapal yang ada di bawah sana. Dia tidak berkata apa-apa. Hanya memberi kode melalui tangannya. Kita harus melihat gerakan tangannya dan mengikuti tanpa reserve.

Ketika dua roda depan sudah lurus menempel di jalur besi penyeberangan, dia meminta kita untuk maju pelan. Kopling dipasang di gigi satu, tangan kiri siap di handrem, kaki jaga-jaga di rem dan kedua tangan menjaga agar tetap lurus.

Keringat dingin bercucuran, rasanya waktu seperti berhenti, alam terdiam tak bersuara. Jantung berdegup kencang.

Lega rasanya ketika mobil berhasil masuk. Namun kita harus parkir sesuai dengan aba-aba si tukang parkir kapal. Dia mengatur seinci demi seinci agar semua mobil, truk atau bus bisa masuk.

Mobil kita diatur sedemikian rapat, mungkin tinggal berjarak tigapuluh senti bersebelahan dengan mobil lain, sampai sopir tidak bisa keluar dengan membuka pintu samping. Mepet tapi tak boleh bersinggungan.

Tukang parkir itu ibarat Yesus yang datang kepada para murid yang sedang mengalami ketakutan karena angin sakal. Iman adalah penyerahan diri secara total kepada Yesus. Begitu pula kalau kita tidak percaya pada tukang parkir itu, kita bisa terjun ke sungai yang dalam, lalu tidak sampai ke tujuan. Kalau kita tidak percaya pada Yesus, kita juga tidak akan sampai ke rumah Bapa.

Kalau Yesus bersama kita, badai sebesar apa pun akan tenang dan reda. Jangan pernah meninggalkan Yesus. Jangan mencoba menjauh dari Yesus. undanglah Yesus masuk ke bahtera kita. pasti kita aman sentosa, selamat sampai rumah Bapa.

Jalan-jalan ke Surabaya.
Mampir minum di rest area.
Jika Yesus bersama kita.
Kita pasti aman sejahtera.

Cawas, ngopi di lumpur pekat…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 05.01.21 / Markus : 34-44 / Kemarau Panjang Di Pasang Surut

 

MUSIM kemarau menyerang berkepanjangan di daerah Pasang Surut, area transmigrasi di Palembang. Bapak waktu itu jadi pamong lingkungan atau orang yang dituakan di tengah umat. Setiap kali kumpul untuk berdoa, keluarga-keluarga mengeluh karena persediaan makanan sudah menipis. Musim ini panen gagal. Kalau tidak ada bantuan, mereka akan mengalami kelaparan.

Bapak pusing juga memikirkan nasib mereka. Bapak minta mereka mengumpulkan uang sukarela supaya bisa pergi ke Palembang. Waktu itu terkumpul tigaratus duapuluh ribu. Hanya cukup untuk sekali jalan. Bapak nekad berangkat ke Palembang mencari bantuan supaya keluarga-keluarga di Pasang Surut bisa hidup.

Bapak menemui Romo Jaya. “Romo, menawi menda-menda ing Pasang Surut mboten dipun biyantu, kula mboten mangertos kados pundi mangke nasibipun. Persediaan uwos sampun telas.” (Romo, kalau umat di Pasang Surut tidak dibantu, saya tidak tahu bagaimana nasibnya nanti. Persediaan beras sudah menipis). Begitulah bapak mengutarakan nasib domba-domba di Pasang Surut.

Romo Jaya kemudian menghubungi beberapa umat di Palembang dan terkumpul beras dua ton, kecap dua botol dan ikan asin 4 kg. Bapak pulang ke Pasang Surut dan menyuruh beberapa orang untuk membagi-bagikan sesuai dengan kebutuhan mereka. Mereka masih tetap hidup sampai sekarang.

Saya terharu dan bangga mendengar bapak bercerita bagaimana “menghidupi” domba-domba di Pasang Surut. “Kamu harus memberi mereka makan” kata Yesus kepada murid-murid-Nya. Kata-kata itu menjadi cambuk bagi bapak menempuh perjalanan jauh dari Pasang Surut ke Palembang, agar bisa memberi makan kepada domba-domba yang kelaparan.

Bapak punya pendirian, “yen gelem obah mesti mamah” (Kalau mau kerja pasti bisa makan, berarti bisa hidup). Yesus mengajak para murid untuk “obah” agar bisa memberi hidup kepada orang lain. Walaupun hanya ada lima roti dan dua ikan, tetapi kalau kita percaya dan bekerja dengan Yesus, maka akan berkelimpahan.

“Kamu harus memberi mereka makan” tidak harus diartikan secara harafiah memberi roti. Tetapi menyapa, memberi senyuman atau anggukan, juga berarti memberi mereka makan.

Mari kita tidak malas menyapa dan memberi senyuman kepada sesama kita.

Naik pesawat terbang ke kota Medan.
Tidak lupa menikmati lezatnya durian.
Jangan malas hanya berpangku tangan.
Mari ikut terlibat memberi mereka makan.

Cawas, menunggu waktu….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 04.01.21 / Matius 4:12-17.23-25 / Selalu Ada Bintang Di Los Rojiblancos

 

ATLETICO MADRID sementara kini memuncaki klasemen di Liga Spanyol. Tim sekotanya, Real Madrid membuntuti di belakangnya. Sedangkan klub besar Barcelona masih tertatif-tatif di urutan keenam. Atletico atau “Los Rojiblancos” yang dikomandani oleh Diego Simione memang luar biasa. Tim ini selalu mampu melahirkan striker-striker hebat. Misalnya era Fernando Torres. Torres pergi lahir Sergio Aguero. Aguero pindah ke Liga Inggris, muncul Radamel Falcao. Falcao dijual, digantikan Diego Costa. Costa hengkang, di belakangnya ada Antoine Griezmann. Griezmann dibeli Barcelona, sekarang ada Koke dan Joao Felix.

Jika yang satu pergi, yang lain akan muncul sebagai bintang. Itulah hebatnya Los Rojiblancos yang selalu berada di tiga besar urutan klasemen. Bisa jadi kejayaan Messi sudah berakhir di Barcelona. Sedang Real Madrid belum menemukan bintang pengganti Ronaldo yang main di Juventus. Kalau Atletico konsisten dalam menjaga ritme bermain, tidak mustahil mereka bisa merajai klasemen sampai akhir.

Sesudah Yohanes ditangkap dan dipenjarakan, Yesus menyingkir ke Galilea. Ia tinggal di daerah Kapernaum, di tepi danau. Yesus memulai karya-Nya dan mulai mewartakan berita pertobatan. Yohanes mundur, kini tampil bintang baru yakni Yesus. Bintang yang bersinar terang benderang menghalau kegelapan.

Dia menggenapi nubuat Yesaya, “Bangsa yang diam dalam kegelapan telah melihat Terang yang besar, dan bagi mereka yang diam di negeri yang dinaungi maut telah terbit Terang.”

Perikope ini menjadi kesimpulan kecil karya-karya Yesus di daerah Galilea. Ia berkeliling dari desa ke desa dan dari kota ke kota. Yesus mengajar di rumah-rumah ibadat. Ia memberitakan Injil Kerajaan Allah. Karya-Nya itu disertai dengan penyembuhan terhadap orang-orang sakit.

Makin banyaklah orang berbondong-bondong datang kepada-Nya dari Galilea, daerah Dekapolis, bahkan orang-orang dari ibukota Yerusalem dan daerah seberang Sungai Yordan. Layaknya pemain sepakbola, Ia menjadi bintang lapangan, setelah Yohanes mundur dari gelanggang. Kini saatnya, Yesus tampil mewartakan Kerajaan Allah.

Apakah kita hanya akan jadi penonton ataukah kita mau ikut terlibat menjadi pewarta kabar gembira juga?

Janji hari sabtu pasarannya pon.
Pakai daster Bali motifnya kembang-kembang.
Janganlah kita hanya jadi penonton.
Terjunlah bersama Yesus di tengah gelanggang.

Cawas, sabar menanti….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 03.01.21 / HR Penampakan Tuhan / Matius 2:1-12

 

“Siapakah Orang Majus ?”

KITAB SUCI menyebut ada tiga orang majus dari timur datang ke Betlehem untuk menyembah Yesus. Sebenarnya siapakah mereka itu? Ada yang menyebut mereka tiga raja, bahkan ada tradisi menyebut nama mereka adalah Gaspar, Balthazar dan Melkhior. Di dalam Kitab Suci hanya disebut “datanglah orang-orang majus dari Timur.”

Majus dari kata “magoi” (bentuk jamak dari Mago, Bhs Yunani) artinya bisa orang bijaksana, ahli nujum, tafsir mimpi, atau orang yang ahli dalam ilmu perbintangan (astronomi). Di Babilonia dan Negeri Persia, ada banyak ahli astronomi terkenal. Mereka mengikuti bintang penunjuk yang memimpin mereka pada kelahiran seorang raja Israel. Bintang itu sampai di Betlehem.

Bagaimana mereka tahu yang lahir adalah Raja Israel, Mesias, Sang Juruselamat? Mungkin mereka mempelajari dari Kitab Suci orang-orang Yahudi yang dibuang di Babilonia dan Persia. Mereka menghubungkan pemikiran astronomi dengan ramalan para nabi, dan mereka dibimbing menuju Betlehem.

Untuk apa mereka datang? Mereka datang untuk sujud menyembah Yesus dan mempersembahkan persembahan berupa emas, kemenyan dan mur. Persembahan mereka itu melambangkan status Yesus. emas melambangkan sifat raja. kemenyan adalah sifat keilahian dan mur lambang keabadian. Mur dipakai untuk mengawetkan orang yang sudah mati.

Mereka datang menyembah raja, keturunan Daud. Di awal silsilah Yesus disebut Anak Daud. Posisi Daud penting dan dominan dalam Injil. Misalnya, pola silsilah ditulis 3 x 14 keturunan. Nama Daud dalam huruf Hibrani berjumlah 14. (D=4 W=6 D=4). Yang mau ditekankan disini adalah bahwa Yesus sungguh Raja dari Wangsa Daud.

Bukan hanya Raja Israel, tetapi Raja bagi seluruh bangsa. Raja umat manusia. Mereka yang dari luar Israel pun datang sujud menyembah-Nya. Yesus menyatakan diri kepada segala bangsa. Yesus lahir untuk menyelamatkan seluruh ciptaan.

Kita mestinya juga bertanya, persembahan apa yang kita haturkan kepada Sang Raja segala raja?

Ke pasar membeli dua celana.
Ternyata ukurannya berbeda.
Yesus adalah Raja segala raja.
Mari datang menyembah-Nya.

Cawas, jendela masih gelap…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 02.01.21 / PW. St. Basilius Agung dan St. Gregorius dari Nazianse, uskup dan Pujangga Gereja /Yohanes 1:19-28

 

“Jujur dan Rendah Hati”

SIAPA tidak mengenal Mahatma Gandhi? “Mahatma” berarti jiwa yang agung. Ia adalah rasul gerakan tanpa kekerasan di abad duapuluh. Kharisma pribadinya bisa menghipnotis semua orang. walaupun dia hanyalah seorang pria kurus tanpa kekuasaan, harta atau kedudukan. Ia bukan komandan pasukan atau penguasa negeri adidaya. Tetapi semua pemimpin dunia menghormatinya sebagai duta pembawa perdamaian, bukan hanya untuk India, tetapi seluruh dunia.

Kerendahan hati dan kebenaran itulah prinsip utamanya. Ketika menyelesaikan konflik Hindu-Islam, Gandhi berkata, “meski anda adalah satu-satunya minoritas yang ada, kebenaran tetaplah kebenaran.” Dia tidak hanya memikirkan mayoritas agamanya.

Kerendahan hati dan kebenaran itu diperjuangkan secara konsisten. Dengan “Satyagraha” ia berjuang tanpa kekerasan. Itu selaras dengan istilah Jawa, “Ngluruk tanpa bala, menang tanpa ngasorake.” Artinya melawan tanpa bala tentara, menang namun tidak merendahkan.

Orang yang sombong, jumawa sok kuasa pada akhirnya akan kalah dengan prinsip belas kasih dan kerendahan hati. Gandhi telah memberi contoh kepada kita semua.

Hari ini ditampilkan tokoh yang jujur dan rendah hati yakni Yohanes Pembaptis. Yohanes dengan jujur mengaku dan tidak berdusta bahwa dia bukan Mesias.

Ia berterus terang bahwa tugasnya hanya mempersiapkan Sang Mesias. Ia bukan tokoh utama, orang penting atau penguasa. Yohanes jujur mengaku ia bukan siapa-siapa.

Kerendahan hatinya nampak dari sikapnya, “membuka tali kasut-Nya pun aku tidak pantas.” Membuka tali kasut adalah tugas hamba, budak. Menjadi budak-Nya pun, ia mengaku tidak layak. Betapa dalamnya kerendahan hati Yohanes.

Marilah kita belajar dari Yohanes, Gandhi dan pribadi-pribadi unggul yang hebat bukan karena kuasa, harta atau popularitas, tetapi karena integritasnya yang tanpa pamrih, berjuang bukan untuk diri pribadi tetapi untuk kebaikan dunia.

Mengintip lewat lubang yang sempit.
Mengendap-endap di samping jendela.
Jujur dan rendah hati tidaklah sulit.
Ia dimulai dari hal-hal kecil dan sederhana.

Cawas, tahun baru, semangat baru…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr