Puncta 02.05.21 / Minggu Paskah V / Yohanes 15:1-18

 

Pesta Perak; “Di luar Aku, kamu tidak dapat berbuat apa-apa.”

SANGAT menarik dan mendalam homili Rm. Indra Sanjaya waktu merayakan pesta perak imamat yang tertunda April kemarin.

Tertunda karena semestinya dirayakan tahun lalu. Tetapi karena ada pandemi, Unio baru merayakan tahun ini.

Romo Indra merenungkan kata-kata Yesus yang dijadikan motto tahbisan mereka; “Di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.”

Pasti saya tidak dapat mengingat dan menjelaskan semuanya. Tetapi yang sangat mengesan adalah bahwa pengalaman menjadi imam selama duapuluh lima tahun dengan jatuh bangun, lekuk liku perjuangan, bisa berjalan hanya karena Dia yang memanggil.

Para pestawan ingin bersyukur karena Dia selalu setia, kendati kita manusia kadang tidak setia, mudah jatuh seperti bejana tanah liat.

Bejana yang rapuh itu dipakai oleh Allah untuk melaksanakan karya keselamatan-Nya. Allah dengan kesadaran penuh mengambil resiko memakai manusia yang lemah untuk melakukan karya penyelamatan.

Ia terinspirasi oleh kotbah Paus Benediktus XVI tentang imamat; “This audacity of God is the true grandeur concealed in the word “priesthood.”

Ada resiko besar bahwa karya-Nya akan gagal karena dipercayakan kepada manusia yang lemah. Tetapi Dia tetap memilih para hamba-Nya untuk menjadi imam. Inilah resiko terbesar Allah.

Kesadaran diri sebagai orang yang lemah itu semakin menegaskan bahwa sabda Yesus dalam perikop ini sangat relevan di segala kondisi. “Di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.”

Yesus adalah pokok anggur dan kita ini ranting-ranting-Nya. Ranting tidak akan menghasilkan buah kalau ia terpisah dari pokoknya.

Demikian pun para imam, sebagai manusia yang lemah, ia tidak akan berhasil kalau tidak tinggal dalam pokok anggur yakni Kristus sendiri.

Kendati ada imam yang pandai kotbah, ceramah, seminar, terkenal dimana-mana, karya sosial hebat, manager ulung, sukses membangun mercu suar yang megah. Dosa kesombongan, cari eksis diri dan pujian selalu menggoda. Itulah salah satu kelemahan dalam bejana yang rapuh.

Namun begitu, Allah tetap berani ambil resiko memilih yang lemah ini.

Kerapuhan itu semakin menyadarkan bahwa ranting tidak dapat berbuah kalau tidak bersatu dengan pokok anggurnya. Sehebat-hebatnya kita, tidak akan berhasil kalau terpisah dari Kristus Sang Pokok Anggur.

Sore-sore masih kerja lembur.
Menanam rumput dan memetik bunga.
Yesus adalah Sang Pokok Anggur.
Kita adalah ranting-rantingnya.

Cawas, syukur atas kasih-Nya…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 01.05.21 / Sabtu Paskah IV / Yohanes 14: 7-14

 

“We Are One : Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku”

BERMULA dari unggahan sebuah video yang viral, seorang nenek memukuli cucunya di simpang Charitas Palembang hari Rabu yang lalu. Nenek ini memaksa cucunya, TK yang berumur 8 tahun untuk mengemis di pinggir jalan.

Karena setoran yang kurang, nenek ini memukul dan menjambak rambut cucunya. Tindakan orangtua yang kurang terpuji ini ditindaklanjuti oleh polisi.

Suryani mengaku nekat menyuruh cucunya itu untuk mengemis sejak satu pekan terakhir.

“Karena sekarang lagi sekolah di rumah jadi saya mengajaknya untuk mengemis,” kata Suryani saat diperiksa penyidik.

Uang hasil mengemis yang dikumpulkan oleh TK digunakan untuk kehidupan mereka sehari-hari. “Saya menyesal,” kata nenek Suryani.

Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia, dan kamu telah melihat Dia.”

Kata Filipus kepada-Nya, “Tuhan, tunjukkanlah Bapa kepada kami, dan itu sudah cukup bagi kami.”

Yesus menjelaskan kepada Filipus, “barangsiapa melihat Aku, ia melihat Bapa.” Yesus dan Bapa adalah satu.

Kalau masih bimbang, Yesus minta supaya kita melihat pekerjaan-pekerjaan-Nya. Setidak-tidaknya dengan melihat pekerjaan Yesus, kita bisa mengenali Bapa yang mengutus-Nya.

Nenek yang sehari-harinya mengemis itu menyuruh cucunya ikut mengemis. Cucu yang masih kecil itu melakukan apa yang diperintahkan neneknya.

Dari cucu yang mengemis itu, kita bisa mengenali neneknya yang juga pengemis.

Yesus melakukan apa yang diperintahkan Bapa-Nya. Bapa yang baik dan mengasihi, mengutus Yesus untuk mengasihi dan menyelamatkan manusia.

Dari pekerjaan atau karya-karya Yesus, kita bisa mengenal Bapa-Nya.

Maka Yesus berkata, “Percayalah kepada-Ku, bahwa Aku di dalam Bapa, dan Bapa di dalam Aku, atau setidak-tidaknya, percayalah karena pekerjaan-pekerjaan itu sendiri.”

Kalau kita ini menjadi anak-anak Allah, semestinya kita juga melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dikehendaki Allah.

Kalau Allah adalah Bapa kita – setiap kali kita sebut doa Bapa kami – apakah orang lain bisa melihat siapa Bapa di dalam diri kita?

Bulan Mei bulan Maria.
Mari ziarah ke Ambarawa.
Allah adalah Bapa kita.
Kalau kita melakukan kehendak-Nya.

Cawas, Doakanlah kami ya Bunda…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr