Puncta 09.01.21 / Yohanes 3:22-30 / Rivalitas Antar Kelompok

 

SHAOLIN adalah vihara yang terkenal dengan pelajaran beladirinya. Shaolin dibagi menjadi dua; Shaolin Utara dan Shaolin selatan. Sungai Yang Tse Kiang membelah dua wilayah utara dan selatan. Kedua perguruan ini saling bersaing menunjukkan hegemoninya. Masing-masing punya karakternya sendiri. Shaolin utara lebih menonjolkan tendangan dan salto. Sedangkan shaolin selatan lebih fokus pada kekuatan pukulan tangan dan kecepatannya.

Di Nusantara ini juga ada banyak perguruan beladiri. Tidak jarang persaingan antar perguruan itu mengakibatkan munculnya konflik. Kadang sebuah perguruan ingin menunjukkan eksistensinya. Mereka mengadakan pamer kekuatan, “show of force” supaya diakui di tengah masyarakat. Kadang mereka mengadakan ujian kenaikan tingkat, acara massal tahunan, pawai keliling kota, yang membuat bentrok dengan kelompok lain. Tidak bisa dihindari acara itu menimbulkan konflik antar kelompok.

Rivalitas antar kelompok yang selalu dikenang dengan romantisme tragisnya adalah kisah cinta Romeo dan Juliet. Romeo berasal dari klan Montague, yang adalah musuh bebuyutan Klan Capulet dimana Juliet berasal. Tetapi karena kematian mereka, dua klan ini akhirnya sepakat menghentikan permusuhan.

Apakah harus jatuh korban dulu, baru permusuhan atau rivalitas itu berhenti?

Yohanes Pembaptis menjawab persoalan itu dengan bijaksana. Ada dua kubu yang saling bersaing. Pengikut Yohanes Pembaptis dan murid-murid Yesus. Yohanes membaptis di Ainon dekat Salim. Yesus juga membaptis. Timbullah perselisihan dan persaingan di antara mereka.

“Rabi, orang yang bersama dengan engkau di seberang Sungai Yordan, dan yang tentang Dia engkau telah memberi kesaksian, Dia membaptis juga, dan semua orang pergi kepada-Nya.”

Jawaban Yohanes menyejukkan dan membawa damai. “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil.”

Kerendahan hati Yohanes justru menunjukkan kebesaran jiwanya. Ia sadar bahwa tugasnya adalah mempersiapkan jalan bagi Yesus. Apakah kita berani mengambil sikap seperti Yohanes ketika menghadapi konflik?

Maunya makan di restorant cepat saji.
Lebih nikmat makan di tengah pasar.
Tirulah Yohanes yang rendah hati.
Aku makin kecil, Dia harus makin besar.

Cawas, sabar menanti….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 08.01.21 / Lukas 5:12-16 / Bangsal Puspita

 

KETIKA masih menjadi frater di tingkat awal, kami diminta oleh Romo Pembimbing tingkat mengunjungi orang-orang sakit. Kami tidak boleh bezoek di ruang VIP atau ruangan berkelas. Tetapi hanya boleh berkunjung ke pasien-pasien yang ada di Bangsal Puspita.

Bangsal ini adalah ruangan terbuka untuk menampung banyak pasien dengan berbagai macam penyakit. Kelas mereka jelas berbeda dengan yang di ruang VIP. Bangsal ini adalah tempat untuk menampung mereka yang kesulitan ekonomi namun membutuhkan penyembuhan; orang miskin, tukang becak, gelandangan, dan sebagainya.

Kadang tidak ada keluarga yang menunggui pasien karena mereka harus mencari nafkah. Kami diminta untuk menemani mereka ini. Dengan kegiatan ini kami diajari untuk peduli khususnya bagi mereka yang sakit, dan lebih khusus lagi mereka yang tidak dipedulikan. Mereka yang berada di kelas bawah.

Berkunjung di kelas VIP pasti lebih nyaman daripada di bangsal ini. Ada berbagai fasilitas; ruang AC, TV, telpon, kamar mandi privat. Layaknya kamar hotel berbintang. Sangat beda dengan Bangsal Puspita. Tetapi justru itulah yang mau diajarkan; punya empati dan kepedulian bagi mereka yang disingkirkan.

Bangsal Puspita sekarang sudah tidak ada lagi. Katanya sudah menyatu dengan ruang berkelas lainnya dan tidak disendirikan lagi.

Hari ini Yesus didatangi oleh seorang yang sakit kusta. Kusta adalah penyakit yang mengerikan. Mereka disingkiri dan diasingkan dari kampung. Orang kusta tidak boleh bergaul dengan masyarakat umum. Ada stigma ”dosa” bagi mereka.

Orang kusta itu pun tahu diri. Ia tersungkur memohon,”Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku.” Yesus langsung mengulurkan tangan dan menyembuhkan si kusta. Yesus datang, berempati, peduli, menolong mereka yang disingkirkan.

Dalam kondisi sesulit apa pun, jika kita mau datang kepada Yesus, Ia akan mengulurkan tangan dan membantu kita. Apakah kita mau tersungkur datang kepada-Nya? Meneladan Yesus, maukah kita peduli dan punya hati untuk mereka yang disingkirkan?

Hujan deras di sepanjang jalan.
Iringi langkah menuju rumah.
Sujudlah kepada Yesus dengan iman.
Pasti kita akan mendapat berkah.

Cawas, dingin menusuk tulang…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 07.01.21 / Lukas 4:14-22a / Color Me A Rainbow

 

UNTUK menghilangkan kebosanan selama dirawat di rumah sakit, Ella Tryon, 7 tahun menggambar di kertas dengan krayon. Sesudah sembuh ia punya ide untuk mengirim krayon dan kertas gambar kepada pasien anak-anak di rumah sakit. Ia ingin agar anak-anak tetap kreatif dan tidak bosan selama dalam proses penyembuhan.

Dengan bantuan ibunya, ia membuat proyek yang disebut “Color Me A Rainbow.” Pada bulan Oktober 2016 ia mengumpulkan 13.132 kotak krayon dan 254 buku mewarnai yang disumbangkan ke rumah sakit di seluruh negeri. Ella punya mimpi dan cita-cita bisa menyumbangkan 1.000 kotak krayon ke rumah sakit anak. Dan 5.000 kotak khusus di rumah sakit St. Jude Children di Memphis,Tenneesse.

“Saya ingin membantu sebanyak mungkin anak dan sesering mungkin” kata Ella kecil, “Dan aku tidak akan berhenti.” Sambungnya dengan mata berbinar-binar.

Yesus datang di Nasaret dan pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat. Ia membaca Kitab Nabi Yesaya, “Roh Tuhan ada pada-Ku oleh sebab Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.”

Visi adalah tujuan, masa depan, cita-cita, hal yang ingin dilakukan.Visi adalah gambaran besar atau gambaran secara keseluruhan apa yang diinginkan. Misi adalah Penjabaran apa yang akan dilakukan untuk mencapai atau mewujudkan visi. Visi lebih bersifat jangka panjang sebagai cita-cita yang ingin dicapai.

Visi Yesus adalah melaksanakan kehendak Bapa. Cita-cita itu diwujudkan dengan menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, pembebasan bagi para tawanan, membebaskan orang-orang tertindas, memelekkan orang buta dan memberitahukan bahwa tahun rahmat Tuhan sudah datang.

Ella punya visi membuat anak-anak bahagia. Ia menyumbangkan krayon bagi mereka. Apa visi anda dalam hidup ini, dan bagaimana agar visi itu dapat tercapai?

Sarapan pakai pisang dan lontong.
Penginnya makan sepiring satai.
Jangan biarkan hidup anda kosong.
Tanpa visi misi yang mau dicapai.

Cawas, rindu kopi hitam….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 06.01.21 / Markus 6:45-52 // Tukang Parkir di Kapal Feri

 

PENGALAMAN traumatik naik sampan atau perahu pernah saya alami. Beberapa kali saya jatuh ke sungai ketika naik sampan. Yang pertama di daerah Tanjungpura. Kami berkonvoi naik sepeda motor menuju Ketapang. Sungai di Tanjungpura meluap sehingga motor harus diseberangkan dengan sampan. Romo-romo yang lain sudah naik sampan pertama. Saya giliran yang terakhir di sampan belakang.

Untuk numpang ke sampan, motor harus dinaiki lewat sebuah titian kayu. Ketika saya mulai menaiki titian itu, sampan bergoyang karena ombak, roda depan motor saya tergelincir karena goncangan itu. Saya jatuh basah kuyub bersama motor kuning saya. Laptop, kamera, HP dan buku-buku terendam air.

Yang kedua, menyeberang Sungai Kapuas dengan kapal Feri. Waktu itu belum ada jembatan penyeberangan “Pak Kasih”. Karena musim kemarau, air surut sangat dangkal. Turunan menuju kapal jadi sangat tajam. Sebelumnya ada mobil box mengangkut buah-buahan gagal naik dan terperosok masuk ke sungai.

Saya bawa mobil harus masuk di kapal. Jalur turun ke geladak kapal yang terbuat dari besi tidak bisa saya lihat karena tertutup dashboard. Jalur turunan itu hanya “ngepres” roda mobil. Melenceng sedikit pasti masuk sungai.

Satu-satunya penunjuk hanya aba-aba tukang parkir kapal yang ada di bawah sana. Dia tidak berkata apa-apa. Hanya memberi kode melalui tangannya. Kita harus melihat gerakan tangannya dan mengikuti tanpa reserve.

Ketika dua roda depan sudah lurus menempel di jalur besi penyeberangan, dia meminta kita untuk maju pelan. Kopling dipasang di gigi satu, tangan kiri siap di handrem, kaki jaga-jaga di rem dan kedua tangan menjaga agar tetap lurus.

Keringat dingin bercucuran, rasanya waktu seperti berhenti, alam terdiam tak bersuara. Jantung berdegup kencang.

Lega rasanya ketika mobil berhasil masuk. Namun kita harus parkir sesuai dengan aba-aba si tukang parkir kapal. Dia mengatur seinci demi seinci agar semua mobil, truk atau bus bisa masuk.

Mobil kita diatur sedemikian rapat, mungkin tinggal berjarak tigapuluh senti bersebelahan dengan mobil lain, sampai sopir tidak bisa keluar dengan membuka pintu samping. Mepet tapi tak boleh bersinggungan.

Tukang parkir itu ibarat Yesus yang datang kepada para murid yang sedang mengalami ketakutan karena angin sakal. Iman adalah penyerahan diri secara total kepada Yesus. Begitu pula kalau kita tidak percaya pada tukang parkir itu, kita bisa terjun ke sungai yang dalam, lalu tidak sampai ke tujuan. Kalau kita tidak percaya pada Yesus, kita juga tidak akan sampai ke rumah Bapa.

Kalau Yesus bersama kita, badai sebesar apa pun akan tenang dan reda. Jangan pernah meninggalkan Yesus. Jangan mencoba menjauh dari Yesus. undanglah Yesus masuk ke bahtera kita. pasti kita aman sentosa, selamat sampai rumah Bapa.

Jalan-jalan ke Surabaya.
Mampir minum di rest area.
Jika Yesus bersama kita.
Kita pasti aman sejahtera.

Cawas, ngopi di lumpur pekat…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 05.01.21 / Markus : 34-44 / Kemarau Panjang Di Pasang Surut

 

MUSIM kemarau menyerang berkepanjangan di daerah Pasang Surut, area transmigrasi di Palembang. Bapak waktu itu jadi pamong lingkungan atau orang yang dituakan di tengah umat. Setiap kali kumpul untuk berdoa, keluarga-keluarga mengeluh karena persediaan makanan sudah menipis. Musim ini panen gagal. Kalau tidak ada bantuan, mereka akan mengalami kelaparan.

Bapak pusing juga memikirkan nasib mereka. Bapak minta mereka mengumpulkan uang sukarela supaya bisa pergi ke Palembang. Waktu itu terkumpul tigaratus duapuluh ribu. Hanya cukup untuk sekali jalan. Bapak nekad berangkat ke Palembang mencari bantuan supaya keluarga-keluarga di Pasang Surut bisa hidup.

Bapak menemui Romo Jaya. “Romo, menawi menda-menda ing Pasang Surut mboten dipun biyantu, kula mboten mangertos kados pundi mangke nasibipun. Persediaan uwos sampun telas.” (Romo, kalau umat di Pasang Surut tidak dibantu, saya tidak tahu bagaimana nasibnya nanti. Persediaan beras sudah menipis). Begitulah bapak mengutarakan nasib domba-domba di Pasang Surut.

Romo Jaya kemudian menghubungi beberapa umat di Palembang dan terkumpul beras dua ton, kecap dua botol dan ikan asin 4 kg. Bapak pulang ke Pasang Surut dan menyuruh beberapa orang untuk membagi-bagikan sesuai dengan kebutuhan mereka. Mereka masih tetap hidup sampai sekarang.

Saya terharu dan bangga mendengar bapak bercerita bagaimana “menghidupi” domba-domba di Pasang Surut. “Kamu harus memberi mereka makan” kata Yesus kepada murid-murid-Nya. Kata-kata itu menjadi cambuk bagi bapak menempuh perjalanan jauh dari Pasang Surut ke Palembang, agar bisa memberi makan kepada domba-domba yang kelaparan.

Bapak punya pendirian, “yen gelem obah mesti mamah” (Kalau mau kerja pasti bisa makan, berarti bisa hidup). Yesus mengajak para murid untuk “obah” agar bisa memberi hidup kepada orang lain. Walaupun hanya ada lima roti dan dua ikan, tetapi kalau kita percaya dan bekerja dengan Yesus, maka akan berkelimpahan.

“Kamu harus memberi mereka makan” tidak harus diartikan secara harafiah memberi roti. Tetapi menyapa, memberi senyuman atau anggukan, juga berarti memberi mereka makan.

Mari kita tidak malas menyapa dan memberi senyuman kepada sesama kita.

Naik pesawat terbang ke kota Medan.
Tidak lupa menikmati lezatnya durian.
Jangan malas hanya berpangku tangan.
Mari ikut terlibat memberi mereka makan.

Cawas, menunggu waktu….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr