PERISTIWA main hakim sendiri terjadi di sebuah rumah kontrakan di Kelurahan Sukamulya, Cikupa, Kabupaten Tangerang sekitar pertengahan November 2017.
Dua sejoli yang sedang makan malam bersama di kamar kost digedor massa. Mereka dituduh melakukan perbuatan mesum. Mereka digelandang di tengah jalan dan dipaksa telanjang menuju rumah ketua RW setempat yang berjarak 200 meter.
Massa brutal. Ada yang memukul, menendang, menelanjangi, bahkan merekam dengan kamera adegan pemaksaan kehendak itu. Video itu menjadi viral.
Polisi akhirnya menangkap 6 orang tersangka kasus main hakim sendiri itu, termasuk ketua RT, RW dan 4 warga sekitar. “Sangat disayangkan, ketua RT/RW yang seharusnya mengayomi warga, justru memprovokasi warga untuk melihat, merekam, bahkan mempersilahkan yang mau selfie dengan pasangan bugil itu” Kata AKBP Sabilul Alif, Kapolresta Tangerang.
Mengapa masyarakat suka main hakim sendiri? Pertama, karena tidak adanya kepercayaan kepada penegak hukum. Orang sering bilang, “Hukum itu tajam ke bawah, tumpul ke atas”.
Kedua, ada “mental kelompok” yang hidup di tengah masyarakat. Orang mudah “dibakar” kalau hidup bergerombol. Ketiga, manusia sekarang lebih dikuasai “croc brain” daripada neocortexnya. Otak buaya lebih bersifat instingtif dan emosional, tidak mau berpikir secara logis-rasional.
Diprovokasi sedikit saja langsung meledak nafsu kebinatangannya. Muncul tindakan merusak, menghancurkan, “keroyokan” ala heyna yang sadis tak kenal ampun.
Bacaan Injil hari ini, persis seperti yang dibacakan pada hari Minggu Prapaskah V. Ahli-ahli Kitab dan orang-orang Farisi menangkap seorang perempuan yang kedapatan berzinah. Mereka masih sedikit bermoral.
Mengadilinya berdasarkan kitab Musa yakni merajam dengan melempari batu kepada perempuan-perempuan itu. Kasus itu dihadapkan kepada Yesus untuk menjebaknya. Yesus tidak ingin menghukum, apalagi main hakim sendiri. “Akupun tidak menghukum engkau”.
Yesus justru mengampuni. Itulah tindakan Allah, mengasihi manusia berdosa dengan pengampunan. KasihNya tanpa pamrih. PengampunanNya tanpa batas.
Masa Prapaskah ini marilah kita alami pengampunan Tuhan. Marilah belajar dari Allah yang tidak mengingat dosa, tetapi mengampuni kita. Allah kita sungguh maha rahim.
Sakramen pengakuan dosa seharusnya menjadi sakramen kerahiman Allah. Sakramen itu tidak menakutkan tetapi membahagiakan karena kita dikasihi Allah.
Membeli karcis naik metro mini
Ternyata salah masuk ke gerbong kereta
Jangan suka main hakim sendiri
Allah saja mengampuni orang berdosa
Berkah Dalem,
Rm. A. Joko Purwanto Pr