SIKAP membandingkan itu sering terjadi dalam hidup kita. Tetangga beli TV, kita gak mau kalah beli TV flat yang lebih gede. Tetangga beli motor, kita gak mau kalah beli mobil, walau harus kredit.

Tetangga tampil dengan mode rambut blow, kita tidak mau ketinggalan pakai mode Mohawk. Istri tetangga punya sepatu high heel, kita cari mode lebih keren dengan hak tinggi di depan. Pokoknya gak mau kalah dan harus beda dengan orang lain.

Para suami sering juga membanding-bandingkan istrinya dengan istri orang lain. Maka muncul celotehan, “Rumput tetangga lebih hijau daripada rumput di rumah sendiri”. Celotehan itu sebetulnya “warning” bahwa kita tidak pernah merawat rumput sendiri.

Tidak pernah dibersihkan, dipupuk, disiangi, disiram, sehingga rumput menjadi kering dan layu. Tengok di kebun tetangga, rumputnya hijau subur dan indah. Jangan meloncat pagar.

Anda sebaiknya merawat rumput sendiri biar menjadi hijau dan subur. Ketika anda sudah mulai menilai dan membanding-bandingkan, anda sudah terindikasi memanjat pagar menuju kebun tetangga.

Dalam Injil hari ini, Yesus memperingatkan kepada mereka yang sering mengganggap diri benar dan merendahkan orang lain. Orang Farisi dan pemungut cukai sama-sama berdoa. Orang Farisi itu membandingkan dan menganggap dirinya lebih hebat daripada si pemungut cukai.

“Ya Allah, aku mengucap syukur kepadaMu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain; aku bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah, dan bukan juga seperti pemungut cukai ini. Aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku”

Kita harus hati-hati. Jangan sampai menggunakan doa sebagai cara menghakimi orang lain. Apalagi doa sekarang sering dipolitisasi. Doa dipakai untuk memuji paslon yang satu dan menjelek-jelekkan paslon yang lain. Doa tergantung dari dia yang memberi duit.

Doa adalah hubungan pribadi dengan Tuhan. Di hadapan Tuhan, kita ini bukan siapa-siapa. Laksana setitik debu di tengah padang pasir. Pemungut cukai itu mengakui kekerdilannya. Ia merasa tidak punya jasa apa-apa di hadapan Tuhan.

Justru ia sangat membutuhkan belaskasihan Allah. Ia sangat tergantung dari Allah. Begitulah semestinya kita memposisikan diri di hadapanNya. Masa Prapaska ini sangat bagus untuk datang mengakui kedosaan kita. Pasti belaskasihNya akan tercurah bagi kita semua.

Ke Bandung naik kereta api
Singgah sebentar di Purwakarta
Marilah kita merendahkan diri
Di hadapan Tuhan kita bukan siapa-siapa

Berkah Dalem,
Rm. A. Joko Purwanto Pr