SAYA masih teringat apa yang disharingkan Pak Redes di teras Pastoran Tayap.

Dia sangat bersyukur atas hidup ini dan atas rahmatNya untuk semua yang telah dianugerahkanNya. Kerjaannya tiap hari adalah “noreh” getah karet.

Sebelum “menggores” kulit pohon karet dia berdoa. “Tuhan seperti Engkau menumpahkan darahMu, pohon karet ini juga memberikan getahnya untuk kehidupanku. Aku merasa berdosa karena menyakitinya. Tetapi seperti Engkau mengurbankan darahMu agar kami hidup. Pohon karet ini juga mengurbankan getahnya supaya aku dan anak-anakku bisa hidup. Kami sungguh bersyukur”.

Selalu saja Tuhan memberi rejeki yang cukup bagi kami. Saya mendengarkan sharingnya dengan takjub dan kagum.

Pengalaman iman yang mendalam itu dihayati oleh pribadi yang sederhana, jujur, pasrah beriman.

Lalu dengan berkat itu dia terlibat dalam hidup menggereja sebagai prodiakon. Sebuah pelayanan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. Semakin melayani semakin merasa diberkati.

Apa yang dikatakan Tuhan Yesus itu sungguh terjadi, “Aku bersyukur kepadaMu ya Bapa Tuhan langit dan bumi! Sebab semuanya itu Kausembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Kaunyatakan kepada orang kecil”

Maka nasehat ini bisa kita renungkan, “Dadi wong iku bisaa rumangsa, aja rumangsa bisa”. Jadi orang itu bisalah mengukur diri, jangan merasa sok bisa.

Orang yang merasa bisa, malah tidak berbuat apa-apa bagi sesamanya. Tetapi orang kecil dipakai Allah untuk mencelikkan orang-orang yang merasa bisa.

Selamat merenungkan.

Masih larut dalam sukacita Perancis jadi juara Piala Dunia ? Tetapi jangan lupa besuk tetap misa pagi.

Berkah Dalem.

(Rm. A. Joko Purwanto Pr )