by editor | Feb 22, 2020 | Renungan
Telah beredar berita bahwa Paus Fransiskus akan berkunjung ke Indonesia bulan September tahun ini. Semoga dapat terlaksana.
Paus adalah pengganti Petrus, pemimpin para rasul. Paus memimpin umat Katolik seluruh dunia. Ia menduduki tahta Petrus di Roma.
Hari ini kita rayakan Tahta St. Petrus lambang kepemimpinan gereja universal. Bacaan hari ini menggambarkan bagaimana succesio apostolica itu terjadi.
YESUS berkata, “Engkau adalah Petrus, dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaatKu, dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga, dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di surga.”
Jelas, Yesus menunjuk Petrus untuk memimpin jemaatNya. Ia memberikan kuasa kepada Petrus. Apapun yang dilepaskan di dunia akan terlepas di surga. Itulah otoritas yang diberikan Yesus kepada Petrus, pemimpin keduabelas rasul.
Gereja bersifat apostolik berarti bahwa Gereja berasal dari para rasul dan tetap berpegang teguh pada kesaksian iman mereka itu.
Kesadaran bahwa Gereja “dibangun atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru”, sudah ada sejak zaman Gereja perdana sendiri.
Iman dari para rasul itu terus menerus diwariskan dari Yesus sampai sekarang dan untuk selama-lamanya.
Sifat apostolik berarti bahwa Gereja sekarang mengaku diri sama dengan gereja Perdana, yakni Gereja para rasul.
Dimana hubungan historis ini jangan dilihat sebagai pergantian orang, melainkan sebagai kelangsungan iman dan pengakuan.
Hari ini Gereja merayakan Tahta Santo Petrus. Tahta itu menjadi lambang kelangsungan yang terus menerus akan pewarisan iman dari para rasul sampai sekarang dan untuk masa datang.
Petrus dan para penggantinya ditunjuk Yesus untuk menjaga keaslian iman. Hirarkhi gereja dipertahankan untuk menjaga kemurnian iman dari zaman ke zaman.
Konsekuensi dari gereja yang mempertahankan sifat Apostolik adalah mempunyai suksesi apostolik. Dengan adanya suksesi Apostolik maka kedudukan para rasul dan Petrus sebagai kepala dewan para rasul dapat tergantikan.
Maka kelangsungan Gereja dapat terjamin sesuai kehendak Yesus sendiri kepada GerejaNya. Semoga Paus sungguh bisa mengunjungi umat Katolik Indonesia. Selamat datang Paus Fransiskus…..
Bunga anggrek di pohon pinus.
Sungguh indah dipandang mata.
Tuhan memilih Santo Petrus.
Untuk memimpin jemaatNya.
Cawas, menanti hujan tiada henti
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Feb 20, 2020 | Renungan
PENGALAMAN hidup Steve Jobs sangat inspiratif. Pendiri Perusahaan Apple ini memiliki segalanya. Kekayaannya ada 5,1 milyard dollar pada 2009 dengan 4000 karyawan perusahaan.
Ketika dia berada di puncak kejayaan, dokter memvonis Steve kena kanker pankreas. Hidupnya mendekati kematian. Ia selalu berpikir jika hari ini adalah hari terakhir dalam hidup, apa yang harus dilakukan?
Hidup dalam segala kelimpahan itu ternyata tidak mampu menyelamatkan nyawanya. Kematian sangat dekat di depan mata.
Dia menulis, ”Waktu anda sangat terbatas, jangan sia-siakan untuk menjalani hidup bersama dengan yang lain, mereka yang anda sayangi. Jagan biarkan omongan orang menguasai anda sehingga anda tidak mendengar suara hati anda. Milikilah keberanian untuk mengikuti suara hati dan intuisi.”
Tidak ada kata yang lebih indah selain bahwa hidup ini perlu berbagi. Berbagi cinta, berbagi perhatian, berbagi kebahagiaan, berbagi apa pun yang anda miliki.
Dalam bacaan Injil hari ini Yesus berkata, “Apa gunanya seseorang memperoleh seluruh dunia, tetapi kehilangan nyawanya?”
Steve Jobs, Bill Gate, Rockkefeller adalah orang-orang kaya yang memiliki segalanya. Michael Jackson, Whitney Houston adalah artis-artis terkenal sebagai raja pop dunia. Hitler,
Mussolini adalah diktator paling berkuasa. Apakah mereka menikmati semuanya itu? Mereka memperoleh seluruh dunia. Tetapi mereka kehilangan semuanya.
Jalan memperoleh kehidupan ditawarkan Yesus kepada murid-muridNya yakni dengan menyangkal diri, memikul salib dan mengikuti Yesus.
Menyangkal diri menurut Injil berarti menjadi senasib dengan Yesus. Hidup menurut Yesus. Kalau kita mau menyangkal diri berarti kita mencintai Yesus sepenuh-penuhnya.
Menyangkal diri berarti juga tidak mementingkan diri sendiri. Tetapi lebih mementingkan orang lain. Hidup untuk kebahagiaan orang lain.
Memanggul salib berarti mau berkurban demi keselamatan sesama. Kesulitan bukan sebagai beban tetapi jalan kesabaran, kesetiaan dan kerendahan hati.
Kalau kita melakukan sesuatu demi cinta, semua akan terasa ringan. Tetapi jika demi kewajiban, maka akan berat. Kita bahagia bukan karena memiliki segalanya. Kita bahagia karena bisa berbagi dengan sesama.
Merawat anggrek dengan penuh cinta.
Tumbuh bunganya beraneka warna.
Kalau kita bisa berbagi dengan sesama.
Kebahagiaan datang sungguh luar biasa.
Cawas, wawanhati mendewasakan
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Feb 19, 2020 | Renungan
SEORANG guru bertanya kepada murid-muridnya, siapakah Tuhan itu. Seorang murid maju ke depan kelas dan berkata, “Tuhan itu seperti ayah saya yang Insinyur. Ia menciptakan dunia ini.”
Anak lain berkata, Tuhan itu seperti ayah saya seorang dokter, Ia menyembuhkan orang sakit.” Anak lain lagi berkata, “Tuhan itu seperti ayah saya Pengusaha, Ia mempunyai segala-galanya.”
Semua anak menggambarkan Tuhan seperti ayahnya yang sukses, kaya dan berhasil. Ada seorang anak duduk tertunduk di pojok. Ia tidak berani maju ke depan. Gurunya merayunya agar bisa menceritakan seperti apa Tuhan itu.
Akhirnya anak ini maju tertunduk menjawab dengan lirih, “Tuhan itu seperti Pemulung.” Semua anak gusar dan mencemooh. Mereka ribut menyoraki anak ini.
Bu guru meminta semua anak tenang. Anak ini melanjutkan, “Tuhan itu mengasihi yang kotor dan terbuang, seperti bapak saya. Ia mengambil saya dari tempat sampah dan mencintai saya tanpa pamrih. Ia memungut saya menjadi anaknya sendiri.”
Anak-anak di kelas mulai hening dan meneteskan air mata. Bu guru merangkul anak itu dan semua anak mengelilinginya sambil sesenggukan.
Yesus bertanya kepada murid-muridNya, “Siapakah aku ini?” ada yang mengatakan Elia, Yohanes Pembaptis, ada yang bilang seorang nabi pada zaman dahulu.
Tetapi Yesus bertanya lebih lanjut, “Tetapi menurut kamu, siapakah aku ini?” dengan tegas Petrus menjawab,”Engkau adalah Mesias.”
Siapa seseorang itu bukan hanya nama atau identitas. Siapa itu bisa menggambarkan pengalaman personal yang sangat mendalam.
Petrus langsung menyebut Yesus adalah Mesias, pasti ia punya pengalaman dalam bersama Yesus sehingga Petrus bisa menyimpulkan Yesus adalah Mesias. Gelar Mesias adalah pribadi ilahi yang menjadi harapan semua orang. Mesias adalah penyelamat. Mesias adalah yang terurapi dari Allah.
Seperti anak kecil yang menginterpretasikan Allah sebagai pemulung itu, ia punya pengalaman mendalam dipungut oleh seorang pemulung menjadi anaknya sendiri yang sangat dicintai tanpa pamrih.
Ia yang dibuang di tempat sampah yang kotor tetapi diambil dan dipungut menjadi anaknya sendiri. Begitulah Allah. Ia mengangkat kita dari tempat kotor penuh dosa dan mengangkat kita menjadi anakNya sendiri melalui Yesus Kristus.
Apakah anda mempunyai pengalaman personal dengan Yesus? Jika ya, anda akan mampu menjawab pertanyaan Yesus, “menurut kamu siapakah Aku ini?”
Makan soto lauknya tahu
Bayarnya murah hanya limaribu
Siapakah Yesus bagiku?
Dialah sahabat sejatiku
Cawas, Legawa : digawe lega njur digawa.
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Feb 18, 2020 | Renungan
HATI-HATI ada perusahaan investasi bodong. Tanda yang paling mudah dideteksi adalah menawarkan investasi dengan sedikit modal tetapi hasilnya setinggi langit.
Kalau itu berupa tabungan ya dijanjikan bunga berlipat-lipat. Kita diberi kemudahan-kemudahan fasilitas atau janji-janji yang menggiurkan. Tanpa ada usaha tetapi langsung kaya raya.
Orang tidak mau kerja keras tetapi serba instan langsung mendapat hasil banyak. Kita ingat kasus Dhimas Kanjeng.
Banyak orang percaya kepadanya. Orang ingin cepat menjadi kaya tanpa harus susah-susah. Tidak perlu melalui proses panjang.
Hari ini Yesus menyembuhkan orang buta melalui sebuah proses. Ada berbagai cara Yesus menyembuhkan.
Kadang hanya dengan menumpangkan tangan. Kadang hanya dengan berbicara. Kadang dari jarak jauh. Kadang dari jarak dekat, bertemu dengan orang yang sakit.
Dalam penyembuhan kali ini, ada proses yang dibuat oleh Yesus. Ia memegang tangan si buta, membawanya ke luar kampung. Yesus meludahi mata si buta dan meletakkan tanganNya atas mata orang itu.
Lalu Yesus berdialog dengan si sakit. Bagaimana perkembangannya. Si buta tidak langsung dapat melihat. Yesus meletakkan tanganNya lagi pada mata si buta. Baru kemudian sembuhlah orang itu.
Ada proses yang harus dijalani oleh si buta itu. Dia tidak langsung sembuh seperti yang lainnya. Yesus menyembuhkan orang bisa dengan berbagai macam cara.
Kali ini dengan meletakkan tangan, meludahi dan berdialog dengan si sakit. Yesus mengajak orang itu berproses bersama, berdialog bersama sehingga membutuhkan waktu bersama. Tidak ada yang instan. Ada proses yang harus dilalui.
Dibutuhkan usaha yang keras dan iman yang kuat agar orang mengalami kesembuhan atau pertobatan.
Kita bisa belajar dari Zakeus atau wanita yang sakit pendarahan selama duabelas tahun. Orang buta ini pun juga melalui sebuah proses atau tahap-tahap penyembuhan.
Namun begitu, Tuhan pasti menyembuhkan. Bagaimana dan kapan, itu hanya Tuhan yang menentukan.
Tuhan juga mengajak berdialog. Dialog dengan Tuhan itulah doa. Kalau kita mau disembuhkan tetapi tidak pernah berdialog, berdoa dengan Tuhan, maka susah juga kesembuhan itu terjadi.
Seorang dokter akan mudah menyembuhkan pasien kalau pasien itu mau berdialog terbuka tentang penyakitnya.
Begitu pun kita akan mudah disembuhkan kalau kita mau berdialog dengan Tuhan yaitu berdoa. Marilah kita sering berdialog dengan Tuhan.
Makan rujak pedas sambalnya
Porsinya besar untuk berdua
Kalau kita sering berdoa
Tuhan pasti tahu isi hati kita
Cawas, menjaga level tetap tinggi
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Feb 17, 2020 | Renungan
KALAU kita berhenti di palang rel kereta api. Kita akan melihat pemandangan semrawut di kedua sisi rel.
Pertama beberapa orang memenuhi badan jalan. Yang di belakang kemudian mengikutinya, sampai seluruh badan jalan itu penuh berdesakan kendaraan.
Tidak hanya di sisi sebelah sini, tetapi di sisi sebelah sana juga tidak kalah penuhnya. Ketika palang rel dibuka, semua kendaraan berdesak-desakan di tengah jalan membikin kemacetan yang panjang.
Mereka saling berebut menjadi terdepan yang paling cepat. Tidak ada yang mau mengalah. Tak masalah walau melanggar aturan.
Betapa hal buruk itu mudah sekali menular. Keburukan lebih mudah ditiru daripada hal-hal yang baik. Betapa sulitnya mengajari budaya antri.
Yesus memperingatkan kepada murid-muridNya, “Berjaga-jaga dan awaslah terhadap ragi orang Farisi dan ragi Herodes.”
Ragi membuat adonan roti menjadi besar mengembang. Ragi mempengaruhi adonan. Ragi itu adalah pengaruh, dampak yang menghasilkan sesuatu.
Ragi orang Farisi yang dimaksud Yesus adalah kemunafikan. Ragi Herodes adalah kekuasaan atau kesewenangan.
Yesus memperingatkan murid-muridNya agar waspada terhadap kemunafikan dan kesewenang-wenangan.
Namun para murid tidak memahami apa yang disampaikan Yesus. Mereka berpikir lain. Mereka tidak menangkap apa maksud Yesus.
Para murid hanya melihat dan mendengar yang lahiriah saja. Mereka salah mengerti maksud Yesus. Murid-murid mengira Yesus menegur mereka karena tidak membawa roti.
Kesalah-pahaman ini dipakai oleh Yesus untuk lebih menekankan agar tidak perlu kawatir tentang makanan.
Para murid diingatkan tentang pergandaan lima dan tujuh roti untuk ribuan orang. mengapa harus kawatir tentang makanan.
Yang dikawatirkan Yesus justru ragi orang Farisi yakni sikap munafik dan ragi orang-orang Herodian yakni sikap “adigang, adigung, adiguna.”
Sikap adigang itu diumpamakan dengan kijang yang sombong karena bisa lari kencang. Adigung itu seperti gajah yang sombong karena badannya besar. Adiguna itu seperti ular yang bisanya mematikan.
Kendati kijang larinya kencang, gajah badannya besar dan ular bisanya beracun namun mereka tetap punya kelemahan. Maka jangan sombong.
Ragi atau pengaruh nilai-nilai buruk itulah yang dikawatirkan Yesus, hal-hal buruk itu lebih mudah menular daripada hal-hal yang baik.
Menanam kebaikan itu butuh waktu lama, sementara menabur hal buruk itu sangat cepat dan mudah. Maka kita mesti waspada dan berjaga-jaga senantiasa.
Naik tangga menikmati lorong
Dalam gelap hanya dapat melihat mata
Janganlah kita menjadi sombong
dihadapanNya kita bukan siapa-siapa
Cawas, levelnya masih tak tertandingi
Rm. A. Joko Purwanto Pr