by editor | Feb 5, 2020 | Renungan
SETIAP kali pulang dari turne (kunjungan stasi), saya pasti diberi berbagai persembahan umat. Ada beras, sayuran dan buah-buahan hasil ladang.
Beberapa kali diberi ayam, tapi sempat lepas di jalan. Kalau di stasi ada berkat nikah, beruntung sekali karena diberi paha babi yang sudah disalai.
Sepeda motor penuh dengan hasil persembahan umat. Berkat Tuhan melalui kebaikan umat itu sungguh luar biasa. Tuhan yang memanggil, semua akan diurusNya dengan terampil.
Dalam Injil hari ini, Yesus mengutus murid-muridNya untuk pergi berdua-dua mewartakan kabar sukacita. Yesus minta mereka tidak membawa apa-apa.
Tidak boleh membawa bekal. Tidak boleh membawa uang, roti, baju. Pergi dengan tangan kosong. Pesan ini mempunyai makna.
Yesus ingin agar para murid tidak mengandalkan hal-hal ini itu. Andalan dan jaminan satu-satunya hanyalah kebaikan Allah.
Kadang kita terlalu kawatir dan sibuk dengan bekal ini itu. Bagaimana nanti di sana kalau tidak ada makanan, hujan, dingin, sakit dan lain-lain. Pikiran kita hanya habis untuk memikirkan hal-hal tidak penting.
Sedangkan tugas yang paling pokok adalah mewartakan kabar gembira. Kalau Tuhan mengutus, Tuhan juga akan mengurus. Motor rusak di jalan, ada orang yang berbaik hati menolong.
Perut kelaparan, ada umat mengundang singgah di rumahnya. Badan kelelahan karena perjalanan jauh, ada umat menawarkan tumpangan. Itu semua Tuhan yang mengurus.
Bahkan persembahan umat untuk pastor sangat melimpah. Yang tadinya berangkat dengan tangan hampa, pulang dengan membawa berkat melimpah. Yang penting fokus saja pada tugas perutusan.
Semua akan diatur oleh Tuhan. Seperti para murid itu, mereka pergi mewartakan Injil, mengoles orang sakit dengan minyak, mengusir setan-setan dan menyembuhkan orang sakit.
Di sekitar kita masih banyak orang membutuhkan kabar gembira. Banyak orang sakit membutuhkan penghiburan. Banyak orang putus asa membutuhkan peneguhan dan pengharapan. Mari kita pergi menunaikan perutusan kita.
Ke pasar pagi membeli ikan
Dimasak dengan tempoyak jadi sayuran
Kalau kita menjalani perutusan Tuhan
Tidak perlu ada yang dikawatirkan
Cawas, tetap berharap hari yang cerah
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Feb 4, 2020 | Renungan
PERNAH suatu kali saya ditanya oleh seorang bapak ketua lingkungan, “Apakah romo pernah belajar di Luar Negri?”
Saya paham di balik pertanyaan itu tersirat sebuah kebanggaan – kalau tidak mau dibilang kesombongan – bahwa yang berasal dari luar itu hebat.
Sedangkan yang dari dalam negeri atau kampung sendiri itu tidak ada apa-apanya. Orang lebih bangga dengan tas merk Burgos, Guess, Chanel, Louis Vitton, Hermes, Zara, Salvatore Ferragamo daripada buatan Manding Bantul, Cibaduyut, Tanggulangin atau Pasar Klewer.
Orang baru merasa berkelas kalau masuk di Starbuck daripada warung kopi kampung. Mungkin karena kita terlalu lama dijajah.
Membuat kita menjadi Asing minded dan minder dengan diri sendiri. Tidak bisa menghargai diri sendiri. Iklan Maspion itu menghimbau kita, “Cintailah produk-produk Indonesia.”
Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus ditolak oleh orang-orang di tempat asalNya, Nasaret. Ketika mereka tahu Yesus datang dari mana, siapa kaum kerabatnya, golongan macam apa kerabatnya, mereka menolakNya dan tidak percaya.
Mereka kecewa karena melihat status keluarganya hanya tukang kayu. Mereka mencibir asal muasal Yesus dari status sosial macam apa. Mereka merendahkan Yesus karena berasal dari kampung.
Maka Yesus berkata, “Seorang nabi dihormati dimana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, diantara kaum kerabatnya dan di rumahnya.”
Karena ketidak-percayaan mereka, Yesus tidak banyak membuat mukjijat di Nasaret. Kepercayaan kita sangat dangkal karena hanya melihat yang permukaan atau penampilan luar saja. Sehingga kita tidak mampu karya-karya besar Allah.
Pandangan kita terlalu pendek dan tidak mampu melihat apa di balik yang permukaan tadi. Yang kita lihat hanya hal-hal sepele, hiasan-hiasan luar tanpa melihat sisi terdalam.
Siapakah Yesus itu sesungguhnya. Kita hanya bisa “gumun” terkagum namun tidak sampai menjadi percaya. Itulah yang membuat karya Allah terhambat pada kita.
Kita jangan mudah terjebak pada kulit luarnya saja. Mari kita masuk ke tempat yang dalam, dan menjadi percaya.
Menari dan menyanyi diiringi gitar
Lagunya indah sangat menawan
Iman itu bukan soal penampilan luar
Namun mengenal lebih dalam siapa Tuhan
Cawas, menyambut hari dengan ceria
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Feb 3, 2020 | Renungan
BACAAN Injil yang panjang ini memuat dua kisah mukjijat. Pertama adalah kisah kebangkitan anak Yairus dan kedua, kisah penyembuhan seorang ibu yang sudah duabelas tahun sakit pendarahan.
Yairus adalah kepala rumah ibadat. Anak perempuannya sedang sakit. Ia sangat berharap Yesus dapat menyembuhkannya.
Ketika Yesus datang, tersungkurlah dia dan dengan sangat ia memohon kepada Yesus. perempuan yang sakit pendarahan itu juga datang kepada Yesus di tengah-tengah himpitan orang banyak.
Baik Yairus maupun perempuan itu menghadapi tantangan yang berat yakni sikap orang banyak. Ketika didengar kabar bahwa anaknya sudah mati, orang banyak menghentikan Yairus untuk tidak lagi berharap kepada Yesus.
Merekaberkata, “Apa perlunya lagi engkau menyusahkan guru?” Perempuan itu juga menghadapi hambatan dari orang banyak. Para murid mungkin jengkel ketika ditanya Yesus tentang siapa yang menjamah jubahNya.
“Engkau melihat sendiri bagaimana orang-orang ini berdesak-desakan dekatMu. Bagaimana mungkin Engkau bertanya: Siapa yang menjamah Aku?”
Kita ini kadang menjadi bagian dari orang banyak. Kita menghalangi orang mengalami kebaikan Tuhan. Rasa cemburu dan iri hati sering menjadi dasar mengapa kita tidak suka melihat orang lain dikasihani Allah.
Mengapa orang itu dikabulkan doanya dan saya tidak? Dengan kata-kata kita, sering orang lain menjadi mundur atau terhalangi untuk berjumpa dengan Tuhan.
“Untuk apa rajin berdoa? Untuk apa ke gereja, toh ya nasibnya tidak lebih baik dari orang lain?” Kita menjadi hambatan bagi orang untuk mengalami kasih Allah.
Kendati demikian, Yairus dan perempuan itu tidak mundur. Mereka tetap percaya bahwa Yesus mampu melakukan seperti yang mereka harapkan.
Yesus bisa berbuat apa saja demi menyelamatkan orang sakit. Iman kepercayaan mereka itulah yang dilihat oleh Yesus. “Hai anakKu, imanmu telah menyelamatkan engkau.”
Iman itu melahirkan daya kekuatan untuk menembus segala hambatan. Dengan iman yang kuat, Yairus tidak menghiraukan orang banyak. Dengan iman itu, perempuan yang sakit lama itu menerobos banyak orang.
Sekuat apakah iman kita? apakah kita berani menerjang hambatan apapun demi bisa dekat dengan Yesus? Kita disembuhkan karena daya kekuatan iman.
Kalau kita tidak mempunyai iman yang kuat, maka tak akan ada mukjijat. Maka pertama-tama marilah kita minta iman. Tuhan punya rancangan yang indah buat kita.
Bunga anggrek bunga selasih
Tumbuh bersama di teras depan
Kalau hidup penuh dengan kasih
Kita akan dibimbing Tuhan
Cawas, menunggu tukang cukur yang pas
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Feb 2, 2020 | Renungan
KALAU kita melihat orang yang kerasukan setan, sangat mengerikan. Orang itu berteriak-teriak, membantingkan tubuhnya, matanya membelalak dengan tatapan hampa.
Kaki dan tangannya “slaweyan” bergerak kesana kemari. Ia memukuli diri dengan batu. Ia menyiksa dirinya. Orang-orang yang melihat merasa takut, ngeri dan tidak berani mendekat.
Dalam Injil dikisahkan orang yang kerasukan setan di Gerasa. Jumlah setannya banyak. Maka namanya Legion. Orang itu sangat berbahaya. Ia tinggal di pekuburan jauh dari dunia orang hidup.
Ketika melihat Yesus datang, ia berlari mendekat, sujud dan tersungkur, sambil berbicara keras ia berkata, “Apa urusanmu dengan aku, hai Yesus, Anak Allah yang mahatinggi? Demi Allah, jangan siksa aku.”
Orang itu mengenal Yesus sebagai Anak Allah. Ia tahu kuasa Yesus sebagai Anak Allah. Setan-setan takluk dikalahkan dan diusir.
Maka orang ini meminta kepada Yesus agar boleh masuk ke kawanan babi yang jumlahnya ribuan. Yesus mengijinkannya dan setan-setan itu merasuki babi-babi itu dan mereka terjun ke danau.
Betapa mengerikan jika orang dikuasai oleh setan. Setan itu adalah kejahatan. Maka jika hati orang dikuasai roh-roh jahat, maka ia seperti mayat berjalan. Disamakan dengan orang yang tinggal di pekuburan.
Kuasa jahat sungguh mengerikan. Yang mampu mengalahkan kuasa kejahatan hanyalah Yesus. maka orang itu datang kepada Yesus, minta dibebaskan dari kuasa jahat.
Ketika sudah sembuh,orang itu ingin mengikuti Yesus kemana saja Dia pergi. Tetapi Yesus meminta kepadanya agar memberitahukan kasih Allah kepada sanak saudara dan keluarga.
Mewartakan bagaimana Allah mengasihi dia kepada orang-orang sekampungnya. Orang itu pergi dan menceritakan perbuatan kasih Allah.
Apakah kita juga mengalami dikasihi Allah? Apakah kita merasakan diselamatkan oleh Yesus? bagaimana kita membalasNya?
Kita hanya diajak mewartakan kepada orang-orang di sekitar kita. mewartakan kasih Allah kepada keluarga kita dengan cara mengasihi mereka.
Mari kita lakukan. Jangan tunda-tunda. Jika anda ingin merasakan kasih Allah, datanglah esok pagi ke gereja, ikutlah misa.
Kota Wuhan di Negeri Cina
Diisolir karena wabah virus korona
Tuhan Yesus Maha Kuasa
Ia mengalahkan roh-roh jahat dalam hati kita
Cawas, hai…hai… hai…haloo…
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Feb 1, 2020 | Renungan
Dalam tradisi Yahudi, anak sulung harus dipersembahkan kepada Allah di Bait suci. Maria dan Yosef membawa Yesus untuk dipersembahkan kepada Allah.
Mereka membawa dua ekor burung merpati atau sepasang burung tekukur. Bukan lembu atau domba. Nampak bahwa keluarga Yosef ini keluarga miskin. Hanya bisa mempersembahkan sepasang burung tekukur.
Kendati demikian, mereka taat pada aturan hukum Taurat. Mereka adalah keluarga yang tekun dan setia pada tradisi nenek moyang.
Mereka berjumpa dengan Simeon dan Hana. Kedua nabi itu menubuatkan apa yang akan terjadi pada anak itu. Simeon merasa bahagia karena boleh menatang anak itu sebagai kepenuhan janji Allah.
Betapa bahagianya Simeon boleh menimang Sang Cahaya Sejati yakni Yesus yang sudah dinanti-nantikan kedatanganNya bagi dunia.
Begitulah orangtua sudah merasa puas jika sudah melihat kebahagiaan anak cucunya. Ia lega dan tenang kembali ke pangkuan Bapa.
Di akhir hidupnya Simeon menubuatkan bagaimana Maria harus menerima pedang yang menembus jiwanya. Kadang kita bertanya, kenapa orang baik dan saleh hidupnya menderita?
Maria sudah memanggul salib sejak awal menerima kabar sukacita. Salib Maria sudah dinubuatkan oleh Simeon. Kesucian Maria justru nampak bagaimana dia setia dan taat menjalani hidupnya.
Seperti para suci itu, semakin tinggi kesuciannya, semakin besar pula salib yang harus ditanggungnya. Tetapi juga semakin besar pula rahmat Allah dianugerahkannya.
Maria mempersembahkan anaknya yang tunggal kepada Allah. Anak adalah titipan Tuhan. Anak adalah milik Tuhan. Orangtua hanyalah dititipi agar memelihara dan mendidiknya supaya dia mengenal Allah.
Kendati pun Maria harus menerima pedang pengorbanan karena mendampingi anaknya, Maria dengan sukacita menerimanya. Sungguh besar tanggungjawab orangtua.
Maria adalah teladan kita. bagaimana dia setia kepada Allah tetapi juga tekun mendampingi putranya. Kesetiaan itu dijalaninya sampai akhir di bawah salib putranya. Maria adalah teladan kita semua. Marilah kita persembahkan hidup kita kepada Allah.
Menunggu tukang cukur sampai siang
Ternyata dia pergi ke Wuhan
Hati Maria ditembus pedang
Karena hidupnya menjadi teladan
Cawas, mendung menggelayut
Rm. A. Joko Purwanto Pr