Puncta 07.04.22 || Kamis Prapaskah V || Yohanes 8: 51-59

 

Pendusta

BELUM lama muncul pesan di WA, “Nomor anda mendapat hadiah kejutan 100jt. Silahkan hubungi admin dengan nomor ini.”

Ada banyak cara orang menipu. Paling marak ada di dunia medsos. Kalau kita tidak hati-hati, kita bisa terjebak pada praktek-praktek penipuan seperti ini.

Orang menawarkan investasi menggiurkan, ternyata bodong. Yang lagi heboh main trading, setelah diselidiki ternyata ada unsur perjudian. Afiliatornya sedang diburu oleh polisi.

Mereka berjuluk sultan atau the crazy rich from Medan, Bandung, Malang, Denpasar dan lain-lain.

Mereka memamerkan harta kekayaan, ternyata semua direkayasa. Banyak orang yang tergiur oleh iming-iming cepat kaya.

Memasukkan investasi, ikut trading dan akibatnya rugi ratusan juta. Duitnya lenyap seketika.

Tidak ada yang instan. Semua usaha harus melalui proses, bahkan jatuh bangun.

Sekali orang berdusta, segala kebenarannya akan diragukan, tidak akan dipercaya.

Yesus berkata, “Jikalau Aku memuliakan Diri-Ku sendiri, maka kemuliaan-Ku itu sedikit pun tidak ada artinya. Bapa-Kulah yang memuliakan Aku, tentang siapa kamu berkata: Dia adalah Bapa kami, padahal kamu tidak mengenal Dia, tetapi Aku mengenal Dia. Dan jika Aku berkata: Aku tidak mengenal Dia, maka Aku adalah pendusta, sama seperti kamu.”

Banyak orang memuliakan dirinya sendiri dengan memamerkan kekayaannya. Kita tidak tahu bahwa itu semua adalah dusta, kebohongan dan penipuan.

Mereka yang sungguh-sungguh kaya malah tidak menonjolkan kekayaannya. Biasanya orang hebat justru rendah hati, seadanya, hidup secara wajar-wajar saja.

Begitu juga dengan orang yang mengenal Allah. Semakin dekat dan kenal Allah semakin rendah hati, makin “mentes” hidupnya, bukan soal duniawi tetapi makin mengasihi dan berguna bagi sesamanya.

Orang yang suka pamer kesucian, gembar-gembor sok tahu tentang Allah, teriak-teriak jualan surga bisa jadi mereka itu seperti para sultan yang sedang mencari follower untuk keuntungan pribadinya.

Jika yang dikejar bukan Kerajaan Allah, kita semua sudah tahu sendiri hasilnya seperti apa.

Hati-hatilah, jangan mendustai Allah, merasa paling tahu tentang hukum-hukum Allah.

Dusta pada harta kekayaan, maka harta juga yang akan menyengsarakannya. Dusta pada kekuasaan, kekuasaan juga yang akan menjatuhkannya.

Jangan pernah berdusta pada Allah, karena Dia yang berkuasa atas kehidupan kita.

Yesus sungguh mengenal Allah, karenanya Dia melaksanakan kehendak Allah.

“Aku mengenal Dia dan Aku menuruti firman-Nya.”

Sungguhkah kita mengenal Allah? Jangan-jangan hanya tahu sedikit saja sudah berani mengklaim mengenal Dia. Sekali lagi jangan mencoba mendustai Allah.

Manchester United bernama Setan Merah,
Kalau The Citizens itu Manchester City.
Mereka yang sungguh mengenal Allah,
Hidup penuh welas asih dan rendah hati.

Cawas, makin merendahkan diri….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 06.04.22 || Rabu Prapaskah V || Yohanes 8: 31-42

 

Tahu Kupat Dompleng

KALAU kita pergi ke Magelang, dari arah Jogja melewati kota kecil Blabak. Setelah lampu traffic light ada warung tahu kupat namanya “Dompleng.”

Istilah dompleng artinya “nunut” atau ikut numpang. Saya tidak tahu apakah penjual tahu kupat itu dulunya hanya numpang di situ.

Walaupun hanya numpang di situ, tetapi tahu kupat itu punya citarasa yang enak, punya ciri khas tersendiri.

Kualitasnya bukan karena numpang, tetapi punya sejarah sendiri.

Kebanyakan kalau kita numpang atau nunut, kita hanya dompleng nama besar yang kita ikuti.

Ada tokoh terkenal, entah artis, olahragawan, politikus hebat, gubernur, atau presiden. Kita suka minta foto bersamanya.

Kita numpang populer, biar dianggap sebagai orang dekat, tokoh penting dan ikut tenar.

Sesudah foto dengan tokoh hebat, hidup kita kembali menjadi biasa saja. Tidak ada dampak apa pun atau meniru sikap dan popularitas tokoh tadi.

Hanya untuk pamer kesombongan pernah foto bersama orang hebat dan top.

Diskusi Yesus dengan orang-orang Yahudi berkisar tentang “dompleng atau numpang.”

Kaum Yahudi menganggap diri sebagai keturunan Abraham. Tetapi mereka itu hanya mengaku diri saja.

Mereka hanya numpang nama besar Abraham. Cara hidup mereka tidak menunjukkan keturunan Abraham.

Yesus berkata, “Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan Abraham. Tetapi yang kamu kerjakan ialah berusaha membunuh Aku; seorang yang mengatakan kebenaran kepadamu; pekerjaan yang demikian tidak dikerjakan oleh Abraham.”

Jadi mereka itu hanya numpang nama besar Bapa Abraham. Mengaku sebagai keturunan Abraham, tetapi tidak meniru pekerjaan Abraham.

Orang yang menumpang berarti dia itu hamba bukan anak. Maka Yesus membuat analog; “hamba tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah.”

Maka kesimpulannya, jika kita mengaku sebagai anak, semestinya kita mengasihi Yesus karena Dia berasal dari Bapa.

Kalau mereka menolak Yesus berarti mereka itu hamba yang dompleng saja di rumah Bapa. Mereka tidak mengenal Yesus yang datang dari Bapa.

Dalam permenungan ini kita bisa menilai diri kita sendiri. Kita ini hamba atau anak?

Kita ini hanya dompleng, numpang saja atau kita tinggal tetap di rumah Bapa?

Kalau kita ini anak, harusnya kita percaya pada Yesus dan mengikuti teladan-Nya.

Jangan-jangan kita hanya numpang seperti benalu dalam hidup kita sebagai orang Kristen, mencari aman tinggal dompleng dalam Gereja, mencari makan dan menggerogoti tubuh Gereja.

Silahkan direnungkan sendiri-sendiri.

Banyak makan cabai merah,
makanya terkena radang usus.
Kalau kita sebagai anak Allah,
Wajib mengikuti teladan Yesus.

Cawas, tinggal tetap bersama-Nya….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 05.04.22 || Selasa Prapaskah V || Yohanes 8: 21-30

 

Membaca Firasat

BEBERAPA orang mempunyai kepekaan membaca atau melihat tanda-tanda. Mereka mampu menterjemahkan kejadian atau peristiwa yang terjadi di sekitarnya.

Firasat itu adalah sebuah gambaran tentang apa yang akan terjadi. Ada gelagat atau tanda yang akan menimpa seseorang.

Ada orang yang mempunyai kecakapan mengetahui sesuatu dengan melihat perilaku, kejadian, peristiwa atau gerak tubuh, tutur kata seseorang. Alam punya cara untuk berbicara dengan kita.

Masyarakat di lereng Merapi misalnya, paham kalau binatang-binatang turun gunung dan lari ke kampung, menjadi tanda bahwa “Mbah Merapi akan batuk.”

Gunung Merapi akan mengeluarkan lahar atau meletus. Warga harus bersiap-siap.

Ada orangtua yang sakit lama. Ia berperilaku selalu membuang semua pakaian yang dikenakan. Kata-katanya selalu ingin pulang ke rumah. Ia ingin ketemu dengan orang-orang yang sudah meninggal.

Perilaku seperti ini bisa sebuah firasat atau gelagat tentang apa yang akan terjadi.

Beberapa dari keluarga ada yang peka. Mereka datang minta romo memberi sakramen minyak suci.

Setelah didoakan dan menerima sakramen, orang yang sakit itu tenang. Beberapa hari kemudian meninggal dalam damai. Ia berpulang ke rumah Bapa di surga.

Sabda Yesus itu seperti sebuah firasat. Ia berkata kepada orang banyak, “Aku akan pergi dan kamu akan mencari Aku tetapi kamu akan mati dalam dosamu. Ke tempat Aku pergi, tidak mungkin kamu datang.”

Orang Yahudi tidak peka akan kata-kata-Nya. Mereka tidak paham dengan sabda-Nya.

“Apakah Dia mau bunuh diri dan karena itu dikatakan-Nya; Ke tempat Aku pergi, tidak mungkin kamu datang?”

Orang Yahudi tidak mampu menangkap kata-kata Yesus. Sampai-sampai Yesus berkata, ”Apalah gunanya lagi Aku berbicara dengan kamu.”

Daya tangkap intuisi mereka tidak sampai. Apalagi ketika Dia berbicara tentang Bapa-Nya. Mereka tidak mengerti dan tidak peka.

Ia datang dari Bapa. Ia melaksanakan kehendak Bapa. Pekerjaan-pekerjaan Yesus itu berasal dari Bapa-Nya.

Dia diutus oleh Bapa. sebagai Utusan, Dia senantiasa berbuat apa yang berkenan kepada-Nya.

Kalau orang memiliki intuisi atau kepekaan nurani, ia dapat menangkap pesan yang dibawa oleh Yesus.

Seperti para penjaga yang berkata, “Belum pernah seorang manusia berkata seperti itu.”

Para penjaga itu bisa melihat gelagat, merasa ada firasat bahwa kata-kata dan tindakan Yesus itu bukan sekedar dari manusia.

Mari kita mengasah kepekaan hati nurani agar mampu membaca rencana dan kehendak Allah bagi kita.

Dengan demikian kita bisa menyelaraskan sikap, tindakan dan tutur kata dengan sikap Allah sendiri.

Senam sehat pada hari Jum’at.
Lanjut ke warung beli soto babat.
Kalau kita peka membaca firasat,
Kita akan melakukan tindakan tepat.

Cawas, menempa kepekaan hati….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 04.04.22 || Senin Prapaskah V || Yohanes 8: 12-20

 

Menteri Penerangan.

WAKTU kecil saya tinggal di desa. Zaman itu belum ada listrik. Penerangan satu-satunya adalah lampu minyak.

Kami punya petromak. Dinyalakan kalau ada acara bersama seperti doa lingkungan atau hajatan.

Lampu teplok untuk kebutuhan harian. Kami belajar memakai lampu teplok.

Ada lampu ting, yakni botol minyak dikasih sumbu. Lampu kecil ini dipasang di depan rumah sebagai “panjeran” sampai pagi.

Kalau malam minggu, setelah doa lingkungan, kami sering ajak teman-teman “nyuluh” yakni mencari belut atau ikan di sawah dengan penerangan petromak.

Belut-belut itu muncul di permukaan pada malam hari. Kami tinggal pukul dengan besi seperti pedang panjang, lalu belut itu dimasukan ke kepis yang diikatkan di pinggang.

Seru sekali kalau banyak belut di sawah. Tapi kami juga pernah ketemu ular yang mirip-mirip belut.

Kalau ketemu ular, orang berfirasat akan bernasib sial. Pasti tidak akan mendapat apa-apa. Lebih baik pulang atau “njabuti ketela” di sawah.

Masa itu lampu penerang sangat bermanfaat bagi banyak kehidupan.

Belum banyak orang punya pesawat TV. Baru sebagian orang yang tergolong kaya saja. TV dihidupkan memakai accu.

Kami numpang nonton rame-rame di rumah Pak Lurah Martosudarmo atau Pak Carik Sugi.

Waktu itu serial TV favorit adalah tinju Mohamad Ali atau ketoprak “Manggalayuda Sudira” dari Stasiun TVRI Yogyakarta.

Belum ada TV berwarna, hanya TV hitam putih. Stasiun TV juga baru ada TVRI saja.

Acara ketoprak biasanya setelah tayangan Dunia Dalam Berita oleh Toety Aditama

Paling sebel kalau diselingi laporan Sidang Kabinet oleh Menteri Penerangan yang melaporkan harga-harga kebutuhan pokok.

Pak Menteri punya litani khusus dengan kata-kata; “menurut petunjuk Bapak Presiden…”

Penerangan yang tidak membawa kegembiraan.

Kalau malam bulan purnama, kami main di rumah “mBah Ulu-ulu” yang punya halaman luas untuk main ”gobak sodor.”

Biasanya bulan sangat cerah sehingga cuma diterangi dengan lampu ting saja sudah cukup. Cahaya lampu dan bulan sangat berguna, memberi kegembiraan dan sukacita bagi seluruh warga.

Yesus berkata, “Akulah terang dunia; barang siapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup.”

Kedatangan Yesus membawa sukacita; orang buta bisa melihat, orang bisu bisa berbicara, orang tuli bisa mendengar, orang sakit disembuhkan dan orang mati dibangkitkan.

Ia datang memberi harapan dan sukacita. Para pemungut cukai yang dikucilkan masyarakat didekati.

Perempuan berdosa diampuni. Orang-orang kecil mendapat kabar Kerajaan Allah yang merangkul semua.

Namun bagi mereka yang tertutup nuraninya, hati mereka tetap gelap. Kaum Parisi dan ahli-ahli kitab justru menolak Dia.

Mereka diliputi kegelapan. Tidak ada secercah terang di hati mereka. Orang yang berjalan dalam kegelapan akan mudah tersesat.

Begitu juga hati yang gelap sering salah bertindak dan mengambil keputusan.

Maukah anda membuka hati agar memperoleh Kristus Sang Terang Kehidupan?

Jika anda membawa Terang Kristus, pasti anda tidak tersesat dan hidup dalam sukacita.

Malam purnama bermain gobak sodor.
Berkejar-kejaran dengan teman-teman.
Yesus Kristus laksana sebuah Obor,
Yang menuntun kita pada keselamatan.

Cawas, Terang bawa sukacita…..
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 03.04.22 || Minggu Prapaska V || Yohanes 8: 1-11

 

Sobat Ambyar.

PELANTUN lagu-lagu patah hati Didi Kempot dijuluki “Godfather of Brokenheart.”

Para fans laki-laki menyebut diri “Sad Boys” sedangkan para perempuan korban janji menyebut diri “Sad Girls.”

Mereka yang bernasib sial ditinggal pasangan menyebut diri sebagai “Sobat Ambyar.”

Didi Kempot dalam syair lagu-lagunya memposisikan diri sebagai laki-laki korban janji. Dia ditinggalkan kekasihnya karena terpikat lelaki lain.

Judul-judul lagu seperti; Stasiun Balapan, Cidra, Suket Teki, Pantai Klayar, Sewu Kutha, Pamer Bojo menggambarkan nasib malang seorang yang ditinggal kekasihnya.

Perempuan selalu berada di pihak yang salah, karena mudah jatuh pada pelukan lelaki lain.

Perempuan menjadi pihak yang lemah. Dia dihakimi secara moral maupun sosial.

Lelaki seperti isi lagu-lagunya Didi Kempot berposisi sebagai korban ingkar janji. Perempuan disalahkan karena berzinah, pergi dengan laki-laki lain.

Perzinahan terjadi tentu bukan karena satu pihak. Pasti melibatkan dua belah pihak.

Namun dalam tradisi patriarkal, kesalahan dibebankan kepada perempuan. Perempuan berada di pihak yang ringkih.

Mereka dipersalahkan dan harus dihukum. Sementara laki-laki melenggang bebas.

Dalam Injil, kaum Parisi dan ahli kitab membawa seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah kepada Yesus. Mereka minta pendapat Yesus tentang perempuan yang tertangkap basah sedang berbuat zinah.

Dalam hukum Taurat, perempuan seperti itu harus dilempari batu.

Namun Yesus memberi alternatif lain, bukan hukuman tetapi belaskasihan dan pengampunan. Yesus menampakkan wajah kasih Allah.

Ia tidak mengikuti arus sosial berdasarkan ayat Kitab Suci, yang menghukum orang. Tetapi Yesus menegaskan sikap Allah yang sejati yakni mengasihi.

Hukum tertinggi hanya milik Allah. Maka Dia berkata, “Barangsiapa diantara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.”

Yang berhak menghakimi tindakan seseorang hanya Allah semata. Kita semua adalah orang berdosa.

Maka pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Mereka mau menjebak Yesus, tetapi tidak bisa.

Hati nurani mereka masih berperan. Mulai dari yang tua pergi meninggalkan arena.

Orang tua menjadi teladan. Perilaku mereka diikuti oleh yang muda.

Yesus mengetuk hati mereka. Siapa yang tidak berdosa boleh menghukum.

Yesus pun tidak mau menghukum perempuan itu. Itulah wujud kasih Tuhan yang sejati.

Allah pun tidak menghukum kendati Dia berhak menghakimi kita.

Kasih Allah lebih besar daripada dosa kita. “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”

Kita tidak boleh menyalahgunakan kebaikan Allah ini. Belas kasih Tuhan tidak boleh menjadi alasan bagi kita untuk berbuat dosa.

Toh nanti Allah akan mengampuni kita. Yesus mengampuni, tetapi jangan lupa Dia masih berpesan kepada kita, “Jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”

Mari kita tidak mudah menghakimi dan menghukum perbuatan orang lain, karena kita pun juga orang berdosa.

Kita harus menjadi lebih baik karena kita telah dikasihi Allah. Kasih-Nya jangan dinodai oleh dosa-dosa kita.

Jalan-jalan ke Gembira loka,
Sungguh asyik naik kuda.
Kasih Allah selalu terbuka,
Bagi kita orang yang berdosa.

Cawas, mengasihi tidak menghakimi….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr