Puncta 26.05.21 / PW. St. Filipus Neri, Imam / Markus 10: 32-45

 

Bisaa Rumangsa. Aja Rumangsa Bisa

HIRUK pikuk suasana di Kerajaan Mantili. Banyak raja, putra mahkota, pangeran, ksatria dan bupati mengikuti sayembara. Barangispa bisa mematahkan busur atau gandewa kerajaan akan diperkenankan mempersunting Puteri Mantili yakni Dewi Sinta.

Para raja dengan pongah saling berebut. Dengan sombong mereka merasa paling bisa memenangkan sayembara. Satu per satu mereka gagal tak ada hasil. Bahkan mengangkat busur pun tak ada yang bisa.

Rama dan Laksmana dengan tenang memperhatikan semuanya. Ketika giliran orang terakhir turun gelanggang tanpa hasil, Rama maju ke depan. Ia memberi hormat dengan taksim. Ia berlutut dan berdoa kepada Yang Kuasa. Tanpa banyak kata, ia mengambil busur, mengangkat dan menariknya sampai putus menjadi dua.

Sorak-sorai rakyat Mantili bergemuruh. Ia turun dengan sopan dan menghaturkan sembah kepada Raja Janaka.

Yesus dan para murid pergi ke Yerusalem. Ia berbicara tentang memanggul salib. Para murid takut dan merasa cemas. Sedang Ia menubuatkan tentang penderitaan-Nya, dua murid-Nya memohon – sedikit memaksa – agar diberi kedudukan.

“Guru, kami harap Engkau mengabulkan permohonan kami. Perkenankanlah kami ini duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, seorang di sebelah kanan dan seorang di sebelah kiri-Mu.”

Yesus mengajukan syarat, “Sanggupkah kalian meminum piala yang harus Kuminum? Dan dibaptis dengan pembaptisan yang harus Kuterima?”

Mereka menjawab, “Kami sanggup.”

Ada ungkapan yang bagus; kita ini sering “rumangsa bisa, nanging ora bisa rumangsa.” Kita ini sering merasa bisa, merasa mampu, merasa paling benar, tetapi tidak mau dianggap tidak bisa. Agak sulit menterjemahkan istilah itu. Intinya orang merasa paling bisa atau paling benar.

Seperti kedua murid itu merasa bisa, sanggup meminum piala dan baptisan Yesus.

Hendaknya kita ini “bisaa rumangsa, ning aja rumangsa bisa.”

Hendaklah kita bisa bertindak benar, namun jangan merasa diri paling benar.

Ada perbedaan antara orang benar dan orang yang merasa diri paling benar.

Orang benar tidak akan berpikir bahwa dialah yang paling benar. Sebaliknya orang yang merasa diri benar akan berpikir hanya dia saja yang paling benar.

Orang benar bisa menyadari kesalahannya. Orang yang merasa diri benar tidak perlu mengaku salah. Orang benar akan introspeksi diri dan bersikap rendah hati. Orang yang merasa diri benar tidak butuh instrospeksi diri dan cenderung tinggi hati.

Orang benar punya kelembutan hati dan menerima masukan, kritik dari orang lain. Bahkan dari orang kecil atau sederhana sekalipun. Sedang orang yang merasa diri benar, hatinya keras membatu, sulit menerima nasehat, masukan atau kritik.

Orang benar akan selalu menjaga sikap, perilaku dan tutur katanya agar tidak melukai orang lain. Sikap hati-hati dan tepa slira dijunjung tinggi. Orang yang merasa diri benar bertindak semaunya sendiri tanpa pertimbangan matang, tidak peduli perasaan orang lain.

Orang benar akan dihormati, disegani banyak orang. Sedangkan orang yang merasa diri benar akan disegani oleh kelompoknya sendiri yang pikirannya sempit.

Orang yang merasa diri paling benar akan jatuh oleh tutur kata, tindak tanduk dan sikapnya sendiri. “Wong iku bakal ngundhuh wohing pakarti.” Orang akan memetik hasil dari apa yang ditanamnya sendiri.

“becik ketitik, ala ketara”
Kalau kita berbuat baik, hidup akan bahagia.

Cawas, jagalah sopan santun….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 25.05.21 / Selasa Biasa VIII / Markus 10:28-31

 

Menemukan Banyak Saudara

“ROMO, jangan sungkan-sungkan ya kalau pergi ke Ponti, singgah ke rumah. Kapan saja pintu selalu terbuka. Rumah kami welcome untuk romo.” Begitu sambutan hangat keluarga menerima kedatangan kami.

Semua keperluan sudah disediakan. Mau istirahat ada kamar nyaman, mau pergi-pergi sudah ada mobil, mau makan minum semua tersedia di kamar makan.

Menjadi imam itu menghayati semangat kemiskinan, meninggalkan segala-galanya. Kendati kami tidak punya kendaraan, tetapi bisa naik mobil bagus. Kendati tidak punya rumah, tetapi bisa tinggal dimana saja. Kendati tak punya istri, semua kebutuhan sudah tersedia. Berani meninggalkan keluarga untuk diutus, dimana-mana ada saudara yang menerima.

Pada awal tugas di Ketapang dulu, rasanya gamang. Tidak punya keluarga atau siapa-siapa yang dikenal. Tempat baru, semua serba baru, tidak tahu apa-apa.

Namun setelah terjun menjalani perutusan, Tuhan menyediakan semuanya. Bahkan berkelimpahan. Tuhan memberi banyak saudara dan keluarga. Tuhan menyediakan banyak fasilitas. Semua dipermudah oleh Tuhan.

Paroki tidak punya mobil, tapi umat siap mengantar kemana saja. Jika turne ke stasi-stasi, umat berebut untuk disinggahi dan menyiapkan kamar untuk menginap.

Kalau sedang beruntung bisa makan babi hutan atau durian lezat. Kalau romo suka minum, sudah tersedia tuak yang paling enak. Tidak itu saja, romo balik ke pastoran masih diberi banyak persembahan macam-macam. Serba berkelimpahan.

Apa yang disabdakan Yesus bagi para murid itu sungguh benar, “Barangsiapa meninggalkan rumah, saudara-saudari, ibu atau bapa, anak-anak atau ladangnya, pada masa ini juga ia akan menerima kembali seratus kali lipat; rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak-anak dan ladang.”

Ketika kita berani melepaskan, akan mendapat. Kalau kita berani memberi, akan menerima. Ketika kita berani berkorban, akan dicintai, berani menderita akan bahagia. Berani mati akan memperoleh hidup kekal.

Jangan pernah merasa kawatir, hidup kita sudah dijamin oleh Tuhan. Beranikah kita lepas bebas dan mengikuti Yesus?

Pergi ke sungai untuk mencari ikan.
Yang paling enak adalah ikan semah.
Tuhan tidak membiarkan kita kekurangan.
Asal kita “gelem obah, mesti bakal mamah.”

Cawas, jangan takut….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 24.05.21 / PW. St. Maria Bunda Gereja / Yohanes 19: 25-34

 

“Ibu, inilah anakmu!”

SETELAH Kresna memberitahu Kunti bahwa perang darah Barata tak terelakkan lagi, hancur luluh hati Kunti. Ia tahu akan terjadi perang antar saudara sekandung. Karna di pihak Kurawa dan Arjuna di pihak Pandawa.

Karna sejatinya adalah anaknya sendiri sama seperti para Pandawa. Ia terkenang ketika masih perawan, saat belum menikah dengan Pandu. Ia coba-coba memakai “aji Kunta wekasing rasa sabda tunggal tanpa lawan” untuk mengundang dewa.

Dewa Surya datang dan tak perlu dikisahkan, tiba-tiba Kunti hamil. Anak ini diberi nama Karna Basusena, dibuang di sungai Gangga dan ditemu oleh Adirata. Karna kemudian tinggal dan hidup di pihak Kurawa yang jahat.

Setelah itu lahirlah para Pandawa dari Kunti dan Madrim.

Pandawa diasuh oleh Kunti, sedang Karna berada di pihak musuh yakni para Kurawa. Ketika dewasa mereka hidup berseberangan. Karna membela Kurawa yang memusuhi Pandawa.

Kresna mengingatkan Karna untuk kembali bergabung ke Pandawa. Tetapi tidak digubrisnya. Kunti juga berusaha merayu dan menyadarkan Karna, bahwa ia adalah darah daging sendiri.

Karna berkata, “seorang ibu itu tidak hanya melahirkan, tetapi juga menyusui dan membesarkan anaknya. Kunti bukan seorang ibu karena dia hanya melahirkan, namun tidak memelihara. Ibuku adalah dia yang membesarkanku.”

Akhirnya Karna lari meninggalkan Kunti dan berperang melawan adik-adiknya sendiri.

Berbeda dengan Karna, Yohanes menerima Maria sebagai ibunya menggantikan Yesus yang tergantung di kayu salib. Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya, “Ibu, inilah anakmu!” Kemudian kata-Nya kepada murid-Nya, “Inilah ibumu.” Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.

Yesus pernah bersabda, “Sebab siapapun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.”

Saudara tidak hanya ditentukan oleh garis hubungan darah, kelahiran, tetapi mereka yang melakukan kehendak Bapa di sorga.

Sehari setelah Hari Raya Pentakosta, dimana gereja lahir, Maria diangkat sebagai Bunda Gereja. Gereja yang diwakili oleh Yohanes diserahkan pemeliharaannya kepada Maria. Kita adalah anak-anak Maria karena Yesus mempercayakan murid-Nya kepada ibu-Nya.

“Ibu, inilah anakmu! Ini ibumu.” Sabda Yesus itu jelas, Maria menjadi ibu orang beriman, yaitu gereja. Dan kita semua adalah putera-puteri Maria.

Marilah kita hidup seturut teladan Maria, tetap setia dan rendah hati sebagai hamba.

Mawar merah warnanya.
Mawar biru itu judul lagu.
Kesucianmu ya Bunda Maria.
Jadi teladan dan jalan hidupku.

Cawas, ya Maria lindungilah…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

KETELADANAN BUNDA MARIA BAGI ORANG MUDA KATOLIK

Bunda Maria adalah pribadi yang begitu dihormati oleh Gereja Katolik dan dinobatkan sebagai Bunda Gereja. Bunda Maria diakui dan dihormati sebagai Bunda Allah dan Penebus. Ia dianugerahi karunia serta martabat yang amat luhur, yakni menjadi Bunda Putera Allah, maka juga menjadi puteri Bapa yang terkasih dan kenisah Roh Kudus. Karena anugerah rahmat yang sangat istimewa itu ia jauh lebih unggul dari semua makhluk lainnya, baik di surga maupun di bumi.

Bunda Maria pun menerima salam sebagai anggota Gereja yang  unggul dan sangat istimewa, pun juga sebagai pola-teladannya yang mengagumkan dalam iman dan cinta kasih. Teladan Bunda Maria tampak bukan hanya pada saat dirinya dipilih Allah sebagai perawan yang melahirkan sang Juruselamat, akan tetapi juga tampak dalam seluruh pemberian hidup bunda Maria kepada dunia. Keteladanan bunda Maria senantiasa relevan bagi kita, kaum muda. Mari kita merefleksikan keteladanan bunda Maria bagi kaum muda.

 

Reaksi Maria dalam menerima kabar gembira

Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.” Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu. Kata malaikat itu kepadanya: “Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah.

(Luk 1: 28 – 30)

Dalam potongan perikop injil Lukas diatas, kita dapat merasakan bagaimana reaksi Bunda Maria terhadap orang asing yang ternyata merupakan malaikat pembawa kabar karunia. Tidak ada reaksi berlebihan seperti meloncat atau langsung menolak karena takut akan munculnya orang asing. Maria yang terkejut justru memilih untuk diam dan tetap tenang. Dia memilih berusaha memahami keadaan yang terjadi dengan imannya. Perawan dari Nazaret itu sejak saat pertama dalam rahim dikaruniai dengan semarak kesucian yang sangat istimewa. Maria menerima salam malaikat pembawa warta dengan sebutan “penuh rahmat”. Kepada utusan dari surga itu ia menjawab: “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu” (Luk. 1:38). Demikianlah perawan Maria menyetujui sabda ilahi, dan menjadi Bunda Yesus. Dengan sepenuh hati yang tak terhambat oleh dosa mana pun ia memeluk kehendak Allah yang menyelamatkan. Maria membaktikan diri seutuhnya sebagai hamba Tuhan dan mengabdikan diri kepada misteri penebusan Ilahi.

Reaksi perawan Maria terhadap kedatangan kabar mengejutkan yang dibawa oleh orang asing, begitu tenang. Maria tetap mendengarkan malaikat itu berbicara mengenai karunia yang Ia dapatkan. Lantas bagaimana hal ini dapat dikaitkan dengan kondisi saat ini dimana teknologi semakin canggih, dan akses informasi begitu mudah diakses?  Ketenangan Maria dapat menjadi contoh bagaimana sikap kita dalam menerima segala jenis informasi atau berita bisa diakses dengan cepat terutama informasi-informasi tersebut terkadang bisa memprovokasi kita. Banyak dari para kaum muda saat ini langsung bereaksi dengan berkomentar nyiyir dan menjatuhkan tanpa tau cerita yang terjadi sebenarnya.

Sebagai orang muda Katolik, kita diajak untuk mencontoh sikap Bunda Maria dalam menerima sebuah informasi, yaitu dengan diam terlebih dahulu dan belajar memahami keadaaan dan informasi yang sebenarnya. Kita jangan cepat terhasut oleh pemberitaan yang kenyataanya tidak benar atau bisa dikatakan hoax.

Seperti pesan Paus Fransiskus di Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-55 pada 16 Mei 2021, Paus mengajak para junalis dan pengguna sosial media untuk kembali kejalan yang benar. Artinya, kita diajak untuk tidak reaktif menyebarkan berita yang kita tidak tau kepastiannya, melainkan reflektif dengan “datang dan lihatlah”. Kita harus mengecek dan memverifikasi secara lebih mendalam apakah berita yang kita sebar sesuai di lapangan atau tidak. Hal ini tentu akan membawa kita menjadi pewarta kabar berita yang baik dan bisa membantu menyelesaikan salah satu tantangan dunia ini.

 

Peran bunda Maria dalam mukjizat pertama Yesus

Teladan Bunda Maria juga bisa kita lihat dari kedekatan relasi yang dia jalin bersama Yesus putranya. Kita bisa melihatnya pada kisah pernikahan di Kana saat Yesus membuat mukjizat-Nya yang pertama (Yoh 2:1-11).

Ketika mereka kekurangan anggur, ibu Yesus berkata kepada-Nya: “Mereka kehabisan anggur.” Kata Yesus kepadanya: “Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba.” Tetapi ibu Yesus berkata kepada pelayan-pelayan: “Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!” (Yoh 2 : 3 – 5)

Kutipan perikop injil Yohanes di atas menunjukan bahwa di balik penyataan bunda Maria kepada Yesus, tersirat  kedekatan relasi seorang ibu kepada anaknya. Bunda Maria sangat mengenal Yesus, dan percaya bahwa Yesus mampu membuat mukjizat. Dari sanalah terjadi mujizat Yesus yang pertama yaitu berubahnya air menjadi anggur. Kisah tersebut menunjukkan relasi yang sangat dekat antara bunda Maria dan Yesus.

Bagi kita, para kaum muda, ada masa dimana kita mengalami keterpurukan dan kesulitan di dalam hidup. Disaat tak ada lagi orang yang membantu, satu-satunya tumpuan dan batu karang yang bisa kita pegang hanyalah Tuhan Yesus Kristus Sang Juruselamat. Sebagaimana teladan bunda Maria, kita berdoa meminta pertolongan kepada Tuhan. Meskipun doa kita belum tentu langsung dijawab oleh-Nya, kita wajib tetap percaya dan menunggu. Seperti yang dilakukan bunda Maria, walaupun Yesus berkata “ini belum waktunya”, namun Bunda Maria tetap percaya bahwa Yesus akan melakukannya. Kita mungkin akan bertanya-tanya mengapa doa kita belum terjawab, atau kita berpikir mungkinkah Tuhan tak lagi sayang kepada kita. Dalam kondisi seperti ini, sebaiknya kita meneladani sikap bunda Maria, yakni tetap percaya dan setia kepada rencana Tuhan walaupun terkadang rencananya sulit dimengerti dan sulit kita terima dalam kacamata kita sebagai manusia.

Bunda Maria yang berkedudukan sebagai seorang ibu, tidak serta-merta memaksakan kehendaknya kepada Yesus padahal hal tersebut bisa saja dilakukannya. Bunda Maria justru memilih memposisikan dirinya sebagai hamba dan murid Yesus dan menuruti setiap perintah-Nya. Sungguh sikap ketaatan dan kerendahan hati yang sangat luarbiasa dan patut diteladani.  Karena pada akhirnya Yesus akan menjawab doa setiap umat-Nya, pada waktu yang tepat. Begitu pula dengan kita, sebagai orang muda yang begitu dikasihi oleh Tuhan, kita perlu bercermin dari kepasrahan bunda Maria.

Dalam penderitaan hingga wafat Yesus di salib, bunda Maria merelakan Sang Anak yang begitu ia cintai. Bunda Maria pun mengalami duka dan penderitaan yang begitu mendalam.  Namun, di tengah duka yang ia hadapi, di tengah penderitaan dan kehilangan yang ia alami, bunda Maria tetap teguh pada imannya akan rencana Tuhan. Kita pun perlu meneladani keteguhan iman bunda Maria ketika dia harus mengalami penderitaan yang begitu dahsyat, dan ketika harus mengalami duka kehilangan Sang Putra yang begitu ia cintai demi rencana Tuhan. Di dalam keterpurukan, kita perlu berpegang teguh pada iman kita, pada rencana Tuhan yang lebih besar daripada rencana kita. Kita harus setia dan percaya bahwa Tuhan begitu mencintai kita umatNya dalam keadaan suka maupun duka hidup kita.  Bunda Maria mengajarkan bahwa penderitaan yang dialaminya merupakan jalan rencana karya keselamatan bagi banyak orang. Sikap inilah yang patut kita contoh dan kita imani sebagai generasi muda Katolik penerus Gereja.

Semoga kita semakin dikuatkan dan diteguhkan dalam iman, terutama dalam menghadapi masalah dan gejolak kehidupan yang terjadi saat ini. Kita harus menjadi anak-anak muda yang ambil bagian dalam karya keselamatan yang telah Tuhan sediakan bagi kita dan bagi orang-orang di sekeliling kita.

Sumber :

Youtube Channel : Bible Learning with Father Josep Susanto

 

 

 

 

 

Written by : Chika

Edited by : Gisella

Puncta 23.05.21 / HR. Pentakosta / Yohanes 15:26-27; 16:12-15

 

Bahasa Roh Bahasa Persatuan

KETIKA melayani umat di pedalaman Kalimantan, saya kagum sekaligus terheran-heran. Ada begitu banyak bahasa dengan logat daerah yang berbeda-beda. Ada banyak sekali logat bahasa Dayak.

Masing-masing daerah punya logat dan dialeknya. Ada Dayak Jelai, Dayak Pesaguhan, Dayak Kayong, Dayak Gerunggang, Dayak Simpank, Dayak Kualant, dan seterusnya. Itu baru di satu kabupaten. Belum di seluruh Kalimantan yang luasnya empat kali Pulau Jawa.

Belum lagi di pulau-pulau lain seperti Sumatera, Sulawesi, Papua, Nusa Tenggara. Indonesia sungguh sangat kaya budayanya.

Maka dengan adanya Bahasa Indonesia, semua orang bisa mengerti dan memahami satu dengan yang lain. Dengan Bahasa Indonesia, saya orang Jawa bisa berhubungan dengan siapa pun warga dari aneka adat budaya.

Begitu pun Orang Bugis bisa memahami orang Flores. Orang Papua bisa mengerti orang Aceh. Orang Minang bisa kenal orang Toraja. Orang Bali bisa berelasi dengan orang Sunda. Bahasa Indonesia bisa menyatukan kita sebagai satu saudara.

Pentakosta adalah peristiwa turunnya Roh Kudus yang menyatukan banyak orang dari aneka daerah atau wilayah. Rasul-rasul itu karena tuntunan Roh Kudus bisa berbicara dengan bahasa mereka yang berasal dari aneka daerah.

Ada orang Partia, Media, Elam, Mesopotamia, Yudea dan Kapadokia, Pontus dan Asia, Frigia dan Pamfilia, Mesir dan daerah Libya, juga pendatang dari Roma, orang Kreta, bahkan juga orang Arab.

Roh Kudus membuat orang-orang itu mengerti pesan yang disampaikan para rasul. Bahasa Roh adalah bahasa yang menyatukan. Semua orang bisa mengerti tentang perbuatan-perbuatan besar Allah bagi manusia.

Menurut Paulus buah-buah Roh itu nyata seperti kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, sikap lemah lembut dan penguasaan diri.

Jika kita diberi karunia Roh, apakah buah-buah itu nyata ada dalam hidup kita? Apakah sikap dan tindakan kita sungguh didasari oleh kasih, kesabaran, kelembutan dan buah Roh lainnya?

Gunung Merapi kadang-kadang meletus.
Keluarkan awan panas pasir dan batu.
Datanglah ya Roh yang mahakudus.
Sucikanlah hatiku dan kuduskanlah jiwaku.

Cawas, semangat Pentakosta…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr