Puncta 13.09.20 / Minggu Biasa XXIV / Matius 18:21-35

 

“Berapa Kali Mengampuni?”

MONSIEGNEUR Bienvenu Myriel berkata kepada Jean Valjean, “Jangan lupa, jangan pernah lupa. Kau semalam bilang akan menjadi manusia baru. Valjean menjawab, “Aku berjanji. Tapi kenapa bapa lakukan ini padaku?”

Uskup berkata, “Jean Valjean, saudaraku. Kau bukan lagi milik kejahatan. Dengan perabotan perak ini aku telah membeli jiwamu. Aku telah menebusmu dari ketakutan dan kebencian. Kini aku mengembalikanmu kepada Tuhan.”

Jean Valjean adalah narapidana yang dibebaskan setelah 9 tahun menjalani kerja paksa. Ia dihukum karena mencuri sebongkah roti. Dalam perjalanan ke Dijon, ia diterima bermalam di rumah uskup. Ia dijamu dengan makan malam yang lezat. Ia terbangun oleh mimpi buruk penyiksaan demi penyiksaan selama di penjara.

Malam itu ia mencuri sendok garpu perak yang mahal milik uskup. Paginya ia ditangkap polisi lagi dan dibawa kembali ke rumah uskup itu. Tetapi para polisi terkejut karena bapak uskup menyatakan perak itu sebagai buah tangannya. Dan masih ada kandelar seharga 2000 franc yang belum sempat dibawanya.

Ia diampuni sekaligus diberi hadiah perabotan perak yang mahal. “Dengan perabotan perak ini aku telah membeli jiwamu. Aku menebusmu dari ketakutan dan kebencian. Kini aku mengembalikanmu kepada Tuhan.”

Kata-kata ini mengubah seluruh hidup Jean Valjean. Kendati hidupnya dikejar-kejar oleh dendam dan kebencian, namun ia selalu mengampuni dan berbuat baik kepada siapa pun. Bahkan kepada Kolonel Javert yang membenci dan memusuhinya sekalipun. Ia tidak membalas dendam tetapi mengampuni.

Yesus ditanya oleh Petrus, “Tuhan, sampai berapa kalikah aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadapku? Sampai tujuh kali?” Yesus berkata kepadanya, “Bukan!! Aku berkata kepadamu: bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.”

“Wong sabar iku ana watese” kata orang. Orang sabar itu ada batasnya. Tetapi bagi Yesus kesabaran itu tiada batas. Sebagaimana mengampuni tidak dibatasi hanya tujuh kali. Tujuh puluh kali tujuh itu artinya banyak sekali, tak terhitung, tiada pernah berhenti. Demikianlah hati Tuhan, mengampuni tiada henti.

Pengalaman diampuni dan dikasihi sedemikian besar, membuat Jean Valjean berani mengasihi musuh-musuhnya. Daripada hidup menderita selamanya karena menyimpan dendam lebih baik mengampuni sekali, dan hidup damai untuk selamanya.

Mengambil kue dicelupkan ke kopi.
Diaduk sebentar terasa nikmatnya.
Betapa berat harus mengampuni.
Lebih berat memikul dendam selamanya.

Cawas, belum numpuk tugas….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 12.09.20 / Lukas 6:43-49 / Warisan Jakob Oetama

 

PENDIRI Kompas Gramedia ini wafat pada tanggal sembilan bulan sembilan tahun duapuluh duapuluh. Jakob Oetama meninggalkan warisan jurnalisme fakta, jurnalisme makna.

Pemikirannya ini menjadi idealisme yang terus dihidupi dan dikembangkan sampai akhir hayatnya. Dia menjadi tokoh pers legendaris di negeri ini. Koran Kompas menjadi bukti perjuangan jurnalistiknya yang mampu mengarungi zaman di Indonesia. Kompas Gramedia berhasil mengembangkan unit-unit bisnis dengan 22.000 karyawan.

Ia dikenal sebagai sosok yang sederhana, humanis, penuh integritas, jujur dan rendah hati. Kalau pergi ke gereja dia selalu duduk di bangku belakang. “Merasa tidak pantas” katanya. Ia pernah mengenyam pendidikan di Seminari Menengah Mertoyudan dan sebentar di Seminari Tinggi.

Ia kemudian ingin menjadi guru seperti ayahnya. Tetapi pertemuan dengan Pastor Oudejans mengubah jalan hidupnya. “Guru sudah banyak, wartawan tidak” kata Pastor itu. Sejak itu dunia wartawan digelutinya sampai akhir.

Hari ini Tuhan Yesus berkata, “Tidak ada pohon baik yang menghasilkan buah yang tidak baik. Dan tidak ada pula pohon tidak baik yang menghasilkan buah baik. Sebab setiap pohon dikenal dari buahnya. Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik.”

Dari sosok seorang Jakob Oetama kita bisa melihat buah-buah yang baik yang dihasilkan dari teladan kehidupannya. Ia mengajari sebuah etos kerja bahwa “laborare est Orare.” Bekerja adalah berdoa atau beribadah. Manusia menampakkan martabatnya di dalam kerja.

Kepeduliannya pada manusia dan kemanusiaan sungguh dihayati. Para karyawan Kompas Gramedia merasa “diuwongke” oleh Pak Jakob. Seorang pensiunan percetakan Gramedia, Pak Suwadji mengatakan, “Pak Jakob itu seperti Semar. Dia itu sebenarnya Dewa Ismaya, tetapi mau turun ke dunia menjadi Semar untuk “ngemong” jadi pamong bagi manusia.”

Keluarga dan sekolah ibarat lahan tempat akar bertumbuh menjadi pohon. Kalau akarnya kuat, pohon juga akan bertumbuh dengan baik. Begitu pun dia akan menghasilkan buah yang baik juga.

Mari kita bangun keluarga yang baik. Dari keteladanan keluarga, kita bisa menghasilkan buah-buah baik bagi sesama.

Ada ibu mengintip dari luar kamar.
Ternyata mimpi dikejar-kejar teman.
Pribadi yang baik laksana mercu suar.
Menjadi pedoman dalam kegelapan.

Cawas, sebentar pun bisa…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 11.09.20 / Lukas 6:39-42 / Kolonel Javert

 

POLISI ini bertugas di Paris. Kemudian dipindahkan ke kota Vigou. Kota itu tumbuh berkembang berkat sang walikota yakni Jean Valjean. Ia dulu bekas narapidana yang dipenjara karena mencuri roti di sebuah toko. Hidupnya berubah total karena perjumpaannya dengan seorang uskup. Ia kini mengabdikan hidupnya bagi masyarakat Vigou.

Kolonel Javert ingat kembali ketika Valjean di penjara. Ia berpendapat bahwa seorang manusia tidak bisa berubah. Sekali jahat, selamanya dia akan tetap jahat. Maka dia selalu mencari kesalahan Valjean. Ia dipersalahkan karena melindungi seorang pelacur yang punya anak di luar nikah. Kesalahan sedikit saja bisa dipakai oleh Kolonel Javert untuk menjerat Valjean. Ia memaksa sebuah pengadilan digelar untuk membuktikan kejahatan Valjean di masa lalu.

Sang polisi ini mengejar kemana pun Valjean berada. Sekali orang itu jahat, dimana pun akan berbuat jahat. Kebaikan itu baginya hanya kamuflase. Sementara Valjean adalah pribadi yang penuh kasih, suka mengampuni, suka menolong sesamanya. Bagi Javert, kebaikan itu tak pernah dilihat. Ia hanya memandang keburukan Valjean di masa lalu. Di akhir cerita, kebaikan pasti menang melawan kejahatan. Kasih dan pengampunan Valjean menang melawan dendam dan kebencian Kolonel Javert. Begitulah alur kisah dalam Film Les Miserables karya Viktor Hugo.

Yesus menyampaikan perumpamaan kepada murid-Nya, Mengapa engkau melihat selumbar dalam mata saudaramu, sedangkan balok dalam matamu sendiri tidak kauketahui? Bagaimana mungkin engkau berkata kepada saudaramu, ‘Saudara, biarlah aku mengeluarkan selumbar dalam matamu’, padahal balok dalam matamu tidak kaulihat?”

Kejelekan atau kesalahan orang lain itu mudah kita lihat. Tetapi kekurangan sendiri sering tidak mampu kita ketahui. Pepatah mengatakan, “Kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tiada tampak.” Menyalahkan orang lain itu mudah, tetapi mengakui kesalahan diri sendiri itu sulit.

Marilah kita koreksi diri lebih dahulu, sebelum kita mengoreksi atau mengkritik orang lain. Mulai perbaiki diri sendiri, sebelum kita memperbaiki orang lain.

Pergi ke Pasar Klewer membeli kain.
Ketemu mbak-mbak penjual baju yang cantik.
Sebelum “mencacat” keburukan orang lain.
Introspeksi diri sendiri itu akan lebih baik.

Cawas, selalu ada jalan…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 10.09.20 / Lukas 6:27-38 / Membenci Musuh

 

MANTAN Presiden Amerika ke 16, Abraham Lincoln adalah salah satu presiden terbesar sepanjang sejarah Amerika. Ia memperjuangkan persatuan Amerika dari perpecahan, perang saudara yang paling brutal, menghapus perbudakan yang merajalela, menjamin kebebasan warga.

Ketika Amerika dilanda perang saudara Abraham berpidato dalam sebuah resepsi, “Mereka-mereka (lawan-lawan dari selatan) adalah orang yang sedang membuat kesalahan. Mereka bukanlah musuh yang harus dibasmi”.

Kalimat itu, membuat beberapa orang tidak senang. Bahkan, saat itu ada seorang ibu yang dengan keras menegurnya. “Anda harusnya malu. Mereka telah bermusuhan dengan kita. Seharusnya Anda berpikir bagaimana menghancurkan para musuh itu!”.

Lantas, dengan tenang Abraham Lincoln berkata, “Nyonya. Bukankan kita sudah menghancurkan musuh kita dengan menjadikannya sebagai sahabat kita?”

Yesus mengajarkan kepada para murid-Nya, Kasihilah musuhmu. Berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu. Mintalah berkat bagi mereka yang mengutuk kamu. Berdoalah bagi orang yang mencaci kamu.”

Pikiran kita selalu dihantui dengan orang-orang yang membenci kita. Kita merasa senang kalau mereka yang membenci kita mengalami kesengsaraan. Kita ingin melihat orang-orang itu menderita. Dengan demikian, pikiran kita selalu dihinggapi perasaan negatif. Energi dan potensi kita terkuras hanya memikirkan hal-hal negatif bagi orang-orang yang membenci kita.

Daripada waktu-waktu hidup kita habis hanya memerangi musuh, lebih baik bekerjasama dan membangun persahabatan. Kendati itu sulit. Tetapi akan lebih sulit jika hidup selalu dibayangi ketakutan dan kebencian.

Yesus memberi jalan dengan kata-katanya, “Sebagaimana kamu kehendaki orang berbuat kepada kamu, demikian pula hendaknya kamu berbuat kepada mereka.”

Kualitas hidup kita terbukti jika kita berani melakukan sesuatu yang berbeda dengan arus atau pandangan umum. “Kalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu,apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun berbuat demikian.”

Makan pisang ditemani secangkir kopi.
kopi hitam kiriman dari Jakarta.
Marilah kita berusaha untuk mengasihi.
Mengubah musuh menjadi saudara.

Cawas, celupke neng kopi….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 09.09.20 / Lukas 6:20-26 / Slumdog Millionaire

 

BELAJAR dari kisah film Slumdog Mllionaire adalah memahami bahwa hidup itu berputar seperti roda, “cakra manggilingan.” Jamal Malik tumbuh di lingkungan kumuh di Mumbai, India.

Ia lolos dalam kontestasi acara “Who Want To Be Millionaire” versi India. Dari anak yatim piatu, miskin, tinggal di perkampungan kumuh sebagai anak kriminal jalanan, Ia memenangkan kuis dengan hadiah 20 juta rupee. Ia berubah menjadi milyuner muda terhormat.

Aty Kodong adalah penyanyi dangdut jeblosan ajang pencarian bakat, Dangdut Academy. Ia berasal dari keluarga miskin dan tinggal di gubuk reyot bersama orangtuanya.

Nasibnya berubah drastis ketika ia berhasil menjadi runner up dangdut academy. Kini ia tinggal di rumah sangat mewah di Jakarta dengan fasilitas “toilet ratu.”

Adolf Merckle orang terkaya di dunia urutan ke 94 menurut Majalah Forbes dan urutan ke 5 di Jerman mengalami depresi karena bangkrut.

Tragisnya, ia mati bunuh diri dengan memasang dirinya di rel kereta api. Ada banyak kisah kaum tajir yang jatuh miskin dan depresi. Akhir hidupnya sangat mengenaskan dan menyedihkan.

Kita diingatkan bahwa hidup itu seperti roda. Kadang di atas, kadang ada di bawah. Yesus menghibur mereka yang miskin, kelaparan, dikucilkan, dibenci, dicela dan ditolak.

Berbahagialah kalian yang miskin, berbahagialah kalian yang kini menangis, kelaparan, yang dibenci, dikucilkan, dicela dan ditolak. Jangan putus asa dan sedih ketika sedang berada di bawah. Don’t give up…..

Tetapi hati-hatilah mereka yang kaya, yang kini kenyang, yang kini tertawa, yang dimabuk oleh puji-pujian, karena akan tiba saatnya kalian akan mengalami duka cita dan menangis. Jangan takabur dan sombong….

Sabda Yesus hari ini mengingatkan kita semua untuk selalu waspada, berhati-hati, jangan sampai lupa daratan. Ketika kita sedang di atas angin, kita mudah terlena. Semakin kita berada di ketinggian, angin badai akan mudah menerjang. Jatuh dari ketinggian akan lebih menyakitkan.

Saat kita berada di bawah, sedang jatuh, gagal, menderita, dibenci, dicaci, tidak dipercaya, pasti kita bersedih dan menangis. Jangan putus asa dan menyerah. Selalu ada jalan dari setiap permasalahan. Terus berusaha dan tetap punya pengharapan. Orang bikin gembok pasti ada kuncinya.

Beli baju batik halus bermotifkan perada.
Dirawat hati-hati jangan direndam di mesin cuci.
Hendaklah kita selalu sadar dan waspada.
Nasib manusia tidak ada yang serba pasti.

Cawas, bulan purnama dalam gelap…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr