by editor | Feb 5, 2021 | Renungan
“Membela Kebenaran”
AGATHA seorang gadis cantik dari Sisilia. Ia menjadi Kristen sejak kecil. Ia berasal dari keluarga yang saleh. Gubernur Romawi yang kafir tertarik pada kecantikan Agatha. Ia ingin memperistri gadis itu. Tetapi Agatha telah berjanji untuk mempersembahkan dirinya kepada Tuhan.
Karena ditolak cintanya, gubernur itu marah dan mengirim Agatha ke tempat pelacuran. Namun Agatha tetap teguh bertahan. Karena makin gelap mata, gubernur itu menyiksa Agatha dengan cambukan ditubuhnya. Ia menyuruh pengawalnya memotong kedua payudara Agatha dan meletakkannya di atas piring.
Agatha dengan tenang berdoa, ““Tuhan Allah, Penciptaku, Engkau telah melindungi aku sejak masa kecilku. Engkau telah menjauhkan aku dari cinta duniawi dan memberiku ketabahan untuk menderita. Sekarang, terimalah jiwaku.” Agatha wafat sebagai martir di Catania, Sisilia, pada tahun 250 masehi.
Kemartiran Agatha mirip juga dengan kematian Yohanes Pembaptis dalam bacaan Injil. Agatha membela imannya. Yohanes Pembaptis membela kebenaran. Ia mengkritik Herodes yang merebut Herodias, istri saudaranya. “Tidak halal engkau mengambil istri saudaramu.”
Kekuasaan dan kecantikan telah membutakan Herodes. Ia bertekuk lutut pada rayuan Herodias. Segala yang diminta melalui anaknya dipenuhi Herodes. Kendati itu melanggar hukum dan etika. Kepala Yohanes Pembaptis dipenggal dan ditaruh di atas talam demi melampiaskan sebuah dendam kesumat.
Pembela kebenaran itu walau gugur satu akan tumbuh seribu. Yohanes gugur, tampillah Yesus yang mengajarkan tentang kebenaran dan kasih. Ia nanti juga akan menyusul Yohanes Pembaptis dalam kematian. Yesus mati di kayu salib membela kebenaran.
Biji itu harus jatuh ke tanah dan mati, supaya bisa tumbuh berkembang menjadi banyak. Kebenaran tidak akan pernah mati.
Buah duren rasanya manis sekali.
Langsung dipetik dari lahan perkebunan.
Para martir berjuang sampai mati.
Berkorban demi membela kebenaran.
Cawas, tetap semangat…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr
by editor | Feb 3, 2021 | Renungan
DALAM Bahasa Spanyol “Camino” artinya jalan kaki. Jalan kaki menuju ke Santiago Compostela.
Ada apa di sana? Di kota ini ada sebuah katedral dimana St. Yakobus dimakamkan. Yakobus dibunuh menjadi martir di Yerusalem. Jenasahnya dibawa ke Santiago oleh para pengikutnya dengan berjalan kaki. Tradisi jalan kaki itu diteruskan sampai sekarang.
Rute perjalanan bisa dilakukan dari berbagai penjuru. Ada yang dari Perancis, Portugal atau kota-kota di Spanyol yang disebut “The Way of St. James.” Rata-rata perjalanan ditempuh dalam waktu 35 hari. Sehari berjalan kurang lebih 25 km.
Ada banyak orang menjalani ini sebagai retret agung, perjalanan spiritual demi kehidupan rohani pribadi.
Jutaan orang sudah mengalami Camino de Santiago. Dalam perjalanan rohani itu, mereka hanya mengandalkan belaskasih Tuhan. Mereka mengalami sapaan Tuhan melalui teman-teman seperjalanan dari segala penjuru dunia.
Sapaan “Buen Camino” yang berarti “selamat jalan, semoga sampai di tempat” dari penduduk lokal di desa-desa memberi semangat menyelesaikan peziarahan rohani.
Ketika orang hanya mengandalkan Tuhan, tidak ada kekawatiran sedikit pun, kendati orang tidak memiliki bekal apa-apa, Tuhan itu penyelenggara kehidupan.
Hari ini Yesus memanggil keduabelas murid dan mengutus mereka berdua-dua. Mereka dipesan untuk tidak membawa apa-apa dalam perjalanan, kecuali tongkat; roti pun tidak boleh dibawa, demikian juga bekal dan uang dalam ikat pinggang; mereka boleh memakai alas kaki, tetapi tidak boleh memakai dua baju.
Kita diajak untuk fokus pada tugas perutusan. Tidak usah repot-repot dengan “tetek-bengek” yang remeh-temeh. Fokus saja pada sabda Tuhan. Tuhan akan mengatur segalanya.
Mengandalkan Tuhan saja itulah yang diharapkan. Percaya bahwa Tuhan akan menjaga semuanya. Tuhan yang mengutus, Tuhan juga yang mengurus.
Apakah kita sanggup mempercayakan diri dan hanya mengandalkan Tuhan saja? Apakah kita berani fokus pada tugas perutusan kita?
Menanam bunga melati,
Yang tumbuh bunga kamboja.
Tuhan mengutus kita pergi.
Dia akan mengurus segalanya.
Cawas, pengin durian….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr
by editor | Feb 2, 2021 | Renungan
KALAU hari raya Natal atau Paskah biasanya ada romo tamu yang membantu. Umat sangat senang dan mengagumi romo-romo tamu yang datang. “Kalau romo A itu kotbahnya gayeng, suka melawak, kita jadi terhibur,” kata seorang umat. Ada umat lain lagi berkata, “Romo itu hebat sekali, dia pandai dan gagah.” Kalau gadis-gadis atau ibu-ibu berbisik-bisik, “Romonya ganteng ya kayak artis Kim Sun Ho atau Han So Hee.”
Romo tamu biasanya selalu dipuji-puji. Tetapi di rumahnya sendiri, di kampungnya, orang-orang berkomentar bermacam-macam. Ada tetangga yang berkata, “Oh dia itu kan anak buruh bangunan Kang Karyo to? Tiap pagi cari pasir di sungai.” Teman sepermainannya bilang, “ Dia itu kalau main kartu suka curang, nyimpan kartu As dibawah kakinya.”
Teman yang lain berkata, “Dia dulu sering nyuri tebu sama saya.” Teman-teman perempuan bilang, “Dia itu suka godain kami kalau pulang malam-malam dari doa lingkungan. Dia suka “nyawuri” pasir dari arah kuburan. Kami ketakutan lari tunggang langgang.”
Yesus pulang ke kampung asal-Nya, Nasaret. Mereka heran dan takjub mendengar pengajaran-Nya. “Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?”
Tetapi ketika mereka tahu latar belakang keluarganya dan dari mana dia berasal, mereka kecewa dan menolak Dia. “Bukankah Dia ini tukang kayu, anak Maria? Bukankah Ia ini saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?”
Orang-orang Nasaret itu menilai bukan dari apa yang dilakukan-Nya tetapi dari latar belakang atau asal-usulnya. Mereka meremehkan keluarga dan sanak saudara-Nya. Mereka tidak percaya dan menolak Yesus. Sangat disayangkan.
Iman itu membutuhkan keterbukaan dan kerendahan hati. Tidak cukup hanya dengan kagum dan takjub. Terbuka menerima kehadiran Tuhan dan rendah hati mempersilahkan Tuhan berkarya dalam diri kita.
Tidak terjadi banyak mukjijat di Nasaret karena mereka tidak mau terbuka menerima Yesus.
Kita mungkin sering tepuk tangan sorak sorai, menyanyi gegap gempita mengagumi Yesus, tetapi kita lupa untuk membuka diri dan dengan rendah hati mengundang Yesus untuk mengubah kita.
Ya seperti umat yang kagum pada romo tamu, habis itu hilang tidak ada apa-apanya. Bahkan ke gereja mingguan pun tidak pernah muncul.
Mimpi buruk saat tidur siang.
Dikejar-kejar orang setengah gila.
Janganlah kita menilai seseorang,
Hanya melihat dari sisi luarnya saja.
Cawas, menghitung hari…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr
by editor | Feb 1, 2021 | Renungan
“Tedhak Siten”
SALAH satu tahapan hidup seorang anak dalam tradisi Jawa adalah ritual ‘tedhak siten’. Tedhak siten berarti turun tanah. Saat anak berumur 7 bulan dalam hitungan Jawa, dia mulai belajar berjalan.
Ritual ini juga mengandung harapan orangtua bagi si anak. Ubarampe atau sarana-sarana yang dipakai melambangkan doa dan harapan orangtua.
Ada makanan “jadah tujuh warna” yakni nasi ketan yang dijojoh sampai lembut. Warnanya hitam, merah, putih, kuning, biru, jingga dan ungu. Jadah lambang kehidupan. Warna adalah lambang jalan hidup yang harus dilalui si anak. Ia akan menghadapi kegelapan (hitam) namun selalu ada titik terang atau jalan yang baik (putih).
Tumpeng lambang pengharapan orangtua agar anak sukses dan berguna. Kacang panjang berharap agar umurnya panjang. Sayur kangkung lambang kesejahteraan. Kecambah lambang kesuburan. Ayam ingkung lambang kemandirian.
Setelah menapaki jadah tujuh warna, anak akan dibimbing menapakkan kakinya di tangga yang dibuat dari tebu Arjuna. Dengan harapan agar si anak mencontoh Raden Arjuna yang tangguh dan bertanggungjawab. Tebu juga berarti “antebing kalbu” menapaki ibu Pertiwi.
Lalu anak akan dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang dihiasi aneka warna. Di dalam kurungan itu ditaruh aneka benda. Ada uang, cincin, buku, alat tulis, cermin, mainan, mobil-mobilan dll. Benda pertama yang dipilihnya menjadi gambaran hobi dan masa depannya.
Maria dan Yusuf melakukan suatu ritual keagamaan yakni mempersembahkan anak sulung kepada Tuhan di Bait Suci. Mereka membawa sepasang burung tekukur dan dua ekor anak burung merpati sebagai ubarampe atau sarana.
Simeon menubuatkan masa depan Yesus. “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan dan membangkitkan banyak orang di Israel, dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan.”
Kedatangan Yesus menjadi pemenuhan berkat bagi mereka yang merindukan Allah. Tetapi juga menimbulkan perbantahan di antara kaum kuasa agama dan politik. Hal itu sudah diramalkan oleh Simeon di Bait Suci.
Setiap orangtua pasti punya harapan besar bagi anak-anaknya. Bagaimana orangtua menyiapkan dan mendukung agar harapan itu dapat terwujud?
Gerimis datang tidak pernah reda.
Guntur sahut menyahut bergema di telinga.
Kebahagiaan orangtua menjadi sempurna.
Jika anak-anak hidup rukun damai sejahtera.
Cawas, senja berkabut…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr
by editor | Feb 1, 2021 | Renungan
ROH Jahat senang menunggangi pikiran-pikiran jahat sehingga akan menghasilkan tindakan-tindakan jahat. Bathari Durga dan Bathara Kala, ratu dan rajanya roh jahat itu suka merasuki “ngangslupi” para Kurawa yang punya pikiran jahat menghancurkan para ksatria. Para Kurawa berniat menghancurkan Pandawa tumpes tapis. Roh jahat membantu mereka mencelakakan para putra Pandu. Misalnya dengan membangun Bale Sigolo-golo, mengajak bermain judi, atau mengelabui Bima untuk terjun ke samudera dengan alasan bagus mencari banyu suci perwitasari.
Roh jahat itu tidak hanya tunggal, tetapi bisa jamak, gerombolan. Ketika Yesus mengajar di dalam rumah ibadat Kapernaum, ada seorang yang kerasukan roh jahat.
Tetapi saat Yesus sampai di daerah orang Gerasa, ada roh jahat yang banyak merasuki seseorang. Nama roh itu Legion karena jumlahnya banyak.
Suatu niat jahat muncul dari roh yang jahat. Misalnya niat hendak korupsi. Keinginan korupsi itu bisa tunggal bisa jamak. Ada pejabat korupsi seorang diri. Tetapi juga ada korupsi berjamak, dilakukan bersama-sama. Misalnya ada niatan korupsi seluruh instansi, atau sekelompok orang ingin kudeta, ganti ideologi.
Yesus dapat mengatasi aneka model roh jahat, baik yang tunggal maupun yang banyak, legion. Akhirnya mereka datang tunduk sujud kepada-Nya. Mengapa demikian? Mereka tahu Yesus adalah Anak Allah.
Roh jahat yang di rumah ibadat itu berkata, “Aku tahu siapa Engkau, yakni Yang Kudus dari Allah.”
Legion yang di pekuburan itu juga berkata, “Apa urusan-Mu dengan aku, hai Yesus, Anak Allah yang Mahatinggi?”
Roh jahat itu pandai bermain sandiwara, berpura-pura. Kalau di rumah ibadat ya berpakaian layaknya di gereja. Kalau di rumah dinas ya pakai pakaian dinas. Kalau di tempat kerja ya pakai baju kerja.
Roh jahat itu ada dimana-mana. Korupsi di rumah ibadat atau gereja ada juga. Jangan dikira roh jahat tidak suka tempat ibadat.
Legion tinggal di pekuburan, Setra Gandamayit, kahyangannya Bathari Durga.
Yesus mengalahkan roh jahat, karena Dia adalah Anak Allah. Jika kita digoda oleh roh jahat, kita mengandalkan Yesus.
Maka kita mesti dekat dan percaya pada Yesus agar kita mampu mengatasi kuasa jahat.
Lemper dibuat dari nasi ketan.
Dicampur sedikit dengan santan kelapa.
Sehebat apapun godaan setan.
Dia akan kalah oleh kekuatan doa.
Cawas, hati berbunga-bunga…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr