by giasinta | Feb 14, 2021 | Artikel
Oleh: Tripleway
Bulan Februari bagi pasangan muda biasa identik dengan cokelat, hadiah dan ungkapan cinta. Ketiga hal tersebut menjadi nuansa ikonik di bulan Februari karena di bulan ini terdapat perayaan yang diadakan setiap tanggal 14 Februari di seluruh dunia termasuk Indonesia yaitu Hari Valentine. Terdapat beberapa versi sejarah yang mencatat awal mula dari perayaan Hari Valentine ini salah satunya adalah sejarahnya yang berasal dari kisah legenda Santo Valentine.
Ilustrasi Valentine. Sumber: Freepik.
Sejarah Hari Valentine
Kisah Santo Valentine ini disebut legenda karena tidak terdapat catatan rinci yang dapat memverifikasi kebenaran dari kisah atau sejarah ini. Legenda ini menceritakan bahwa Valentine dipukuli dan berakhir dipancung pada tanggal 14 Februari 278 Masehi. Bentuk eksekusi ini merupakan sebuah hukuman karena Imam Valentine dianggap menentang kebijakan seorang Kaisar bernama Claudius II. Dikutip dari Detik.com, Claudius II dikenal kejam setelah membuat Roma terlibat dalam berbagai pertempuran berdarah. Roma harus selalu menang dalam peperangan sehingga Sang Kaisar harus menunjukkan memiliki tentara yang kuat. Sayangnya, hal tersebut ternyata sulit untuk diwujudkan karena menurut Sang Kaisar, bala tentaranya enggan pergi ke medan perang karena terikat pada istri atau kekasih mereka. Untuk mengatasinya Claudius II melarang semua bentuk pernikahan serta pertunangan yang ada pada Roma.
Santo Valentine. Sumber: Pinterest.
Imam Valentine ini justru menentang kebijakan tersebut dengan berusaha secara diam-diam menikahkan pasangan muda. Tindakan ini diketahui oleh Kaisar sehingga Imam Valentine ditahan serta dihukum lalu tubuhnya dipukul hingga dipancung. Hukuman ini menjadikan sebuah tanda sebagai peringatan atau perayaan yang dilakukan setiap tanggal 14 Februari. Sejarah Valentine yang sebenarnya ini memang lebih banyak dipercaya sebab legenda yang beredar menyebutkan bahwa Valentine meninggalkan catatan perpisahan untuk putri penjaga penjara yang menjadi temannya. Catatan bertuliskan ‘From Your Valentine’ ini menjadi populer dan banyak menginspirasi. Atas jasanya, Valentine dinobatkan sebagai orang suci hingga disebut sebagai Santo Valentine.
Tradisi Valentine Gereja dan Fratelli Tutti
Paus Fransiskus. Sumber: Komkat KWI
Hari Valentine, biasanya juga dikenal dengan hari kasih sayang oleh sebagian orang. Dalam Gereja Katolik, kasih sayang merupakan pokok ajaran yang diajarkan oleh Yesus Kristus kepada para pengikutnya. “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. (TB Yoh 13:34). Selain dari kitab suci dan ajaran Yesus sendiri, Gereja Katolik juga memiliki sebuah dokumen yang disebut “Fratelli Tutti”. Dokumen yang ditandatangani oleh Paus Fransiskus pada tanggal 03 Oktober 2020 ini berisi tentang persaudaraan universal dalam cara hidup Fransiskus Assisi yang memperlakukan segenap makhluk sebagai saudara dan saudari. Terdapat beberapa poin yang patut diperhatikan di dalam dokumen ini yaitu:
- Ensklik ini dimulai dengan penekanan bahwa kita semua adalah bagian dari sebuah keluarga manusia, anak dari satu Pencipta, berada dalam perahu yang sama, dan karenanya kita perlu menyadari bahwa dunia yang terglobalisasi dan saling berhubungan ini hanya bisa diselamatkan oleh kerja sama kita semua.
- Dokumen Persaudaraan Manusia untuk Hidup Bersama atau Dokumen Abu Dhabi yang ditandatangani oleh Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar pada Februari 2019 menjadi salah satu inspirasi ensklik ini, yang dikutip berkali-kali.
- Salah stau konteks lahirnya ensiklik adalah pandemi Covid-19 yang menurut Paus Fransiskus “meletup secara tak terduga” saat dia “menulis ensiklik”. Ia menyatakan, keadaan darurat kesehatan global akibat pandemi telah membantu menunjukkan bahwa “tidak ada yang dapat menghadapi kehidupan dalam isolasi” dan bahwa waktunya telah benar-benar datang untuk “bermimpi, kemudian, sebagai satu keluarga manusia” di mana kita semua adalah “saudara dan saudari “(7- 8).
Dari beberapa poin tersebut dapat dilihat bahwa terdapat kemiripan permenungan antara perayaan Hari Valentine dan dokumen Fratelli Tutti. Kedua hal tersebut sama-sama menyoroti hal yang sama yaitu tentang cinta kasih. Sebagai orang Katolik, di perayaan Hari Valentine ini kita hendaknya memberikan cinta kasih bukan hanya kepada orang-orang yang kita cintai tetapi kita harus berusaha juga memberikan cinta kasih kepada semua orang seperti cara hidup Fransiskus Assisi yang menjadi dasar dari dokumen Fratelli Tutti.
Hari Valentine di Tengah Masa Pandemi
Cinta kasih yang dapat diberikan kepada semua orang pada Hari Valentine pada tahun ini sedikit berbeda jika dibandingkan Hari Valentine yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini kita sama-sama berada dalam perjuangan di dalam penderitaan pandemi Covid-19. Meskipun dalam masa pandemi, bukan berarti kita lalu berhenti untuk berbagi kasih dengan orang lain. Justru dalam masa pandemi kita dituntut untuk semakin menyadari bahwa “tidak ada yang dapat menghadapi kehidupan dalam isolasi” dan bahwa waktunya telah benar-benar datang untuk “bermimpi, kemudian, sebagai satu keluarga manusia” di mana kita semua adalah “saudara dan saudari “ (Fratelli Tutti, 2020, 7- 8).
Lalu, bagaimana cara kita untuk berbagi kasih di masa pandemi? Jika kita melihat kondisi yang terjadi sekarang ini, terdapat segelintir orang yang menganggap bahwa orang yang terkena Covid-19 patut diasingkan dan dijauhi. Bahkan terdapat beberapa kasus yang menolak para jenazah korban Covid-19 untuk dimakamkan di suatu daerah. Tentunya hal-hal yang terjadi tersebut sangat bertentangan dengan nilai kasih yang diajarkan oleh Yesus.
Sebagai seorang pengikut Kristus, sudah sepatutnya kita memperhatikan saudara-saudari yang tertimpa kemalangan, misalnya dengan cara memberikan bantuan makanan bagi orang yang terpaksa melakukan isolasi di rumah, dan tetap memberikan mereka perhatian dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Selain itu, dengan taat memakai masker pun kita sebenarnya sudah ikut serta dalam pengamalan kasih kepada sesama karena dengan memakai masker kita dapat memutus rantai penyebaran Covid-19 ini sehingga tidak menyebar dan menambah jumlah penderitanya.
Perayaan Valentine tahun ini memiliki banyak perjuangan dan hambatan. Tetapi justru karena hambatan dan perjuangan tersebut, kita menjadi bisa belajar bahwa kasih itu harus diberikan tanpa syarat kepada semua orang. Mari jadikan Valentine tahun ini sebagai moment pengingat bagi kita untuk terus memberikan kasih kepada semua orang karena kasih itu universal dan diberikan tanpa syarat.
Sumber:
Karya Kepausan Indonesia
Komkat KWI
Detik.com
Katolisitas
Congkasae
by editor | Feb 14, 2021 | Renungan
“Berilah Aku belaian Terakhir”
PENGALAMAN indah nan mengharukan dikisahkan oleh Pastor Pius Titirloloby dan Pastor Skia Mangsombe, dua imam projo Keuskupan Amboina. Mereka berdua melayani pemberkatan jenasah pasien covid19 yang baru saja meninggal.
Malam sebelum meninggal, pasien ini minta kepada perawat untuk membacakan Kitab Suci. Dia juga minta agar boleh tidur di lengan sang perawat. Pasien itu memohon, “bolehkah aku minta belaian lembut untuk yang terakhir kali?” Sang perawat dengan penuh kasih membelai pasien yang tidur di sampingnya sampai akhirnya dia dipanggil Tuhan.
Sungguh luar biasa pelayanan para perawat. Mereka tidak hanya merawat fisik yang sakit, tetapi juga menghantar jiwa menuju kedamaian abadi. Pasien itu menghadapi kematian dengan senyum bahagia. Ia dihantar kepada Tuhan dengan penuh cinta.
Covid19 mungkin mirip dengan penyakit kusta zaman dulu. Mereka disendirikan, dikarantina. Hidup terpisah dari orang lain. Banyak orang takut untuk mendekat. Takut tertular. Seperti dalam bacaan pertama, orang kusta itu harus tinggal di luar perkemahan, harus memakai pakaian cabik-cabik, rambut terurai dan menutupi mukanya sambil berseru; najis! najis!
Muncul pergeseran pemahaman bahwa orang kusta dianggap sebagai orang berdosa, orang najis, dikutuk Allah. Mereka dikarantina bukan karena berdosa tetapi demi keselamatan banyak orang. Supaya tidak semakin banyak orang tertular. Melulu demi kesehatan bersama.
Yesus tidak menjauhi mereka. Yesus mengulurkan tangan dan menjamah orang itu. “Aku mau, jadilah engkau tahir.”
Yesus tidak menjauhi, tetapi Dia menolong orang itu. Perawat yang menemani pasien covid itu membacakan Kitab Suci, membelai keningnya, membiarkan dia tidur dalam damai di lengannya. Walaupun pasien itu tidak sembuh, tetapi dia menyongsong hidup baru yang bahagia karena dicinta.
Sebagai gembala, sikap seperti Yesus itulah yang akan menyelamatkan, bukan menjauhi atau menakut-nakuti. Mereka butuh disapa dan didekati.
Mari kita tidak menunda waktu untuk menyapa dengan senyuman, membelai dengan kasih sayang, karena dengan demikian orang merasa bahagia karena dicinta.
Kapan dewi corona ini pergi,
Biar kita bisa bercengkerama.
Jangan menunda untuk mengasihi,
Dengan cinta hidup jadi bahagia.
Cawas, menunggu senja…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr
by editor | Feb 12, 2021 | Renungan
“Pitulungan”
ANGKA tujuh punya banyak makna dalam kehidupan manusia. Di Jawa, angka tujuh disebut pitu bermakna “pitulungan” atau pertolongan. Syukuran bayi di dalam kandungan diadakan setelah tujuh bulan atau “mitoni.”. Begitu juga seorang anak akan mulai menapakkan kakinya di tanah setelah umur tujuh bulan. Ini disebut ritual “tedhak siten.” Ada doa tujuh hari setelah kematian.
Di China angka tujuh dihubungkan dengan kehidupan gadis. Gigi susu seorang gadis tumbuh pada usia tujuh bulan dan lepas pada usia tujuh tahun. 2 x 7 tahun seorang anak gadis mulai masa puber. 7 x 7 tahun seorang perempuan akan mulai menopause.
Angka tujuh dipercaya sebagai angka sempurna, keberuntungan dan penuh makna.
Mungkin itu juga yang membuat Christiano Ronaldo memilih angka 7 sebagai penggocek bola ternama di dunia.
Dalam Kitab Kejadian, kisah penciptaan selesai pada hari ketujuh. Hari ketujuh itu dikuduskan bagi Tuhan sampai sekarang. Sesudah 7 x 7 tahun diadakan tahun Yobel atau tahun pembebasan.
Dalam Kitab Wahyu, Yohanes banyak menulis angka tujuh. Ada tujuh gereja, tujuh sangkakala, tujuh meterai, tujuh cawan dan malaikat.
Dalam Injil hari ini Yesus membuat mukjijat dengan menggandakan tujuh roti. Dari ketujuh roti itu ada sisa tujuh bakul.
Kisah ini menggambarkan peristiwa ekaristi. Yesus mengambil roti, mengucap syukur dan memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid untuk dibagi-bagikan.
Ekaristi adalah sakramen gereja. Ada tujuh sakramen dalam gereja. Ekaristi adalah sakramen dimana Yesus memberikan diri-Nya bagi keselamatan kita.
Jika hidup kita disemangati oleh ekaristi, maka kita juga tidak segan untuk berbagi. Hidup kita ini adalah pemberian Tuhan.
Hidup kita bukan untuk diri sendiri, tetapi untuk dibagikan supaya makin banyak berkat. Mari kita semakin menjadi berkat bagi banyak orang.
Pakai masker menutupi pipi.
Senyum lebar tak kelihatan gigi.
Jika hidup kita semakin ekaristi.
Maka kita pun siap untuk berbagi.
Cawas, Gong Xie Fat Choi…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr
by editor | Feb 11, 2021 | Renungan
DALAM buku hariannya, Anne Sulivan menulis tentang Helen Keller, “bagaimana bisa mendisiplinkan, tanpa mematahkan semangatnya.” Itulah yang dia kerjakan untuk mendidik Helen yang bisu tuli. Dengan susah payah dia mengajarkan kode-kode agar bisa berkomunikasi dengan Helen. Itulah gambaran kisah Helen Keller dalam Film The Miracle Worker.
Pelajaran yang paling dramatis adalah ketika dia berhasil mengajak Helen mengeja “W-A-T-E-R”. Helen dibopong ke halaman. Dia taruh tangannya di pompa air. Air keluar dari pompa. Helen merasakan dinginnya. Anne mengeja kode-kode huruf di telapak tangan Helen. Pelan-pelan mulut Helen mengeluarkan suara, “WATER.” Dari situ Helen mulai bisa sedikit-sedikit belajar bicara.
Terbukalah dunia luas bagi Helen Keller. Setelah bisa membaca, dia belajar di sekolah dan berhasil menamatkan gelar kesarjanaannya. Helen Keller banyak menulis kisah hidupnya. Ia menjadi dosen, motivator dan inspirasi bagi mereka yang mengalami kendala fisik. Ia dikenang sebagai aktivis bagi para penyandang disabilitas dan dihormati di seluruh dunia.
Yesus menyembuhkan seorang yang tuli dan gagap. Ia memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu, lalu meludah dan meraba lidah orang itu. Lalu Ia berkata dengan suara keras, “Efata” artinya Terbukalah. Orang itu kemudian bisa berkata-kata dengan baik.
Setelah sembuh, orang itu menceritakannya kepada semua orang. Makin dilarang justru makin luas dia menceritakannya. Kebaikan Tuhan harus diwartakan. Apakah anda bisa merasakan kebaikan Tuhan? Apakah anda sudah mewartakannya kepada orang lain? Hal-hal baik jangan disimpan untuk diri sendiri. Tetapi wartakan dan bagikan kepada banyak orang. Itu adalah berkah.
Kita diberi mulut yang baik, sebarkan kebaikan. Kita diberi telinga yang sehat, dengarkan hal-hal yang bermanfaat.
Kita sudah diberi anugerah Allah
Jangan lupa bagikan menjadi berkah
Cawas, merenda waktu…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr
by editor | Feb 10, 2021 | Renungan
KETIKA Barcelona bertanding melawan klub Villareal, bek sayap Dani Alves, pemain Barcelona mendapat perlakuan rasis dari penonton lawan. Ada seorang penonton melempar pisang ke arah Dani Alves.
Tindakan itu adalah penghinaan. Menyamakan manusia dengan makhluk pemakan pisang. Pelecehan rasis seperti itu sangat memalukan. Alih-alih marah, Dani Alves malah mengambil buah pisang itu, mengupas dan memakannya dengan santai di lapangan.
FIFA mengecam tindakan rasis dalam dunia sepakbola. Tidak boleh ada pelecehan berdasarkan warna kulit, suku, ras, kelompok atau agama dalam dunia olahraga modern.
Pemahaman ekslusif tentang keselamatan sangat jelas nyata dalam Kitab Suci. Keselamatan itu hanya milik Bangsa Israel. Orang di luar Israel tidak mendapat bagian. Kisah tentang perempuan Siro Fenisia ini bisa menjelaskannya.
Seorang ibu Yunani berkebangsaan Siro Fenisia datang pada Yesus. Fenisia adalah bagian Siria, provinsi Kerajaan Romawi.
Ia sadar berada di luar karya keselamatan. Tetapi ia percaya kepada Yesus, Sang Sumber Keselamatan. Dengan keyakinannya itu, ia menerobos batas pemahaman umum.
Ia meminta dengan sedikit nekat kepada Yesus untuk menyembuhkan anak perempuannya yang kerasukan roh jahat. Kendati Yesus mengatakan, “Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.”
Anak-anak adalah gambaran Israel sebagai anak Allah, sedangkan anjing untuk menggambarkan bangsa lain di luar Israel.
Iman kepada Yesuslah yang membongkar ekslusivitas keselamatan. Yesus membawa keselamatan bagi semua orang tanpa membedakan warna kulit, suku, ras atau agama.
Yesus adalah Tuhan bagi semua. Siapa pun juga diundang untuk percaya kepada-Nya. Mari kita percaya kepada-Nya.
Hari ini tiada sinar mentari.
Hujan turun sepanjang sore.
Hati pedih sahabat tlah pergi.
Selamat jalan Romo Andre.
Cawas, hanya menanti….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr