by editor | Apr 4, 2022 | Renungan
Menteri Penerangan.
WAKTU kecil saya tinggal di desa. Zaman itu belum ada listrik. Penerangan satu-satunya adalah lampu minyak.
Kami punya petromak. Dinyalakan kalau ada acara bersama seperti doa lingkungan atau hajatan.
Lampu teplok untuk kebutuhan harian. Kami belajar memakai lampu teplok.
Ada lampu ting, yakni botol minyak dikasih sumbu. Lampu kecil ini dipasang di depan rumah sebagai “panjeran” sampai pagi.
Kalau malam minggu, setelah doa lingkungan, kami sering ajak teman-teman “nyuluh” yakni mencari belut atau ikan di sawah dengan penerangan petromak.
Belut-belut itu muncul di permukaan pada malam hari. Kami tinggal pukul dengan besi seperti pedang panjang, lalu belut itu dimasukan ke kepis yang diikatkan di pinggang.
Seru sekali kalau banyak belut di sawah. Tapi kami juga pernah ketemu ular yang mirip-mirip belut.
Kalau ketemu ular, orang berfirasat akan bernasib sial. Pasti tidak akan mendapat apa-apa. Lebih baik pulang atau “njabuti ketela” di sawah.
Masa itu lampu penerang sangat bermanfaat bagi banyak kehidupan.
Belum banyak orang punya pesawat TV. Baru sebagian orang yang tergolong kaya saja. TV dihidupkan memakai accu.
Kami numpang nonton rame-rame di rumah Pak Lurah Martosudarmo atau Pak Carik Sugi.
Waktu itu serial TV favorit adalah tinju Mohamad Ali atau ketoprak “Manggalayuda Sudira” dari Stasiun TVRI Yogyakarta.
Belum ada TV berwarna, hanya TV hitam putih. Stasiun TV juga baru ada TVRI saja.
Acara ketoprak biasanya setelah tayangan Dunia Dalam Berita oleh Toety Aditama
Paling sebel kalau diselingi laporan Sidang Kabinet oleh Menteri Penerangan yang melaporkan harga-harga kebutuhan pokok.
Pak Menteri punya litani khusus dengan kata-kata; “menurut petunjuk Bapak Presiden…”
Penerangan yang tidak membawa kegembiraan.
Kalau malam bulan purnama, kami main di rumah “mBah Ulu-ulu” yang punya halaman luas untuk main ”gobak sodor.”
Biasanya bulan sangat cerah sehingga cuma diterangi dengan lampu ting saja sudah cukup. Cahaya lampu dan bulan sangat berguna, memberi kegembiraan dan sukacita bagi seluruh warga.
Yesus berkata, “Akulah terang dunia; barang siapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup.”
Kedatangan Yesus membawa sukacita; orang buta bisa melihat, orang bisu bisa berbicara, orang tuli bisa mendengar, orang sakit disembuhkan dan orang mati dibangkitkan.
Ia datang memberi harapan dan sukacita. Para pemungut cukai yang dikucilkan masyarakat didekati.
Perempuan berdosa diampuni. Orang-orang kecil mendapat kabar Kerajaan Allah yang merangkul semua.
Namun bagi mereka yang tertutup nuraninya, hati mereka tetap gelap. Kaum Parisi dan ahli-ahli kitab justru menolak Dia.
Mereka diliputi kegelapan. Tidak ada secercah terang di hati mereka. Orang yang berjalan dalam kegelapan akan mudah tersesat.
Begitu juga hati yang gelap sering salah bertindak dan mengambil keputusan.
Maukah anda membuka hati agar memperoleh Kristus Sang Terang Kehidupan?
Jika anda membawa Terang Kristus, pasti anda tidak tersesat dan hidup dalam sukacita.
Malam purnama bermain gobak sodor.
Berkejar-kejaran dengan teman-teman.
Yesus Kristus laksana sebuah Obor,
Yang menuntun kita pada keselamatan.
Cawas, Terang bawa sukacita…..
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | Apr 2, 2022 | Renungan
Sobat Ambyar.
PELANTUN lagu-lagu patah hati Didi Kempot dijuluki “Godfather of Brokenheart.”
Para fans laki-laki menyebut diri “Sad Boys” sedangkan para perempuan korban janji menyebut diri “Sad Girls.”
Mereka yang bernasib sial ditinggal pasangan menyebut diri sebagai “Sobat Ambyar.”
Didi Kempot dalam syair lagu-lagunya memposisikan diri sebagai laki-laki korban janji. Dia ditinggalkan kekasihnya karena terpikat lelaki lain.
Judul-judul lagu seperti; Stasiun Balapan, Cidra, Suket Teki, Pantai Klayar, Sewu Kutha, Pamer Bojo menggambarkan nasib malang seorang yang ditinggal kekasihnya.
Perempuan selalu berada di pihak yang salah, karena mudah jatuh pada pelukan lelaki lain.
Perempuan menjadi pihak yang lemah. Dia dihakimi secara moral maupun sosial.
Lelaki seperti isi lagu-lagunya Didi Kempot berposisi sebagai korban ingkar janji. Perempuan disalahkan karena berzinah, pergi dengan laki-laki lain.
Perzinahan terjadi tentu bukan karena satu pihak. Pasti melibatkan dua belah pihak.
Namun dalam tradisi patriarkal, kesalahan dibebankan kepada perempuan. Perempuan berada di pihak yang ringkih.
Mereka dipersalahkan dan harus dihukum. Sementara laki-laki melenggang bebas.
Dalam Injil, kaum Parisi dan ahli kitab membawa seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah kepada Yesus. Mereka minta pendapat Yesus tentang perempuan yang tertangkap basah sedang berbuat zinah.
Dalam hukum Taurat, perempuan seperti itu harus dilempari batu.
Namun Yesus memberi alternatif lain, bukan hukuman tetapi belaskasihan dan pengampunan. Yesus menampakkan wajah kasih Allah.
Ia tidak mengikuti arus sosial berdasarkan ayat Kitab Suci, yang menghukum orang. Tetapi Yesus menegaskan sikap Allah yang sejati yakni mengasihi.
Hukum tertinggi hanya milik Allah. Maka Dia berkata, “Barangsiapa diantara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.”
Yang berhak menghakimi tindakan seseorang hanya Allah semata. Kita semua adalah orang berdosa.
Maka pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Mereka mau menjebak Yesus, tetapi tidak bisa.
Hati nurani mereka masih berperan. Mulai dari yang tua pergi meninggalkan arena.
Orang tua menjadi teladan. Perilaku mereka diikuti oleh yang muda.
Yesus mengetuk hati mereka. Siapa yang tidak berdosa boleh menghukum.
Yesus pun tidak mau menghukum perempuan itu. Itulah wujud kasih Tuhan yang sejati.
Allah pun tidak menghukum kendati Dia berhak menghakimi kita.
Kasih Allah lebih besar daripada dosa kita. “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”
Kita tidak boleh menyalahgunakan kebaikan Allah ini. Belas kasih Tuhan tidak boleh menjadi alasan bagi kita untuk berbuat dosa.
Toh nanti Allah akan mengampuni kita. Yesus mengampuni, tetapi jangan lupa Dia masih berpesan kepada kita, “Jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”
Mari kita tidak mudah menghakimi dan menghukum perbuatan orang lain, karena kita pun juga orang berdosa.
Kita harus menjadi lebih baik karena kita telah dikasihi Allah. Kasih-Nya jangan dinodai oleh dosa-dosa kita.
Jalan-jalan ke Gembira loka,
Sungguh asyik naik kuda.
Kasih Allah selalu terbuka,
Bagi kita orang yang berdosa.
Cawas, mengasihi tidak menghakimi….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | Apr 2, 2022 | Renungan
Nicodemus, Minoritas yang Bersuara.
BEBERAPA waktu lalu orang ribut-ribut menanggapi viralnya mbak Rara sang pawang hujang di Mandalika.
Ada pemimpin agama yang menuduh ritual seperti itu berlawanan dengan ajaran agama.
Mereka menganggap tindakan itu sebagai musrik, menyembah setan, percaya dukun klenik, paranormal, menyimpang ajaran agama dan lain-lain.
Lalu ada lagi peristiwa yang menimpa dr. Terawan Agus Putranto. Ada perseteruan antara Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dengan mantan menteri kesehatan itu karena praktek kedokterannya dinilai tidak mengikuti prosedur yang diterapkan IDI.
Terawan dianggap menyimpang dari etika kedokteran. Metode yang dipakai Terawan tidak lazim dipraktekkan di sini.
Orang-orang yang membawa nilai atau cara hidup baru biasanya akan mendapat sorotan dari masyarakat. Ada yang pro, tetapi ada pula yang kontra.
Perbedaan itu adalah keniscayaan. Berbeda pendapat itu normal-normal saja.
Tetapi hendaknya kita harus saling menghormati. Tidak boleh kita memaksakan ajaran agama kita kepada orang lain.
Tidak mungkin kita menyalahkan agama orang lain dengan kacamata agama kita. Masing-masing punya cara dan ritualnya sendiri.
Kita sering terjebak pada kesombongan rohani, menganggap ajaran agama kita yang paling benar, lalu mudah menyalahkan dan menghakimi orang lain.
Agama tidak membawa damai, malah menimbulkan permusuhan. Atas nama ,agama orang menindas sesamanya.
Kehadiran Yesus di tengah masyarakat Yahudi juga membawa nilai baru. Ada yang menerima, tetapi tidak sedikit yang menolak dan menentang-Nya.
Mereka yang menerima berkata, “Dia ini benar-benar nabi yang akan datang.” Yang percaya kepada-Nya bersaksi, “Ia ini Mesias.”
Namun para Parisi dan imam-imam kepala tidak mempercayai-Nya. Mereka berpegang pada kitab sucinya bahwa tidak ada nabi datang dari Galilea. Mesias datang dari keturunan Daud.
Justru kaum agamislah yang menuduh Yesus merusak hukum Taurat, menentang hukum sabat dan tentu saja melawan hegemoni mereka.
Ada banyak orang yang percaya kepada Yesus bahwa Dia adalah Mesias, Utusan Allah. Kaum kecil, tersingkir, para pendosa, pemungut cukai.
Ada juga para penjaga (prajurit) dan ahli kitab seperti Nicodemus. Mereka membela Yesus.
Pewarta kebenaran sering dilawan oleh mereka yang punya kuasa, pemegang statusquo.
Beranikah kita membela kebenaran seperti Nicodemus?
Kendati dilawan oleh mayoritas kelompok imam-imam kepala, tetapi Nicodemus berani bersuara. Dia adalah pelita yang mencerahkan.
Hari Minggu hari ibadat,
Jangan lupa pergi ke gereja.
Kebenaran banyak disumbat,
Ia sendiri yang temukan jalannya.
Cawas, mari saling menghormati…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | Apr 2, 2022 | Renungan
Semar Membangun Kahyangan
SEMAR adalah hamba yang mengabdi kepada para Pandawa. Semar sejatinya adalah seorang dewa, bernama Batara Ismaya.
Saudaranya bernama Manikmaya atau Batara Guru yang menguasai Kahyangan.
Semar diutus oleh Sang Hyang Tunggal untuk turun ke dunia menjadi rakyat jelata.
Semar menjadi punakawan atau abdi bagi para ksatria yang menegakkan kebenaran dan kasih sayang.
Walaupun wajahnya jelek namun hatinya luhur dan mulia. Ia menjadi pembimbing, penasehat, penghibur dan bertugas menuntun para ksatria menapaki jalan kebaikan.
Dalam Lakon “Semar Mbangun Kahyangan,” niat baik Semar disalahartikan oleh para ksatria dan raja.
Mereka hanya melihat sisi luar atau lahiriah saja. Semar dianggap mau menyamai para dewa.
Raja Baladewa dan Kresna marah. Mereka tahu Semar hanya seorang hamba, abdi yang rendah dan hina, tetapi berniat membangun Kahyangan, istana para dewa.
Mereka ingin menangkap dan membunuh Semar, karena dianggap menantang dewa.
Padahal maksud Semar sebenarnya adalah ingin membangun akhlak dan moral para ksatria agar menjadi perlindungan aman bagi seluruh rakyat.
Kahyangan yang dimaksud Semar adalah akhlak dan moral hidup yang baik.
Kahyangan bukan tempat, tetapi cara hidup yang baik untuk menuntun umat manusia menuju kesejahteraan lahir batin.
Disinilah kesalahpahaman terjadi.
Pemimpin Yahudi memusuhi Yesus karena mereka tidak mengakui bahwa Yesus berasal dari Allah.
Sedangkan rakyat jelata percaya bahwa Yesus adalah Kristus atau Mesias yang dijanjikan.
Para pemimpin tidak suka karena tindakan-tindakan Yesus; menghapus hukum Sabat, merombak Bait Suci dan mau membangun-Nya dalam tiga hari, menyebut Diri-Nya sebagai Anak Allah.
Orang-orang itu hanya melihat penampilan Yesus secara lahiriah saja. Asal-usul-Nya mereka tahu. Keluarga dan sanak saudara-Nya mereka kenal.
Menurut paham mereka, Kristus atau Mesias berasal dari antah berantah yang tidak diketahui. Tokoh ilahi yang akan merubah segalanya dalam waktu yang singkat
Yesus membela Diri-Nya dengan berkata, “Memang Aku kamu kenal dan kamu tahu dari mana asal-Ku; namun Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, tetapi Aku diutus oleh Dia yang benar, yang tidak kamu kenal. Aku kenal Dia, sebab Aku datang dari Dia dan Dialah yang mengutus Aku.”
Bagi kaum yang sudah dicekoki dan dimasuki dengan paham tertentu akan sulit untuk melihat kebenaran yang lebih luas.
Seperti kuda yang dipasangi kacamata, dia tidak bisa melihat hal-hal lain kecuali apa yang sudah ditanamkan dalam otaknya.
Mereka tidak mampu menangkap kata-kata Yesus. Mereka menolak dan tidak percaya. Mereka memusuhi dan mau membunuh-Nya. Mereka mencari waktu yang tepat untuk menangkap-Nya.
Untuk menangkap suatu kebenaran dibutuhkan hati yang terbuka seluas samudera. Kebenaran mutlak hanya milik Tuhan. Selama kita hidup di dunia ada banyak kebenaran.
Kita diundang untuk mengkaji, mempelajari dan menimbang-nimbang. Yesus datang membawa kebenaran.
Silahkan menimbang, merenungkan dan merasakan, baru kemudian anda menilainya.
Belum mencicipi kok langsung mengadili. Coba anda mencicipi dulu. Baru tahu rasa yang sesungguhnya.
Naik kuda jatuh di rerumputan,
Kudanya lari masuk ke tengah hutan.
Yesus datang membawa kebenaran,
Sambutlah Dia pasti tidak mengecewakan.
Cawas, kasih yang membahagiakan….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr