Puncta 16.09.19 PW St. Kornelius dan St. Siprianus Lukas 7:1-10 / Aku Tidak Pantas

 

IMAN dan kepedulian Sang Perwira itu pantas diacungi jempol. Ia beriman kepada Yesus, maka ia memohon supaya Yesus menyembuhkan penyakit hambanya.

Ia peduli kepada hambanya. Ia sangat menghargai hambanya. Walaupun “hanya” seorang hamba tetapi ia pantas menerima kasih sayang yang sama.

Kadang kita membuat diskriminasi status. Kita mau menolong kalau orang itu terhormat, kaya, punya kuasa, dan lain-lain.

Kita mau menolong kalau yang kita tolong itu menguntungkan kita. kita ditegur oleh tindakan sang perwira itu. Dia tidak memandang siapa yang ditolong.

Walaupun dia “hanya” seorang hamba, tetapi perwira itu menolong tanpa pilih kasih atau memandang status sosial.

Kata-kata perwira itu selalu kita ucapkan di saat kita akan menyambut Kristus dalam komuni kudus.

“Ya Tuhan, aku tidak pantas Tuhan datang kepadaku. Tetapi bersabdalah saja maka aku akan sembuh.” Kata-kata itu baru bermakna kalau kita mempunyai iman seperti perwira itu.

Mungkin kata-kata itu terucap begitu saja di mulut kita tanpa disertai iman. Maka kendati sering kita mengungkapkannya, namun kita tidak mengalami kesembuhan seperti hamba perwira itu.

Dalam banyak peristiwa penyembuhan, Yesus menuntut iman. Sering Yesus berkata, “imanmu telah menyelamatkan engkau.”

Kalau kita sungguh punya iman, tidak mustahil akan terjadi penyembuhan-penyembuhan dalam diri kita.

Benarkah kita sungguh beriman kepada Yesus saat kita berdoa, “Ya Tuhan aku tidak pantas Tuhan datang kepada saya. Bersabdalah saja maka aku akan sembuh?”

Belajarlah dari perwira itu. Ia beriman kepada Yesus dan doanya bukan untuk dirinya sendiri tetapi untuk kesembuhan hambanya.

Iman bukan untuk egoisme kita, tetapi iman itu untuk lingkungan sosial kita juga. Semoga kita tidak hanya berpikir untuk diri sendiri, tetapi demi kebahagiaan orang lain,

Nonton wayang di Pasar Cawas
Sindennya muda menggemaskan
Janganlah kita selalu cemas
Yesus datang untuk menyelamatkan

Cawas, saat nonton wayang
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Puncta 15.09.19 Minggu XXIV Lukas 15:1-10 (Singkat) / Man From La Mancha

 

Pangeran Don Quizote sangat mencintai seorang wanita bernama Aldonza. Aldonza adalah seorang pelacur.

Ia merasa kotor, hina, rendah dan tidak pantas dicintai seorang pangeran yang agung dan terhormat.

Aldonza merasa minder dan terus menerus merasa rendah diri dan tidak pantas. Karena cintanya kepada Aldonza, Don Quizote mengubah nama wanita itu menjadi Dulcinea, yang artinya Manis.

Dengan nama baru itu, Don Quizote ingin mengangkat martabat Aldonza sebagai wanita yang terhormat, ningrat, pantas dicintai, bermartabat.

Ketika Sang Pangeran terbaring menderita sakit dan putus harapan. Hampir mati, Aldonza datang untuk menyemangati dan memberi harapan. Ia menyebut dirinya Dulcinea yang dulu dikasihi oleh Sang Pangeran.

Mendengar suara Dulcinea, Don Quizote bersemangat lagi dan harapan hidup muncul kembali. Ia bangkit dan bergairah untuk membaharui kehidupan dunia.

Bacaan Minggu ini menggambarkan bagaimana Allah sungguh mengasihi manusia yang berdosa.

Perumpamaan tentang domba yang hilang, dirham dan anak yang hilang menunjukkan Allah yang maha kasih. Kita ini seperti domba atau dirham dan anak yang hilang.

Kita terpuruk dalam dosa yang sangat dalam. Kita manusia yang kotor dan tidak pantas. Aldonza adalah gambaran kita yang terpuruk dalam kubangan dosa.

Allah adalah Pangeran yang baik seperti Don Quizote. Allah mengasihi kita walaupun kita ini seperti Aldonza. Allah adalah gembala yang baik.

Ia mencari seekor domba yang hilang. Allah adalah Bapa yang penuh belaskasih. Anak bungsu yang durhaka itu tetap diterima dengan tangan terbuka.

Anak yang terpuruk dalam kotornya dosa itu dirangkul dengan pelukan mesra. Anak itu merasa diri lebih pantas menjadi budak daripada menjadi anak. Tetapi Bapa tetap menganggap si bungsu sebagai anakNya bukan yang lain.

Kita pantas bersyukur bahwa kedosaan kita tidak pernah dilihat oleh Tuhan. Dosa itu ada, tetapi bagi Tuhan dosa itu ditutupi dengan kasih. KasihNya lebih besar daripada dosa kita.

Kita sangat berharga di hadapan Tuhan. Mari kita menjaga citra diri yang baik dengan hidup pantas di hadapanNya.

Keluar dari gereja ada jalan lebar
Perut lapar menggiring ke warung makan
Kasih Allah kepada kita lebih besar
Daripada dosa-dosa yang pernah kita lakukan

Cawas, suatu pagi yang ceria
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Puncta 14.09.19 Pesta Salib Suci / Kontroversi Salib

 

TIDAK hanya zaman sekarang, tetapi sudah sejak dahulu, berita tentang salib sudah menjadi kontroversi.

Ada banyak orang membicarakan salib. Ada yang mentertawakan. Ada yang mencemooh. Ada yang menghina dan mengejek.Tetapi tidak sedikit yang percaya bahwa salib adalah jalan keselamatan.

Pengalaman Paulus membuka mata kita bahwa dia yang dahulu membenci Kristus yang tersalib, kemudian berubah seratus delapan puluh derajat menjadi pengikutNya. Bahkan dia bernazar, “bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.”

Di Korintus Paulus berpolemik dengan orang Yahudi dan Yunani tentang salib yang kontroversial.

“Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah.”

Hari ini adalah pesta penemuan salib suci. Pada abad ke empat St. Helena pergi ke Yerusalem untuk menemukan salib Tuhan Yesus.

Oleh Romawi, tiga kayu salib dibuang di sebuah sumur untuk disembunyikan dari orang Kristen. Untuk menentukan mana salib Kristus, Helena membawa seorang perempuan yang sakit parah hampir mati.

Ketika dia menyentuh salib Kristus, ia sembuh seketika. Salib itulah yang diyakini sebagai salib Kristus. Dengan ditemukannya salib Kristus, St. Helena membangun gereja di Betlehem dan Bukit Golgota.

Kendati salib menjadi kontroversi dunia, namun bagi yang percaya, salib adalah keselamatan. Dengan salib Kristus, kita ditebus dan dimeteraikan sebagai anak-anak Allah.

Pesta hari ini mau menjunjung setingginya karya keselamatan Allah bagi manusia. Sebagaimana doa St. Fransiskus Asissi,

“Kami memujiMu ya Kristus, sebab dengan salib suciMu, Engkau telah menebus dunia.” Kita diyakinkan bahwa salib Kristuslah yang telah meyelamatkan kita.

Kita diundang kepada salib Tuhan kita supaya diselamatkan. Maka serahkanlah dirimu kepada Kristus dan peluklah salib sebagai jalan keselamatan.

Daripada percaya pada batu ajaib
Lebih baik kita tekun berdoa
Di dalam Kristus yang mati tersalib
Kasih Allah nampak nyata bagi kita

Cawas, suatu pagi yang cerah
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Puncta 13.09.19 Lukas 6:39-42 / “Ngiloa Githokmu Dewe”

 

ADA pepatah mengatakan “Gajah di pelupuk mata tiada tampak, jarum di seberang lautan tampak.”

Kiranya pepatah ini sama dengan yang dikatakan Yesus, “Mengapa engkau melihat selumbar dalam mata saudaramu, sedangkan balok dalam matamu sendiri tidak kauketahui?”

Kita amat mudah melihat kekurangan orang lain. Tetapi kesalahan sendiri tak pernah kita lihat Memang manusia punya sifat negatif yaitu egois.

Kata “saya” lebih sering diucapkan daripada “kita” atau “anda”. Saya adalah yang paling benar.

Sedangkan anda, kamu adalah pihak yang sering disalahkan. Kesalahan orang lain sekecil apapun mudah sekali tampak.

Apalagi kalau dibumbui dengan rasa benci. Tak ada sesuatu pun yang benar dilakukan oleh orang lain.

Kalau orang lain melakukan kebaikan, tetap dilihat sebagai pencitraan, mencari muka. Selalu saja ditanggapi dengan “nyinyir.”

Ada nasehat bagus dari Sri Mangkunegara agar orang bersikap rendah hati. Ada tiga wejangan tingkat tinggi yang bisa direnungkan.

“Mulat sarira lan bisa rumangsa. Ambunen sikutmu dhewe dan Ngiloa githokmu dhewe.” Mulat sarira itu artinya bisa instrospeksi diri.

Bisa rumangsa artinya sadar diri, mampu menjajagi dirinya sendiri, tidak menyombongkan diri. Ambunen sikutmu dhewe artinya ciumlah sikumu sendiri.

Ngiloa githokmu dhewe itu artinya bercerminlah lewat tengkukmu sendiri. Dua hal terakhir ini secara harafiah mustahil dilakukan. Coba saja anda mencium siku sendiri.

Maksud yang terkandung di dalamnya adalah melihat kesalahan sendiri itu sulit, lebih mudah melihat kesalahan orang lain.

Yesus menasehatkan kita agar mengeluarkan lebih dahulu balok di mata kita. baru kemudian akan jelas selumbar di mata orang lain.

Begitu juga nasehat Sri Mangkunegara itu bertujuan mengajak orang introspeksi diri lebih dahulu. Mulat sarira dan bisa rumangsa.

Kalau ada orang dinasehati, “mbok ngilo githoke dewe” itu artinya lihatlah dirimu sendiri, apakah tindakan dan sikapmu sudah benar.

Jangan suka menyalahkan orang lain. Bercerminlah pada diri sendiri sebelum menilai orang lain.

Buah melinjo pohonnya tinggi
Melinjo dimasak jadi emping
Lebih baik introspeksi diri
Daripada menghakimi orang lain

Cawas, di sore hari
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Puncta 12.09.19 Lukas 6:27-38 / Murah Hati

 

DALAM jejer pewayangan, ki dalang menggambarkan kemurahan hati sang raja yang memerintah rakyatnya.

Ia mengucapkan janturan, “Lelabuhane sang nata paring kudhung kang kodanan, paring payung kang kepanasan, paring teken wong kaluyon, paring boga wong kaluwen, paring sandang wong kawudan, maluyakaken sesakit miwah karya sukaning para prihatin.”

Kemurahan hati raja itu digambarkan dengan sifat-sifatnya yang baik yakni memberi tempat berteduh bagi yang kehujanan, memberi payung bagi yang kepanasan, memberi tongkat bagi yang berjalan di tempat licin, memberi makan yang lapar, memberi pakaian bagi yang telanjang, menyembuhkan yang sakit dan memberikan kebahagiaan bagi yang hidupnya prihatin.

Yesus mengajak murid-muridNya untuk meniru sikap Bapa yang murah hati. :Hendaknya kamu murah hati sebagaimana Bapamu murah hati adanya.”

Bertindak murah hati itu tidak sekedar mengikuti arus umum. Murah hati berarti bertindak lebih dari sekedar kewajiban semata.

Kalau kalian mengasihi orang yang mengasihi kalian, apakah jasamu? Kalau kalian memberi pinjaman kepada orang-orang dengan harapan akan memperoleh sesuatu daripadanya, apakah jasamu?

Biasanya orang mengasihi karena dikasihi. Orang memberi karena telah diberi. Orang menolong karena ditolong.

Namun kemurahan hati lebih daripada itu. Ia memberi tanpa pamrih. Ia akan memberi tanpa mengharapkan balasannya. Ia memberi karena hatinya hanya ingin memberi.

Yesus mengajarkan kemurahan hati, “Kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada orang yang membenci kalian dan berilah pinjaman tanpa mengharapkan balasan, maka ganjaranmu besar dan kamu akan menjadi anak Allah di surga.”

Sulit? Ya memang sulit, karena yang menjadi tolok ukur adalah Bapa di surga. Tetapi bagi Allah tidak ada yang mustahil. Allah akan memberi sarana bagi mereka yang mau melakukannya.

Di mata Allah selalu ada jalan untuk kebaikan. Ada banyak teladan yakni orang-orang kudus.

Mereka telah berhasil meniru kemurahan hati Allah. Jangan berkata sulit, sebelum anda mencobanya.

Kutilang hinggap di pohon tinggi
Melayang-layang burung tekukur
Belajar untuk murah hati
Diawali dengan hati yang selalu bersyukur

Cawas, suatu sore
Rm. A. Joko Purwanto Pr