by editor | Sep 6, 2019 | Renungan
ADA orangtua yang ngotot datang kepada saya. Mereka meminta saya menikahkan anaknya pada hari yang sudah ditentukan.
Hari itu adalah Sabtu Kliwon. Menurut perhitungan orang pintar itu adalah hari yang paling baik. Waktunya pun sudah ditentukan yakni jam 10.00 lebih sepeluh menit.
Tidak boleh kurang atau lewat dari jam itu. Kalau sampai meleset, mereka akan mengalami petaka, katanya.
Saya menjawab enteng, “Pak, hari itu tepat weton saya je. Kalau saya melanggar, saya juga kena tulah gimana?” Orangtua itu kebingungan.
Saya menjelaskan, “Pak semua hari itu baik adanya. Tuhan tidak menciptakan ini hari sial, ini hari buruk. Masih ingat waktu Tuhan menciptakan alam semesta? Diciptakan siang dan malam, hari pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Allah melihat bahwa semuanya itu baik.”
Yesus dikritik oleh orang-orang Farisi karena murid-muridnya memetik bulir gandum dan memakannya pada hari sabat.
Orang Farisi berkata, “Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari sabat?”
Yesus menjawab mereka dengan mengutip kisah Daud dan tentaranya yang makan roti sajian yang dibawa Ahimelek seorang imam bait suci dan bagaimana Harun dan anak-anakya makan roti sajian di tempat kudus. Mereka tidak berdosa.
Kaum Farisi menganggap dirinya paling benar. Mereka merasa paling suci dengan menuruti aneka aturan-aturan keagamaan.
Mereka merasa terusik jika melihat praktek-praktek hidup yang mereka nilai melanggar hukum Taurat, salah satu contohnya adalah hukum sabat.
Kacamata mereka hanya melihat orang lain salah, saya yang paling benar. Maka ketika ada orang lain menyimpang sedikit, mereka langsung menghakimi.
Kita semua disadarkan bahwa hukum dibuat untuk manusia, bukan manusia untuk hukum. Maka Yesus menegaskan bahwa Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.
Tuhan berkuasa atas seluruh waktu karena Tuhan yang menciptakan waktu. Kalau kita membuat hari ini buruk, hari ini jelek, apakah kita melebihi Tuhan? Apakah kita yang menciptakan hari sehingga berhak menilai saat ini jelek, saat itu baik?
Marilah kita menghargai apa yang sudah diciptakan Tuhan dengan baik. Marilah kita juga menghargai sesama kita walaupun mereka berbeda.
Bunga mawar ada durinya
Bunga melati harum baunya
Kalau kita bisa menghargai sesama
Berarti kita juga menghormati yang mencipta.
Cawas, di suatu sore
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Sep 5, 2019 | Renungan
Para Farisi mempertanyakan praktek puasa murid-murid Yesus. Mereka berkata, “Murid-murid Yohanes sering berpuasa dan sembahyang, demikian pula murid-murid orang Farisi. Tetapi murid-muridMu makan dan minum.”
Yesus menjelaskan dengan perumpamaan. Tidak mungkin menyobek baju baru untuk menambal baju yang tua. Pasti yang tua akan koyak. Baju tua tidak akan kuat disematkan dengan baju yang baru.
Begitu pula anggur baru tidak mungkin ditaruh di kantong yang tua. Kantong itu pasti akan koyak. Anggur baru ditaruh di kantong yang baru pula.
Menghadapi persoalan itu, Yesus menawarkan perubahan mental. Orang melakukan puasa bukan karena kewajiban.
Orang berpuasa bukan karena ada aturan-aturan. Orang berpuasa bukan karena takut hukuman. Orang berpuasa juga bukan karena mengikuti arus umum supaya dilihat sebagai orang yang saleh.
Orang berpuasa karena kesadaran diri dan kehendak bebas karena merasa dicintai Allah.
Ketika mempelai bersama mereka, mereka sangat bersukacita. Mereka merasa dekat dengan mempelai dan dikasihi oleh mempelai. Ketika mempelai tidak ada mereka berpuasa.
Puasa adalah tindakan kerinduan kepada mempelai yang telah mengasihi mereka. Puasa dilakukan dengan sukacita, bebas, tanpa beban, bukan dengan ketakutan karena aturan atau kewajiban.
Puasa adalah perwujudan kasih kepada Tuhan. Perwujudan kasih itu jauh dari ketakutan.
Mau ada orang makan minum di sekitar, silahkan saya tidak takut puasa akan batal. Mau ada warung makan buka silahkan, saya tidak tergoda karena cinta saya kepada Tuhan lebih besar daripada tergiur singgah ke warung.
Saya tidak memaksa orang lain mengikuti kemauan saya karena melaksanakan perintah Tuhan itu adalah keputusan pribadi saya yang bebas dan merdeka.
Yesus menegaskan penghayatan iman itu adalah tindakan pribadi yang bebas. Orang dewasa tahu apa artinya bebas bertanggungjawab.
Ketika orang sudah dewasa dalam beriman, ia tidak perlu dipaksa, harus begini harus begitu. Orang-orang Farisi ingin memaksakan kepada murid-murid Yesus untuk berpuasa seperti mereka.
Kalau apa-apa harus dipaksa dengan aturan-kewajiban, kebebasan dan kemandirian seseorang tidak terwujud.
Ia tidak akan menjadi dewasa dalam iman. Kewajiban iman yang dipaksakan akan menimbulkan beban dan ketakutan.
Sekali lagi Yesus menegaskan kepada kita bahwa melakukan kewajiban iman itu adalah tindakan bebas, dilakukan dengan sukacita, karena kita merasa dikasihi oleh Allah.
Mental bahwa kita adalah sahabat mempelai, bukan budak itulah yang ditekankan Yesus.
Apakah anda merasa bahwa Yesus adalah sahabat anda?
Divonis dokter karena sakit hati akut
Jangan melakukan ibadah hanya karena takut
Cawas, suatu sore yang cerah
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Sep 4, 2019 | Renungan
Wibawa dan kuasa Yesus nampak dalam perikop Injil hari ini. Yesus yang adalah anak tukang kayu menyuruh Simon dan teman-temannya untuk menjala ikan.
Simon adalah nelayan yang berpengalaman. Hidup mereka ada di danau Genesaret. Mata pencaharian mereka mencari ikan di danau.
Sehari-hari mereka bergumul dengan perahu, jala, musim, ikan, dan segala tetek bengeknya. Mereka pastilah ahli mencari ikan. Dimana ikan-ikan berkumpul dan dapat dijala, pastilah mereka paham.
Para nelayan mencari ikan pada malam hari. Mereka berangkat sore, menuju ke tengah danau dan sepanjang malam menjala ikan.
Namun malam itu nampaknya mereka sial. Tidak mendapat apa-apa. Hal ini nampak dalam dialog antara Yesus dan Simon.
Yesus berkata kepada Simon, “Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan.”
Jawab Simon, “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa.”
Mereka yang ahli tentang mencari ikan telah sepanjang malam bekerja keras tapi nihil tak satupun ikan ditangkap.
Kalimat yang penting adalah, “Tetapi atas perintahMu aku akan menebarkan jala juga.”
Kehebatan, keahlian, profesionalitas, kompetensi, prestasi yang top markotop tidak ada apa-apanya di hadapan Yesus.
Kita tidak bisa menyombongkan semua itu di hadapan Tuhan. Petrus yang ahli menangkap ikan, tidak bisa apa-apa. Dia akhirnya taat dan menyerah pada Tuhan.
Ketika orang mengandalkan kemampuannya sendiri ternyata hasilnya nol. Tetapi kalau segala sesuatu kita lakukan dalam nama Tuhan, hasilnya melimpah.
Yesus mengajak Simon ke tempat yang dalam. Di air yang dangkal pastilah ikan-ikannya hanya yang kecil-kecil saja. Di air dalam ada banyak ikan yang besar-besar.
Yesus mengajak mereka berani lebih ke dalam. Tantangan dan resikonya besar. Tetapi kalau Tuhan bersama kita, pasti akan mendapat hasil yang berlimpah.
Beranikah kita menerima ajakan Yesus untuk bertolak ke tempat yang dalam?
Alamatku ada di Dusun Brangkal
Sulit dicari pada waktu malam
Hidup kita jangan hanya dangkal-dangkal
Beranilah memasuki yang lebih dalam
Cawas, di suatu pagi
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Sep 3, 2019 | Renungan
MASIH terkenang perjalanan turne Natal di pedalaman. Berangkat pagi-pagi benar melayani di satu stasi pertama.
Setelah selesai misa, melanjutkan ke stasi berikutnya dengan jarak tempuh tidak kurang dari duapuluh kilometer. Istirahat sebentar dengan sajian kopi panas.
Berikutnya harus jalan lagi untuk melanjutkan pelayanan di stasi lain. Sehari bisa melayani tiga stasi dalam pelayanan Natal.
Karena begitu banyak stasi atau kampung yang harus dikunjungi, perayaan Natal bisa berlangsung sampai Januari.
Setiap hari dalam ekaristi selalu mendengar lagu Malam Kudus, walaupun misanya pagi atau siang, lagunya tidak menjadi pagi kudus atau siang kudus.
Sebagai romo harus berpindah-pindah melayani umat di kampung-kampung agar bisa merayakan kelahiran Tuhan.
Di Kapernaum Yesus mengajar dan menyembuhkan orang yang sakit. Karena itu mereka meminta Yesus untuk tetap tinggal di Kapernaum.
Namun Yesus tidak mau menetap di satu tempat. Yesus berkata, “Juga di kota-kota lain Aku harus mewartakan Injil Allah sebab untuk itulah Aku diutus.”
Karya keselamatan harus diwartakan kepada semua orang. Dimana pun warta Kerajaan Allah harus disampaikan. Semua orang harus diberi warta keselamatan Allah.
Yesus diutus untuk itu. Yesus tahu panggilanNya untuk menyembuhkan dan menyelamatkan semua orang.
Bagi para romo saat harus menghadapi situasi sulit, kata-kata Yesus itu bisa diterjemahkan, “Untuk itulah aku ditahbiskan.”
Ketika para pasutri menghadapi masalah keluarga, kata-kata Yesus bisa berbunyi, “Untuk itulah aku dipersatukan.” Untuk para guru yang menghadapi murid-murid yang sulit, kata-kata Yesus bisa meneguhkan, “Untuk itulah aku dipanggil menjadi guru…”
Ketika kita menghadapi berbagai kesulitan, kita bisa meneguhkan diri lewat sabda Yesus, “Untuk itulah aku diutus.”
Beranikah kita dalam menghadapi segala situasi, kita berprinsip seperti Yesus, “Untuk itulah aku diutus ?”
Dengan suka memetik buah rambutan
Dahannya patah jatuh ke bawah
Menghadapi aneka macam tuntutan
Dengan tekun dan setia tetap melangkah
Cawas suatu malam yang indah
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Sep 2, 2019 | Renungan
ONTOREJO adalah anak Bima dari Dewi Nagagini dari Kahyangan Saptapertala. Ontorejo mempunyai kesaktian yang luar biasa.
Ia memiliki kesaktian racun atau bisa yang keluar dari air liurnya. Apa saja yang terkena air liur Ontorejo akan mati.
Bahkan bayangan orang yang dijilat oleh Ontorejo bisa tewas. Dalam istilah Jawa, orang yang memiliki kesaktian itu disebut idu geni.
Apa yang diucapkan mempunyai daya kekuatan yang berbahaya, bahkan bisa mematikan seperti api.
Idu geni atau air liur yang berdaya seperti api, yakni membakar dan memusnahkan. Kesaktian Ontorejo itu digunakan untuk senjata dalam peperangan.
Racun yang keluar dari air liur Ontorejo itu panas seperti api yang membakar.
Kata-kata Yesus juga mempunyai wibawa, daya kekuatan. Pada waktu berada di Kapernaum, Yesus mengajar di rumah ibadat.
Orang-orang yang mendengar pengajaranNya sangat takjub. Sabda Yesus itu penuh dengan kuasa. Kuasa dari kata-kata Yesus itu terbukti ketika Dia mengusir setan.
Ia menghardik setan itu agar jangan mengganggu orang itu. Setan itu tunduk dan taat oleh kata-kata Yesus. “Diam! Keluarlah dari padanya.” Setan pun keuar dari orang itu.
Semua orang takjub dan berkata satu sama lain, “Alangkah hebatnya perkataan ini! Dengan penuh wibawa dan kuasa, Ia memberi perintah kepada roh-roh jahat, dan mereka pun keluar.”
Memang benar, kata-kata kita mempunyai daya kekuatan. Yesus menyadarkan kita bahwa apa yang ada dalam pikiran akan tertuang dalam perkataan dan terwujud dalam perbuatan.
Beberapa hari yang lalu kami kumpul reuni merto 81-85, mengadakan pelatihan bersama Mas Bebet. Dia meyakinkan bahwa kata-kata bisa mempunyai daya kekuatan yang luar biasa. Kita bisa memotong benda keras dengan sepotong sedotan plastik pipih.
Yang harus dibangun adalah mindset dalam pikiran kita. kalau kita punya pikiran yang baik, positif dan benar, pasti tutur kata dan perbuatan kita akan positif juga.
Yesus telah memberi teladan kepada kita bagaimana kata-kata mempunyai daya kekuatan yang besar.
Maka berhati-hatilah dengan kata-katamu. Suatu saat apa yang kamu katakan akan terwujud menjadi kenyataan.
Beli rujak dicampur mangga
Dinikmati bersama teman di pinggir jalan
Kata kita seperti pedang bermata dua
Bisa mematikan tapi juga bisa menghidupkan
Cawas di suatu senja
Rm. A. Joko Purwanto Pr