Puncta 10.04.20 Jumat Agung Wafat Tuhan Yohanes 18:1- 19:42 / Tumbal di Jum’at Keramat

 

PADA peringatan Wafat Isa Almasih ini kita bisa mengenang sosok-sosok pejuang kemanusiaan seperti Munir yang meninggal secara misterius tanggal 7 September 2004 di dalam pesawat menuju Amsterdam.

Ia adalah pejuang HAM dan kemanusiaan universal. Ia pernah berjuang di KONTRAS (Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan). Kemungkinan ia banyak mengusik kaum penguasa otoriter waktu itu.

Sebelum itu ada wartawan Bernas Jogja, biasa dipanggil Udin, meninggal dianiaya orang tak dikenal karena tulisan-tulisannya yang kritis dan mengusik penguasa lokal menjelang pemilihan Bupati Bantul. Ia mati karena menyuarakan kebenaran. Ada lagi pejuang seperti Marsinah.

Mereka-mereka ini, dan masih banyak lagi kaum pembela kebenaran dikurbankan menjadi tumbal atau kambing hitam.

Kasus mereka dipendam oleh waktu dan tidak ada penyelesaian yang tuntas. Kematian mereka untuk menegakkan kebenaran demi orang banyak.

Kematian Yesus di salib dapat dimaknai sebagai tindakan solidaritas dan penebusan bagi umat manusia. Hal ini bisa kita baca dari bacaan kedua, Surat kepada Umat Hibrani yang berkata,

“Imam Agung yang kita punya, bukanlah Imam Agung yang tidak dapat merasakan kelemahan kita. sebaliknya Ia sama dengan kita. Ia telah dicobai, hanya saja tidak berbuat dosa.”

Yesus ingin merasakan kelemahan kita sebagai ciptaan. Kita manusia hina karena dosa dan harus mati. Yesus ingin solider dengan kita dan merasakan kematian. Kendati Dia tidak berdosa.

Yesaya sudah menubuatkan tentang Mesias yang menderita demi keselamatan kita. Nabi berkata, “Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kitalah yang dipikulnya, padahal kita mengira, dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Sesungguhnya dia tertikam oleh pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita, derita yang mendatangkan keselamatan bagi kita, ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya, kita menjadi sembuh.”

Betapa bersyukurnya kita ini. Ada orang yang mau mati membela kita ketika kita jatuh dalam dosa. Membela orang baik, itu sesuatu yang normal. Tetapi Yesus membela kita ketika kita berdosa.

Ia mengambil posisi kita dan kita dibebaskan karenanya. Itulah makna kematian Yesus. Ia mati bukan untuk diri-Nya sendiri.

Tetapi Ia berkorban untuk keselamatan kita. Yesus, Tuhan, dengan salib-Mu Engkau telah menebus dunia. Puji Tuhan dan sembah bakti bagi Allah.

Jumat Agung yang sepi sunyi.
Semua kelu menanggung derita di rumah.
Yesus menanggung dosa kita sampai mati.
Agar kita memperoleh keselamatan dan berkah.

Cawas, Jumat keramat…’
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Puncta 09.04.20 Kamis Putih Yohanes 13:1-15 / Merendahkan Diri

 

Banyak daerah atau tempat mempunyai tradisi membasuh kaki. Penerimaan tamu, acara perkawinan di beberapa tempat ada acara membasuh kaki.

Makna pertama dari tindakan itu adalah hospitalitas atau keramahtamahan. Seorang tamu dihormati dengan dibasuh kakinya. Kaki kotor karena berjalan jauh.

Makna kedua adalah perendahan diri. Pembasuhan kaki dilakukan oleh hamba atau budak. Dengan membasuh kaki, orang merendahkan diri menjadi hamba.

Makna ketiga, berhubungan dengan hospitalitas tadi, si pembasuh kaki bertindak sebagai tuan rumah.

Pada perayaan Kamis Putih ini, ada banyak tindakan simbolik Yesus yang mengandung makna yang dalam. Ia menyiapkan pesta perjamuan. Yesus bertindak sebagai tuan rumah. Ia mengumpulkan murid-murid-Nya.

Karena ini merupakan “Farewell Party”mungkin Dia ingin memberi kenangan terindah bagi mereka. Yesus menanggalkan jubah-Nya dan mengikat pinggangnya dengan kain lenan. Ia menaggalkan status-Nya sebagai guru yang dihormati.

Lalu mengikat pinggang-Nya dengan kain lenan. Ini adalah ciri seorang hamba yang bertugas melayani. Biasanya murid melayani guru. Tetapi kini Guru melayani murid. Tuhan menjadi manusia, bahkan memilih menjadi hamba. Ini sebuah kebalikan kontras.

Inilah tindakan keteladanan. Yesus menjelaskan hal itu.”Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu.” Keteladanan itu wajib kita lakukan antar saudara. Itulah pesan penting yang harus kita lakukan.

Petrus tidak mau dibasuh. Kalau tidak dibasuh, ia tidak mendapat bagian dalam Diri-Nya. Sebagai tuan rumah Yesus membasuh kaki Petrus. Petrus menjadi tamu-Nya.

Dan jika kita ikut dibasuh, juga kelak akan boleh masuk ke rumah Bapa-Nya. Mendapat bagian dalam Aku berarti juga mendapat warisan dalam Kerajaan-Nya.

Sikap merendahkan diri ini adalah teladan Kristus yang nyata. Kita diwajibkan melakukan juga bagi saudara-saudari kita. Jika kita mau melakukannya, kita akan mendapat bagian dalam Diri-Nya.

Perayaan Kamis Putih ini adalah amanat bagi kita untuk merendahkan diri seperti Kristus yang adalah Guru dan Tuhan telah merendahkan Diri-Nya.

Tercium aroma bawang putih.
Sang pangeran menjauhkan diri.
Pada hari raya Kamis Putih.
Ada teladan untuk merendahkan diri.

Cawas, kamis Putih hati putih…
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Puncta 08.04.20 Rabu dalam Pekan Suci Matius 26:14-25 / Mulut Manis Sang Pengkhianat

 

TANGGAL 28 Maret 1830, kira-kira dua hari setelah perayaan Idul Fitri, Jendral de Kock mengundang Pangeran Diponegoro ke rumah Residen di Kedu.

Undangan itu sebenarnya undangan silaturahmi karena baru saja merayakan Idul Fitri. Namun inilah kelicikan Jendral de Kock. Dengan maksud baik Pangeran Diponegoro menghadiri undangan itu.

Namun di tengah perbincangan, Jendral de Kock meminta Pangeran Diponegoro menghentikan peperangan melawan Belanda. Pangeran Diponegoro tidak setuju.

Menurut beliau tidak tepat membicarakan masalah politik ketika umat baru saja merayakan hari raya. Tetapi Jendral de Kock yang tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, tetap memaksa. Waktu ini adalah waktu emas.

Sudah lima tahun Belanda kewalahan menghadapi Diponegoro. Banyak nyawa dan biaya ludes untuk perang di Jawa. Bahkan Belanda membuat sayembara bagi siapa saja yang bisa menangkap Diponegoro akan diberi imbalan 20.000 Gulden.

Sekarang Diponegoro ada di wisma Karesidenan Kedu. Maka De Kock memaksa dan menangkapnya. Saat itu juga Pangeran Diponegoro dibawa ke Semarang, lalu ke Batavia dan akhirnya diasingkan di Makasar sampai wafatnya.

Dalam perjamuan makan, Yudas mengkhianati Yesus. ia menyerahkan Yesus kepada imam-imam kepala dengan imbalan uang tigapuluh perak. Jendral de Kock merancang pengkhianatan dengan undangan silaturahmi.

Yudas mengkhianati Yesus juga saat makan bersama. Jendral de Kock mengundang Pangeran Diponegoro yang saat itu sedang masa hari raya Idul Fitri Ini jebakan yang dirancang oleh Belanda.

Yesus mengumpulkan para murid-Nya untuk makan bersama. Ia tahu saat inilah saat perjamuan terakhir untuk merayakan Paskah Yahudi bersama murid-murid-Nya.

Dalam makan bersama itu Yesus mengatakan terus terang kepada murid-murid-Nya, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku.”

Kelicikan Yudas masih bisa terlihat dengan berani mengatakan, “Bukan aku ya Rabi?” Ia sudah bermuka dua dan bermulut manis. Muka yang satu berpaling kepada imam-imam kepala, muka yang lain masih mendekati Yesus.

Mulut yang satu menyerahkan-Nya kepada imam-imam, mulut yang lain bermanis-manis dengan Yesus. Itulah mulut pengkhianat. Jika kita hadir dalam undangan Yesus itu, dimanakah kita berpihak?

Siang-siang minum jus manggis.
Diselingi makan ringan kudapan.
Hati-hatilah dengan buaian mulut manis
Dia bisa menjebak kita menuju kehancuran

Cawas, berserah pada janji…
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Puncta 07.04.20 Selasa dalam Pekan Suci Yohanes 13:21-33, 36-38 / Wibisana Sang Pengkhianat

 

GUNAWAN Wibisana adalah adik bungsu Rahwana di Alengka. Rahwana merebut Dewi Sinta dari Rama. Hawa nafsu membuat Rahwana jadi gelap mata.

Peperangan besar antara balatentara Rama dan Rahwana tak terhindarkan. Wibisana menyarankan agar Sinta dikembalikan kepada Rama. Namun saran itu tak digubris oleh Rahwana.

Wibisana tak menyetujui perbuatan jahat kakaknya. Maka ia lari dari Alengka dan membela Rama. Ia memilih berpihak ke Rama, karena Rama berada di pihak yang benar. Oleh Rahwana, Wibisana dituduh sebagai pengkhianat.

Kalau Wibisana berkhianat kepada kakaknya demi membela kebenaran. Yudas Iskariot mengkhianati Yesus demi keuntungan pribadinya. Ia menjual Yesus kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat dengan harga tigapuluh keping perak.

Petrus juga diingatkan oleh Yesus bahwa ia akan mengkhianati-Nya sampai tiga kali sebelum ayam berkokok. “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu; sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.”

Wibisana meninggalkan kakak kandungnya. Ia lebih memilih berada di pihak yang benar, yakni Rama. Kebenaran itu mengatasi hubungan darah dan kebangsaan.

Kendati saudara atau satu garis darah, apalagi hanya satu bangsa, suku, ras atau kelompok, kalau ada di pihak salah, maka tidak perlu dibela. Itulah pilihan seorang ksatria. Berani membela yang benar.

Petrus ingin membela Yesus, tetapi caranya tidak tepat untuk saat ini. Akan ada saatnya, Petrus mati demi membela imannya pada Yesus. Yesus tidak ingin mengajarkan kekerasan dibalas dengan kekerasan. Ia mengajarkan cintakasih.

Dalam situasi sulit menghadapi lawan dan teman, Yesus tetap konsisten mengajarkan cintakasih. Kendati ada yang berkhianat, menyangkal, melarikan diri meninggalkan-Nya, Yesus tetap tenang dan menguasai diri. Kasih-Nya tidak berubah kepada yang memusuhi-Nya.

Kendati kita juga pernah dikhianati, dan betapa sakitnya hati ini, kita bisa belajar dari Yesus yang tidak berubah kasih-Nya. Mengasihi akan lebih bermanfaat daripada membenci, mendendam dan menghukum.

Merangkai bunga-bunga kertas.
Ditata di meja persembahan.
Belajar mengasihi tanpa batas.
Walaupun sulit dan butuh pengurbanan.

Cawas, menunggu saatnya tiba…
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Puncta 06.04.20 Senin dalam Pekan Suci Yohanes 12:1-11 / Tokoh Antagonis

 

DALAM sebuah kisah selalu ada tokoh antagonis. Dalam Film Batman ada tokoh jahat namanya Joker. Di Film Spiderman, tokoh antagonisnya adalah Venom.

Dalam kisah Star Wars, ada tokoh jahat namanya Dark Vader. Dalam kisah pewayangan kita bisa melihat tokoh antagonis dalam diri Sengkuni. Dialah sebetulnya yang mengendalikan para Kurawa.

Dengan licik dan “julig” Sengkuni mengejar harta, kekuasaan dan kehormatan. Otak dari jiwa angkara murka nan serakah para Kurawa adalah Patih Sengkuni. Dialah yang mengendalikan Raja muda Hastina, Duryudana.

Dengan pikiran licik Sengkuni berusaha menghancurkan Pandawa agar Negeri Hastina tetap dikuasai Kurawa. Dengan fitnah keji dia merebut tahta Patih Hastina dari Gandamana.

Dia selalu menipu dan berbohong kepada Destarastra yang buta demi kepentingannya sendiri. Sengkunilah yang jadi otak kejahatan dan keserakahan para Kurawa.

Dalam Injil hari ini kita melihat sisi gelap kehidupan Yudas Iskariot. Dalam perikope ini ditunjukkan bagaimana Yudas mempunyai kebiasaan buruk yang berhubungan dengan uang.

Ia memegang kas kelompok. Nampaknya dia tidak jujur. Penginjil mengatakan, “Hal itu dikatakannya bukan karena ia memperhatikan nasib orang-orang miskin, melainkan karena ia adalah seorang pencuri; ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya.”

Kemunafikannya diperlihatkan ketika ia menyindir Maria saudari Lazarus yang meminyaki kaki Yesus dengan minyak narwastu yang mahal.

“Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tigaratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?”

Nampaknya pikirannya logis, rasional dan bermoral tinggi. Ia memikirkan nasib orang-orang miskin. Tetapi di balik itu ternyata ada niat jelek yakni memikirkan kantongnya sendiri.

Ada orang-orang di dekat Yesus yang mencari keuntungan pribadi. Di gereja, orang-orang seperti ini tidak sedikit. Biar nampak aktif di gereja, bahkan menjadi pengurus, tetapi di balik itu mencari nafkah untuk kepentingan sendiri.

Ada banyak tipe murid Yesus. Ada yang pemberani seperti Petrus. Ada yang setia seperti Yohanes. Ada yang tulus seperti Maria. Tetapi ada pula tipe murid seperti Yudas. Mencari keuntungan dan tega menikam dari belakang.

Marilah kita memurnikan motivasi kita dalam mengikuti Yesus. Tuhan murnikanlah hatiku untuk setia mengikuti-Mu.

Minggu Palma tanpa kehadiran umat.
Hanya ditemani suara musik yang lembut.
Waspadalah dengan teman yang dekat.
Ia bisa menjadi musuh dalam selimut.

Cawas, sunyi sepi sendiri….
Rm. A. Joko Purwanto Pr